• Headline News

    Saturday, September 3, 2022

    Syafrudin Budiman Politisi Muda Ini, Lahir dari Aktivis dan Jurnalis


    Jakarta, Kompastimur.com 

    Tokoh muda pergerakan dan intelektual ini adalah pendiri Partai UKM Indonesia dan dipilih sebagai Ketua Umum DPP Partai UKM Indonesia di Senen, Jakarta Pusat. Partai berbasis pelaku UMKM dan Koperasi ini juga memilih Herdianti Puspitasari, S.Si sebagai Sekretaris Jenderal dan Dipl T. Peratikno Rz sebagai Bendahara Umum, serta menyusun jajaran pengurus.


    Anak muda milenial ini sejak masa SMA sudah pernah terlibat sebagai aktifis pergerakan. Syafrudin Budiman sejak masuk kuliah dirinya mulai dikenal sosok muda yang energik di kalangan aktifis demokrasi, HAM, LSM, politisi dan media di Jawa Timur.


    Pada tanggal 1 Mei 2002 bertepatan pada hari buruh internasional (May Day). Ia ditangkap oleh polisi saat berdemonstrasi di Jl. Semarang Surabaya, bersama 6 rekan lainnya dan digiring ke Mapolres Surabaya Utara Jl. Bubutan, Surabaya.


    Koran Jawa Pos dan berbagai media cetak dan elektronik menulis berita penangkapan aktivis sebagai headline, saat berdemontrasi di hari buruh. Berkat negoisasi dengan polisi saat itu, tepat Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei, Syafrudin Budiman dan 6 rekannya dilepaskan. Tampak terlihat di foto-foto media dirinya dipukuli tongkat oleh polisi, sehingga menyebabkan tangan dan kepalanya memar.


    “Bagi saya memperjuangkan rakyat tertindas adalah ibadah, tunduk dan menghamba pada kekuasan adalah syirik. Agama Islam mengajarkan untuk berbuat Amar Makruf Nahi Mungkar dan menyekutukan Allah SWT atau syirik pada kekuasaan dzolim tiada ampunan-Nya,” kata Budiman Sang Revolusioner sapaan akrabnya.


    Pria kelahiran Sumenep, 21 Mei 1980 ini, memang layak disebut “Sang Revolusioner Muda.” Sejak lulus SMA dirinya sudah biasa mempimpin gerakan demonstrasi dan terlibat dalam isu-isu HAM dan demokrasi.


    Ketika semangat reformasi sedang digelorakan oleh Amien Rais, Gus Dur, Megawati dan tokoh politik nasional lainnya. Kira-kira antara tanggal 23-24 Mei 1998 dan tepat beberapa hari setelah ulang tahunnya ke 18. Syafrudin Budiman memimpin demontrasi besar-besaran di Kabupaten Sumenep menuntut bergulirnya reformasi. Tepat dua hari setelah momen jatuhnya Diktator Presiden Suharto.


    “Isu yang diusung saat ia memimpin demonstrasi reformasi 98 diantaranya, menuntut penuntasan kasus-kasus korupsi, pengadilan terhadap Suharto dan Cabut Dwi Fungsi ABRI/TNI. Selanjutnya isu pencabutan lima paket UU politik, kebebasan pers, serta penegakan HAM dan demokrasi,” terang pengagum Che Guevara dan Soe Hoek Gie ini.


    Waktu itu Reformasi 98 juga menggelinding sampai ke Kabupaten Sumenep kota kelahirannya. Sama seperti kota-kota lainnya di Indonesia. Sedangan untuk Sumenep isu yang digelindingkan adalah pemberantasan korupsi di Kabupaten Sumenep yaitu, sembako murah, reformasi birokrasi dan mendesak turunnya Soekarno Marsaid (Bupati Sumenep saat itu).


    Syafrudin Budiman dengan penuh semangat bersama teman-temannya tetap melakukan demontrasi, walaupun waktu itu ada himbauan untuk tidak melakukan demontrasi. Ia waktu itu, memimpin langsung demontrasi dengan memakai kaos putih “Bull Dog Fish”.


