Ambon, Kompastimur.com
Lagipula keputusan pembatalan terhadap surat penyerahan tersebut merujuk pada keputusan Pemerintah Negeri Urimessing dan Putusan Pengadilan yang sudah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya sehingga jangan menghubung-hubungkan Putusan Pejabat Tata Usaha Negara dengan Keputusan Pemerintah Negeri Urimessing yang SAH atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Hein Johanis Tisera dkk.
Alfons menjelaskan, putusan Pengadilan No. 62/Pdt.G/2015/PN.Amb Jo No. 10/PDT/2017/PT.AMB Jo No. 3410.K/PDT/2017, merupakan pukulan telak bagi Putusan Perkara No. 18/PDT/2010/PT.Mal, dimana Surat penyerahan 28 Desember 1976 adalah hasil perbuatan melawan hukum yang dilakukan Hein Johanis Tisera semasa menjabat Kepala Pemerintah Negeri Urimessing, yang digunakan oleh Yohanes Tisera selaku ahli warisnya dalam perkara No. 38/Pdt.G/2009/PN.AB Jo No. 18/PDT/2010/PT.Mal jo 1385K/PDT/2012 Jo No. 512.PK/PDT/2014/PT.Mal dimaksud.
"Dugaan kami, ada intervensi terhadap perkara tersebut, apalagi munculnya berita pada media cetak dan elektronik terkait kasus pertikaian Antara John Key dengan Nus Key yang ternyata disebabkan oleh hutang piutang uang sejumlah miliaran rupiah yang sesuai pengakuan pihak John Key, dipinjamkan kepada saudara Yohanes Tisera guna pengurusan Perkara Kasasi tanah RSUD di Mahkamah Agung RI," ujar Alfons dalam rilis yang diterima, Selasa (8/8/2023).
Ia menambahkan, dengan beredarnya 2 putusan PK 512PK/PDT/2014 yang isinya berbeda-beda di masyarakat maka semua fakta-fakta ini harusnya menjadi perhatian serius penegak hukum, juga menjadi bahan kajian mendalam oleh Pemerintah Propinsi Maluku agar keadilan dapat ditegakkan seadil-adilnya.
Dijelaskan, dalam penjelasan Hukum Ketua Pengadilan Negeri Ambon pada point b, adalah tepat dan benar karena telah sesuai dengan Putusan Pengadilan yang bersifat Deklaratoir (tidak bersifat menghukum Pemda propinsi Maluku). Sebaliknya penjelasan Ketua PN Ambon itu, sama-sekali tidak memerintahkan Pemerintah Propinsi Maluku untuk membuat akta kesepakatan di Notaril dengan tujuan penggunaan uang Negara untuk membayar ganti rugi sejumlah Rp. 49 milliar lebih kepada Yohanes Tisera.
"Jadi jelas-jelas yang dilakukan oleh Yohanes Tisera dan Gubernur Said Assegaf, tidak bersumber dari Penjelasan Ketua Pengadilan Negeri Ambon," paparnya.
“Kalau terkait putusan perkara No. 1970K/PDT/2019, sebaiknya Tisera baca pertimbangan hukum secara teliti baik ditingkat PN, PT dan MA, karena tidak ada pertimbangan hukum Majelis Hakim yang menyatakan gugatan kami ditolak karena surat bukti Yohanes Tisera, sebaliknya seluruh Eksepsi Pemda Propinsi Maluku yang didasarkan pada bukti dan dalil Yohanes Tisera, ditolak dari tingkat PN, PT hingga MA. Jadi, janganlah memberikan pernyataan yang menyesatkan karena sampai saat ini upaya hukum masih tetap kami tempuh” imbuhnya.
Lanjutnya, pernyataan Yohanes Tisera bahwa berdirinya RSUD pertama kali diberikan oleh ayahnya Raja Negeri Urimessing Hein Johanis Tisera, adalah pernyataan yang tidak benar. Pernyataan tersebut bertentangan dengan fakta-fakta sejarah. Berdasarkan dokumen-dokumen terkait pembangunan RSUD Dr Haulussy yang dulunya dikenal dengan RSU Ambon, pembangunan dimulai pada tahun 1948 dan RSUD diresmikan pada bulan Maret 1954.
