Ambon, Kompastimur.com
Adapun ke 70 TPS tersebut terdiri dari Kota Ambon sebanyak 7 TPS, Kabupaten Buru sebanyak 8 TPS, SBB Sebanyak 9 TPS, SBT sebanyak 8 TPS, KKT sebanyak 12 TPS, Maluku Tenggara sebanyak 3 TPS dan Kabupaten Kepulauan Aru sebanyak 10 TPS.
Hal ini di sampaikan oleh Ketua Bawaslu Provinsi Maluku, Subair dalam jumpa pers bersama sejumlah awak media bertempat di ruang rapat Bawaslu, Kamis (29/02/2024).
Adapun penyebab terjadinya PSU di sejumlah kabupaten dan kota pada Provinsi Maluku yakni Pertama, terjadinya selisih penghitungan suara artinya antara surat suara yang di hitung dengan surat suara yang di gunakan dan pemilih yang hadir.
Kedua, Pemilih DPK menggunakan hak pilihnya tidak sesuai dengan domisili.
Ketiga, Pemilih mengaku dirinya sebagai orang lain atau memberikan suaranya lebih dari satu kali.
Keempat, danya peserta pemilu tertentu mendapatkan tambahan surat suara.
Kelima, pemilih mencoblos berdasarkan pemberitahuan atau kartu keluarga(KK)
Keenam, Pemilih tidak dapat melakukan hal pilihnya karena kelalaian atau di halangi petugas KPPS
Ketujuh, Pemilih yang memilih bukan pada TPS Ia terdaftar namun tidak memiliki formulir pindah memilih.
"Kedelapan pemilih di bawah umur tidak memiliki E- KTP serta tidak terdaftar dalam DPT dan DPTB," ucapnya.
Subair menambahkan ada beberapa sikap Bawaslu atas tidak di laksanakannya PSU oleh KPU.
Ia menjelaskan, selain KPU Kabupaten/Kota, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang dijadikan terlapor dugaan tindak pidana pemilu, juga termasuk didalamnya Saksi Partai Politik yang diduga melakukan tindak pidana pemilu, maka Bawaslu Kabupaten/Kota harus menjadikan yang bersangkutan sebagai terlapor dalam temuan Bawaslu Kabupaten/Kota.
Kemudian, menjadikan KPU Kabupaten/Kota, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sebagai Teradu dalam temuan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu yang oleh karena atas kelalaian sehingga menyebabkan proses pemungutan dan penghitungan suara tidak berjalan sesuai dengan asas dan prinsip penyelenggaraan pemilu sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
"Bawaslu segera menyampaikan surat resmi kepada KPU Kabupaten/Kota dalam hal meminta penjelasan terhadap Surat Keputusan KPU Kabupaten/Kota terkait alasan hukum tidak terpenuhinya syarat dilaksanakannya Pemungutan Suara Ulang (PSU) atas rekomendasi yang telah disampaikan oleh Panwaslu Kecamatan yang didasari atas Laporan Hasil Pengawasan (LHP) Pengawas TPS," terangnya.
"Kami kemudian menjadikan KPU Kabupaten/Kota, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang tidak melaksanakan rekomendasi Pemungutan Suara Ulang (PSU) sebagai Terlapor dalam temuan dugaan tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 549 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum," sambungnya.
Dijelaskan, sebagai warga negara yang bertanggung jawab maka perlu di ketahui bersama bahwa pengawasan Pemilu secara kelembagaan merupakan Tugas Bawaslu tetapi secara Esensial and de jure merupakan tugas seluruh Warga Negara.
"Pengawasan Pemilu sesungguhnya adalah tanggung jawab semua warga negara," tandasnya. (AJP)
0 komentar:
Post a Comment