    Demontrasi itu berjalan lancar dan secara resmi diterima pimpinan DPRD Kabupaten Sumenep, Polres dan menuju kantor Bupati mendesak Soekarno Marsaid mundur. Ia tetap memimpin aksi demontrasi di tengah-tengah massa yang sudah panas, bahkan bisa saja menjadi anarkis dan terjadi chaos. Syafrudin Budiman malah tampak tenang dan terus melakukan demontrasi.


    “Massa sudah panas dan tetap ingin menyuarakan aspirasinya waktu itu. Saya bilang, biarkan kami berdemonstrasi, yang penting aman dan saya yang bertanggungjawab,” ucapnya kepada aparat yang ikut was-was melihat keadaan waktu itu.


    Setelah bulan Mei 1998, ia langsung mendaftarkan diri sebagai mahasiswa di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS) di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) jurusan Bahasa Inggris. Selesai Ospek (orentasi pendidikan kampus) dan sebelum memulai menerima pelajaran mata kuliah, tepat tanggal 9 September 1998. Syafrudin Budiman bersama teman-teman mahasiswa se-angkatan, mulai mengikuti demontrasi dengan isu menolak kedatangan Presiden BJ Habibie pada Hari Olahraga Nasional.


    Ia ikut aksi bersama 3000-an mahasiswa Surabaya yang tergabung dalam Arek Pro-Reformasi (APR) yang beraliansi dengan massa buruh dan PDI Perjuangan mendemonstrasi Presiden “BJ Habibie”.


    “Diantara para korban yang kena pukul aparat, banyak temen-teman saya sekelas. Saya cukup prihatin, tapi kejadian itu tak pernah menyurutkan saya bergerak,” kata Rudi dengan menceritakan kejadian yang terjadi.


    Sejak momen demontrasi itulah ia mulai mengenal senior-seniornya di kampus UWKS. Disanalah semangat revolusionernya terpatri dan menggelora.


    Ratusan demontrasi dan diskusi ilmiah sering dia ikuti, sehingga akhirnya ia memutuskan berhenti kuliah di Jurusan Bahasa Inggris FKIP UWKS. Jurusan ini ditinggalkannya dan pindah ke Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UWKS untuk mengasah kepekaan sosialnya.


    Sampai menjelang pemilu legislatif 1999, Syafrudin Budiman mulai resah. Reformasi yang ia gelorakan bersama teman-temannya, mulai akan dibajak oleh partai politik berbendera reformis gadungan dan sisa-sisa orde baru.


    Kebutuhan untuk terlibat aktif dalam kancah politik kemasyaratan mulai tumbuh. Apalagi saat itu dirinya diajak oleh seniornya di FISIP UWKS, Moh. Sholeh mengajaknya untuk bergabung ke Partai Rakyat Demokratik (PRD). Sebuah partai politik yang mengusung jargon idealisme “Sosial Demokrasi Kerakyatan.”


    “Saya sering di-indentikkan sebagai aktifis kiri. Walaupun keluarga saya dari aktifis dan tokoh Muhammadiyah/Islam Modernis. Kiri bagi saya adalah simbol perlawanan terhadap penindasan dan Muhammadiyah berada didepan melawan penindasan, terutama membela kaum mustada’afin (kaum lemah) dari kemiskinan dan kebodohan,” ujar Syafrudin Budiman yang ibunya pernah menjadi Ketua PD Aisyiah Kabupaten Sumenep dan bapaknya adalah ustad di Majelis Tabligh Muhammadiyah Kabupaten Sumenep.


    Bersama Moh. Sholeh (saat ini menjadi pengacara terkenal di Jawa Timur) dan beberapa temannya di kampus yang tergabung dari organisasi benama ABRI (Aliansi Bersama Rakyat Indonesia). Budiman Sang Revolusioner ini mengusung bendera PRD sebagai simbol perlawanan politik terhadap kekuasaan.