Sementara Hein Johanis Tisera dikaryakan sebagai Pemerintah Negeri Urimessing oleh Walikota Matheos Manuputty baru pada tahun 1970-an, dan baru mengklaim kepemilikan atas tanah RSUD diatas Dati Pohon Katapang itu setelah menggunakan Surat penyerahan tanggal 28 Desember tahun 1976, dimana saat itu Bangunan RSUD Dr Haulussy sudah berumur kurang lebih 28 tahun.
"Inikan pernyataan yang sangat lucu dan sangat bertentangan dengan fakta hukum dan fakta persidangan selama ini. Pemerintah Daerah Propinsi Maluku harus mengkaji pernyataan seperti ini," pinta Alfons.
Disamping itu, pernyataan saudara Yohanes Tisera terkait Jacobus Abner Alfons adalah Kepala Desa bukan Raja, juga dinilai keliru dan tidak berdasarkan fakta yang terjadi.
"Jacobus Abner Alfons ayah saya, menduduki jabatan Raja Negeri Urimessing secara sah, melalui proses yang tidak ada bedanya dengan Raja-Raja lainnya di Pulau Ambon. Berawal dari Pelantikan berdasarkan SK Walikota Ambon, dilanjutkan dengan pengukuhan secara adat saat itu oleh orang tuanya Pjs Walikota Ambon, Weynand Wattimena selaku orang tua," terangnya.
Kemudian, setelah habis masa jabatannya, Jacobus Abner Alfons diberhentikan melalui SK Walikota Ambon No 734 Tahun 2015 yang isinya “menimbang bahwa masa jabatan saudara Jacobus Abner Alfons sebagai Raja Negeri Urimessing Kecamatan Nusaniwe dst…. Maka “Memberhentikan dengan hormat Saudara Jacobus Abner Alfons, dari Jabatan Raja Negeri Urimessing dst.
"Mungkin selama ini saudara Tisera tidak paham terkait mekanisme pemerintahan seorang Kepala Pemerintahan Negeri sehingga komentarnya jauh dari kebenaran," ketusnya.
Hal ini harusnya menjadi catatan tersendiri buat Yohanes Tisera yang selalu memberikan pernyataan-pernyataan yang tidak benar kepada masyarakat Negeri Urimessing terkait keabsahan jabatan Jacobus Abner Alfons selaku Raja Negeri Urimessing yang sah, diakui oleh adat dan hukum administrasi Negara (SK Walikota).
"Berbeda dengan Yohanes Tisera, dia kan dilantik berdasarkan SK bukan oleh Walikota definitive, tapi oleh Pjs Walikota”. jadi belajarlah untuk mengakui orang lain masih lebih baik,” ucapnya kesal.
"Terkait marga Alfons, “saya ingin memberikan pencerahan sedikit kepada saudara Tisera agar paham dan tidak memberikan pernyataan yang tidak benar terkait keberadaan marga Alfons keturunan Jozias Alfons Kepala SOA Negeri Urimessing. Bahwa Marga Alfons sesuai tuturan orang-orang tua, digelar Raja Gunung-Gunung. Daerah Pegunungan Lei Timor adalah tempat tinggal moyang-moyang kami sejak dulu kala. Anak cucu keturunan marga Alfons dan pancarannya telah memenuhi ujung timur hingga ujung barat Lei Timur Pulau Ambon. Jati diri kami selaku marga Alfons tidak akan pernah bisa dipisahkan dari sejarah Pemerintahan Negeri Urimessing selaku masyarakat Adat. Jacobus Abner Alfons adalah Raja Negeri Urimessing yang sah berasal dari SOA SIMA. Hanoch Alfons semasa hidupnya menjabat Kepala Adat di Negeri Urimessing, Lodewiek Alfons semasa hidupnya menjabat Kepala Kampung Tuni Negeri Urimessing dan Moyang saya yang bernama Jozias Alfons adalah Kepala SOA Negeri Urimessing yang tertulis dan tercatat secara sah dalam Kutipan Register Dati 25 April 1923 yang telah dikuatkan dalam Putusan-Putusan Pengadilan yang berkekuatan Hukum Tetap," tuturnya.
