Ambon, Kompastimur.com - Ombudsman Provinsi Maluku merayakan Hari Ulang Tahun ke-23 , yang di kemas dalam acara ngopi bareng bersama para jurnalis dalam rangka bersinergi dan kolaborasi wujudkan pelayanan publik yang berkualitas di provinsi Maluku.
Acara tersebut berlangsung pada halaman kantor Ombudsman Provinsi Maluku, Jumat (10/3/2023)
HUT kali ini Ombudsman mengusung tema, Wujudkan Pengawasan Pelayanan Publik Daerah Kepulauan.
Acara di hadiri Assisten Administrasi umum Pemprof Maluku, Ir. Hj Habiba Saimima, Kepala ombudsman Provinsi Maluku, Hasan Slamat, SH., MH dan jajarannya, mantan Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Maluku, Dr. Elia Radianto dan para jurnalis Provinsi Maluku yang ada di kota Ambon .
Kepala Ombudsman Provinsi Maluku, Hasan slamat, SH., MH dikesempatan itu mengatakan salah satu hal yang menyebabkan zona ini merah, bukan hanya di pelayanan publik tetapi kesehatan kita juga zona merah.
"Stunting juga zona merah, dan kemiskinan juga merah," katanya kepada wartawan seusai kegiatan HUT.
Ia juga menyampaikan bahwa hal ini terjadi berdasarkan kekurangan Dana Alokasi Khusus ( DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Dana tersebut tidak seimbang untuk daerah kepulauan seperti Maluku.
"Memang perhitungan DAK dan DAU itu sebagai kontinental kita sangat di rugikan, maka Ombudsman di Provinsi Maluku pada kesempatan ini menginginkan agar ke depan pemerintah pusat dan provinsi dapat memperjuangkan DAK dan DAU untuk daerah kepulauan dan itu harus di tingkatkan," tegasnya.
Lebih dipertegaskan lagi bahwa, kedepan harus ada payung hukumnya yaitu harus di wujudkan undang - undang tentang daerah kepulauan.
"Ini juga yang menjadi keinginan Ombudsman," paparnya.
Kaitan dengan masalah teknis zona hijau pihaknya akan lakukan pendampingan agar seluruh OPD menyusun standar pelayanan publik sesuai dengan undang - undang tahun 2009 tentang pelayanan publik.
"Jadi di bulan puasa ini kami akan di undang oleh kabupaten SBT karena tekad mereka ke depan sudah harus hijau, Ambon juga sudah komunikasi begitu juga dengan Aru karena merasa terburuk nomor 3 di Indonesia maka, Aru juga berusaha untuk melakukan pendampingan bersama dengan kabupaten lain yang ada di Maluku ini," ungkapnya.
Satu hal yang terpenting juga adalah, semua yang di lakukan harus berdasarkan etika karena itu merupakan norma yang paling tinggi dalam semua cerita ini.
"Jadi etika kita yang paling terbesar adalah Pancasila, kemudian etika dalam Ombudsman itu adalah kode etik kita di dalam hal melakukan pengawasan dan pelayanan di ombudsman. Prinsip prinsip dasar tentang sikap sikap Ombudsman itu sudah ada tercantum dalam etika itu maka orang yang tidak beretika di Ombudsman langsung di delete, atau di pecat," ujarnya.
"Menyangkut rekomendasi yang berakhir dengan eksekusi masih belum maksimal, dan ini menjadi persoalan besar Ombudsman karena bagaimana pun juga Ombudsman hanya sebagai lembaga penghias dan tidak menjadi di perhitungkan maka ke depan akan di lakukan upaya upaya eksekusi agar yang tidak melakukan eksekusi terhadap rekomendasi atau laporan hasil pemeriksaan (LHP) atau semua tindakan korektif yang di sampaikan Ombudsman tidak di lakukan maka harus di lakukan sangsi yang tegas," tambahnya.
Sebab, lanjutnya, apabila sangsi itu mengambang dan tidak mencerminkan asas keadilan sehingga pencari keadilan itu tidak mendapat haknya maka di situ mengebiri kekuatan Ombudsman.
"maka di tahun 2023 di Poreknas undang - undang Ombudsman akan di perbaiki supaya memberikan kekuatan kepada Ombudsman menjadi satu lembaga yang bisa memberikan pengaruh agar bagaimana ke depan ini Indonesia bisa mengedepankan demokrasi, integritas dan kesejahteraan bagi rakyat," harapnya. (AJP)
0 komentar:
Post a Comment