    Syafrudin Budiman ditunjuk sebagai Ketua Pimpinan Kota Partai Rakyat Demokratik (KPK PRD) Kabupaten Sumenep oleh Moh. Sholeh Ketua KPW PRD Propinsi Jawa Timur. Pilihannya bergabung ke PRD tidaklah mudah, tentangan dari keluarga dan temannya mulai dirasakan sebagai konsekuensi pilihan politiknya.


    “Sayang PRD gagal tampil sebagai partai politik. Tetapi niat tulus untuk memperjuangkan rakyat kecil tidak hanya lewat parpol, namun juga bisa lewat pendampingan secara intensif di basis rakyat,” terang Rudi yang sering mengorganisir petani, buruh, mahasiswa dan kaum miskin kota.


    Lewat pemilu 1999 inilah, ia mulai banyak mengenal dan dikenal oleh tokoh-tokoh lokal Kabupaten Sumenep.


    Apalagi menjelang pemilihan Bupati Sumenep 2000-2005, Sang Revolusioner muda ini dengan tegas menyuarakan menolak tampilnya kepemimpinan militer. Dalam hal ini ia menolak dipilihnya kembali Letkol Soekarno Marsaid sebagai Bupati Sumenep.


    Aktifis Internal dan Eksternal Kampus


    Usai pemilu 1999, dirinya kembali ke kampus dan aktif sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Program Studi Ilmu Politik FISIP UWKS. Drs. Bambang Supriadi, Msi., Dekan FISIP yang sekaligus guru politiknya ini pernah mengatakan padanya. “Kamu memang pantas masuk FISIP, karena dapat menunjang minatmu di bidang sosial dan politik,” katanya menirukan kata-kata Dekannya.


    Sebagai mahasiswa progresif ia tak terlalu sulit beradaptasi pada pergerakan mahasiswa internal dan eksternal kampus. Sambil memegang kendali sebagai Ketua HMJ Ilmu Politik, dirinya juga dipercaya sebagai Ketua Litbang (Penelitian dan Pengembangan) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP).


    Dirinya biasa dipanggil Acong di kampusnya, juga menerima amanah sebagai Bendahara Senat Mahasiswa Univeritas Wijaya Kusuma Surabaya (SEMA-UWKS).


    Terakhir ia memangku amanah sebagai Ketua I Bidang Organisasi SEMA-UWKS dan dipercaya sebagai Ketua Sterring Komite, Latihan Kepemimpinan Manajemen Mahasiswa (LKMM) SEMA-UWKS. Sebuah bentuk perkaderan tingkat tinggi di kampus yang didirikan tokoh-tokoh Golkar Jatim.


    “Di kampus inilah saya banyak berdiskusi dan mengembangkan pemikiran. Ir. Bambang Eko Witono, PR III UWKS saya saat itu, banyak membantu wawasan saya. Dia pernah bilang kepada, kalau ingin sukses kita tidak boleh berfikir sempit dan serius menunjukkan jati diri sendiri,” terangnya mengenang saat jadi mahasiswa.


    Selain aktif di internal kampus, Putra bungsu dari lima bersaudara dari pasangan Ach. Zainuddin HR dan Mardhiyah ini, juga aktif dalam gerakan mahasiswa ekstra kampus. Kebetulah Syafrudin Budiman lebih memilih Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), mengingat keluarganya adalah aktifis dan tokoh besar Muhammadiyah.


    Pengalaman Organisasi di ektra kampus itu dimulai menjadi Ketua Umum Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (2002-2004) dan Ketua (Bidang Hikmah) Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC-IMM) Kota Surabaya. (2004-2005).


    Selanjutnya juga menerima amanah sebagai Ketua (Bidang Hikmah) DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Jawa Timur (2004-2006) dan terlibat aktif pada pendirian PC IMM Sumenep dan ditunjuk menjadi Ketua Umum (Cartaker) Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kabupaten Sumenep (2005-2007).


    Usai aktif di IMM Jawa Timur, Syafrudin Budiman juga menerima amanah sebagai Sekretaris (Bidang Sosek) Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (2006-2007) dan melalui resuffle dirinya dipilih sebagai Ketua (Bidang Sosek) Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (2007-2008).


