Pemilik hak ulayat sering melakukan pemblokiran terhadap lahan sekolah, mengklaim bahwa lahan tersebut milik mereka.
Sementara itu, Kota Sorong sudah menyiapkan lahan seluas 4 hektar untuk pembangunan SMK Kehutanan jika keputusan pemindahan benar-benar terlaksana.
Jekson Kapisa, Ketua Pilar Pemuda Rakyat (Pidar) Papua Barat, menyesalkan kemungkinan pemindahan ini.
Ia menilai bahwa pemindahan dilakukan secara sepihak oleh kepala sekolah tanpa berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Manokwari atau Provinsi Papua Barat.
Menurutnya, keputusan ini cacat hukum karena tidak melibatkan pihak-pihak terkait, termasuk tenaga pengajar dan pegawai sekolah.
Jekson juga menekankan bahwa SMK Kehutanan Manokwari memiliki sejarah panjang dan sudah melahirkan banyak lulusan terbaik di bidang kehutanan.
Ia mendesak pemerintah daerah dan provinsi untuk segera menyelesaikan sengketa ini agar sekolah tidak harus dipindahkan dan tetap dapat melanjutkan kontribusinya dalam pendidikan kehutanan.
"SKMA/ SMK Kehutanan Manokwari, memiliki histori Panjang keberadaan sekolah tersebut, dan sudah banyak tenaga kehutanan terlahir dari sekolah tersebut, diman sekolah ini sangat berbeda dengan sekolah umumnya memegang teguh namanya selogan Rimbawan," tutur Jekson.
Sejarah lahan tersebut juga menjadi sumber ketidakpuasan pemilik hak ulayat, yang awalnya menyerahkan lahan kepada Perum Perhutani, sebelum akhirnya lahan tersebut diserahkan ke Kementerian Kehutanan dan menjadi aset Pemerintah Daerah Manokwari.
"Keberadaan SMK Kehutanan di Manokwari, didasari atas dasar hukum Departemen Pendidikan Nasional, nomor. PKS.4. Menhut-II/2008, no.02/VI/KB/2008 tentang Penyelenggaraan dan Pembinaan Pendidikan Menengah Kejuruan pada Sekolah Menengah Kejuruan Kehutanan dan Peraturan Menteri (Permen) Kehutanan Nomor. P.44/Menhut-II/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja SMK Kehutanan," tandasnya. (AJP)
0 komentar:
Post a Comment