“Jadi kalau kita berbicara tentang Kepala SOA, maka tidak terlepas dari adanya persekutuan Teritorial Geneologis yang berawal dari sebuah matarumah adat, kemudian menjadi Uku dan akhirnya menjadi SOA adat sebagai unsur terpenting dalam pembentukan sebuah Uli/Negeri Adat. Artinya, kalau Jozias Alfons tercatat sebagai Kepala Soa di Negeri Urimessing, maka Jozias Alfons memiliki wilayah Teritorial Geneologis secara adat di Negeri Urimessing. Kita bicara fakta berdasarkan bukti hokum bukan omong kosong. Seharusnya Yohanes Tisera yang menjabat Pemerintah Negeri Urimessing, lebih paham soal ini," tambahnya lagi
Untuk itu, Alfons justru menyatakan asal usul Yohanes Tiseralah yang diduga kabur alias tidak jelas karena sesuai fakta yang terjadi, dulu saat mengikuti penjaringan Kepala Desa Urimessing sekitar tahun 2005, dirinya mengaku dari Kampung Seri, kemudian ditahun 2011 saat mengajukan penolakan terhadap Jacobus Abner Alfons selaku Raja Negeri Urimessing dirinya mengaku dari Soa Patti. Kini Yohanes Tisera mengaku berasal dari Soa Rewala Ririmena Amalaing. Bagaimana bisa seseorang mengaku anak adat di Urimessing, tapi SOAnya sendiri tidak jelas wilayah terotorial geneologisnya.
Negara kita adalah Negara Hukum, makanya kalau bicara, harus ada bukti hukum. Untuk itu, Pernyataan Yohanes Tisera bahwa tidak ada Raja Urimessing Definitif selama 39 tahun, sebaiknya dibuktikan dengan fakta hukum.
"Sebab ayah saya Jacobus Abner Alfons adalah Raja Negeri Urimessing yang sah, dan dapat dibuktikan baik secara adat maupun hukum administrasi Negara berupa SK Walikota Ambon saat pelantikan dan Pemberhentian setelah habis masa jabatannya. Jabatan ayah saya selaku Raja Negeri Urimessing didasarkan pada dokumen-dokumen hukum, bukan pernyataan-pernyataan tanpa dasar. Kalau status Hein Johanis Tisera yang katanya Raja Negeri Urimessing, bagi saya tidak jelas karena belum pernah saya menemukan dalam dokumen-dokumen Negeri Urimessing tertulis Hein Johanis Tisera Raja Negeri Urimessing. Sebaliknya yang saya temui, tertulis Pemerintah Negeri Urimessing Hein Johanis Tisera berNIP : 630002222. Cukup membingungkan karena biasanya yang menggunakan NIP (Nomor Induk Pegawai) hanya Pegawai Negeri Sipil selaku Penjabat Kepala Desa/Penjabat Raja, bukan Kepala Desa/Kepala Pemerintah Negeri/Raja yang Definitif," urainya.
Intinya pihaknya hanya mengingatkan Pemerintah Propinsi Maluku, bahwa Surat Dasar Hak Kepemilikan Hein Johanes Tisera yakni surat penyerahan tanggal 28 Desember 1976 cacat hukum.
Surat inilah yang digunakan oleh Yohanes Tisera alias Buke diduga untuk mengelabui Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan No. 18/PDT/2010/PT.Mal jo 1385K/PDT/2012 Jo No. 512.PK/PDT/2014 yang bersifat deklaratoir.
Kemudian Putusan yang bersifat deklaratoir ini ditafsirkan sendiri untuk melakukan akta kesepakatan di Notaril demi penggunaan uang Negara sebanyak kurang lebih Rp. 49.900.000.000.- untuk Pembayaran Ganti Rugi RSUD Dr Haulussy Kudamati Ambon.
"Sehingga menurut kami, jika dasarnya sudah cacat dimata hukum, maka semua yang dibangun diatasnya juga cacat dimata hukum," tandas pria bernama lengkap Rycko Weynner Alfons, SE itu. (AJP/Rls)
0 komentar:
Post a Comment