Ambon, Kompastimur.com
Dalam sejumlah kasus, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat hulu dari tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi adalah adanya dugaan benturan kepentingan dari pemilik kekuasaan. Benturan kepentingan itu pada akhirnya akan menciptakan situasi penyelahgunaan wewenang, gratifikasi, suap-menyuap, dan kasus korupsi lainnya.
Kasatgas Wilayah V pada Kedeputian Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK Dian Patria menjelaskan, pada mulanya para pejabat atau pengambil kebijakan akan membiarkan benturan kepentingan ini terjadi. Lambat laun, hal ini akan menimbulkan pelanggaran etika dan bermuara menjadi tindakan korupsi.
“Hal ini muncul karena tidak ada upaya untuk mengelola benturan kepentingan dengan memasang rambu-rambu penegakkan etika sebagai pejabat daerah,” kata Dian dalam Rapat Koordinasi Implementasi Pencegahan Korupsi di Lingkungan Pemerintah Kota Ambon, di Kantor DPRD, Kamis (10/11).
Lebih lanjut, pengendalian benturan kepentingan ini berkaitan langsung dengan upaya pencegahan korupsi. Menurutnya, upaya perbaikan sistem pada delapan area strategis sebagaimana di dalam Monitoring Center for Prevention (MCP) pemerintahan daerah menjadi lambat karena adanya benturan kepentingan yang sangat kuat di dalamnya.
KPK melihat proses pemberian izin, pengadaan barang dan jasa, serta perencanaan dan penganggaran merupakan area yang sangat rawan dikorupsi. Biasanya modus korupsi dalam pemberian izin dan penentuan pemenang tender akan memprioritaskan pelaku usaha atau kelompok yang terafiliasi langsung dengan para pejabat.
Sebagai imbalannya, pelaku suap akan memberikan uang atau barang sebagai bentuk kesepakatan. Mata rantai inilah yang harusnya dihentikan oleh para pejabat di Indonesia khususnya di Kota Ambon. Agar ke depannya kebijakan yang dihasilkan benar-benar atas kebutuhan masyarakat luas.
Pun, KPK mengingatkan agar Pemkot Ambon segera mengefektifkan implementasi Peraturan Walikota Ambon No. 49 Tahun 2020 tentang Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan di Lingkungan Pemerintah Kota Ambon. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa terdapat 14 jenis benturan kepentingan.
Seperti mencakup kebijakan yang berpihak akibat pengaruh hubungan dekat atau gratifikasi, pemberian izin yang diskriminatif, melakukan pengawasan dan penilaian atas pengaruh pihak lain, melakukan komersialisasi pelayanan publik, serta penggunaan aset dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi.
Menanggapi hal tersebut, Penjabat Walikota Ambon Bodewin Wattimena berjanji akan segera membangun sistem untuk melakukan pengendalian tindak pidana korupsi. Menurutnya, Perwali sudah menyajikan prosedur yang bisa dilakukan untuk melaporkan atau mengendalikan benturan kepentingan.
Menurutnya, setiap ASN bisa melaporkan kepada atasan langsung atau inspektorat jika melihat adanya gejala benturan kepentingan dalam pelaksanaan tugas. Diperlukan kerja kolektif seluruh pihak agar kasus ini bisa teratasi dan menciptakan iklim pekerjaan yang sehat.
“Jika ada yang memerintahkan sesuatu yang salah, ASN di Kota Ambon jangan turuti. Termasuk jika saya memerintahkan yang salah, jangan dijalankan. Kalau merasa itu melanggar hukum, laporkan saja ke APH termasuk ke KPK,” kata Bodewin. (KT-Rls/KPK)
0 komentar:
Post a Comment