    Di IMM anak muda ini dikenal sebagai “Macan Sidang” ketika ia menerima palu, tak pernah palu itu lepas dari tangannya dan kalau berdebat dengannya harus rasional dari sisi pemikirannya. Jika tidak, oleh macan sidang ini keinginan tersebut akan ditolak mentah-mentah. Bahkan ia tak segan-segan mengeluarkannya dari area sidang kalau tak mentaati aturan sidang.


    Sebagai Mantan anggota Biro Bidang Politik KNPI Jawa Timur (2005-2010) dan Ketua Umum Lingkar Studi Mahasiswa (LISUMA) Indonesia Propinsi Jawa Timur (2008-2009). Syafrudin Budiman selalu diminta menjadi pimpinan sidang di even-even besar, diantaranya pernah menjadi Ketua Presedium Sidang Muktamar IMM XII di Ambon (Mei 2006) dan Ketua Presedium Sidang Tanwir IMM Jelang Muktamar XIII di Bandar Lampung (Juli 2008).


    Pengiat Demokrasi dan HAM


    Nama dan tampang Syafrudin Budiman sering menghiasi media cetak dan elektronik saat menjadi aktifis hingga hari ini. Wacana dan statemen-nya sering masuk di media-media lokal dan nasional. Terkait isu-isu sosial budaya, ekonomi, politik, hukum dan pemerintahan.


    Sebagai aktifis Mahasiswa, dirinya juga aktif dalam isu HAM dan demokrasi. Dirinya bersama Hendy Prayogo (Sekretaris PSMTI Jawa Timur), tercatat dalam sejarah pernah mengundang aktivis HAM, (Alm) Munir SH ke SMU Muhammadiyah 2 Pucang Jl. Pucang Anom 91 Surabaya.


    Dalam sebuah acara Malam Peringatan Tragedi Mei 98 dan Refleksi enam Tahun Reformasi, tepatnya pada 17 Mei 2005.


    Saat itu, Syafrudin Budiman sebagai Ketua Panitia dan Rubaidi, Wakil Sekretaris PW Nahdlatul Ulama Jawa Timur sebagai Sekretaris Panitia.


    Selanjutnya tahun 2006 lalu, Rudi juga menggelar acara yang sama dan mengundang aktivis HAM, Ester Endrayani Yusuf, SH (Solidaritas Nusa Bangsa) dalam acara Malam Peringatan Tragedi Mei 1998 dan Refleksi Tujuh Tahun Reformasi, Senin 16 Mei di halaman SMU Muhammadiyah 2, Jalan Pucang Anom 91, Surabaya. Saat itu juga, Syafrudin Budiman sebagai Ketua Panitia dan Amelia Aini, Sekretaris PW Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) Jawa Timur sebagai Sekretaris Panitia.


    Acara yang diselenggarakan dua tahun berturut-turut tersebut, banyak hadir tokoh organisasi kemasyarakatan (ormas), LSM, mahasiswa, aktifis demokrasi dan HAM, tokoh tionghoa Jawa Timur dan para seniman. Acara itu berlangsung khidmat dengan pembacaan doa dan nyala lilin dengan lampu remang-remang untuk mengingat para korban tragedi Mei 98.


    Syafrudin Budiman saat pidato pembukaan acara tersebut mengatakan, pihaknya mendesak pemerintah agar mengusut tuntas tragedi Mei 1998 dan mengadili jenderal pelanggar HAM yang terlibat peristiwa Mei, serta mencabut produk undang-undang yang anti demokrasi dan melanggar HAM.


    Terlibat Politik Kebangsaan


    Semua orang tidak ragu lagi ketika dirinya dipercaya sebagai Sekretaris Inisiator Partai Matahari Bangsa (PMB) Jatim dan Sekretaris Pimpinan Wilayah PMB Jatim.


    Selain memang berbakat dalam dunia politik, dirinya juga lahir dari kalangan keluarga Politisi Muhammadiyah. Saat ia menjadi pendiri PMB usianya masih 26 tahun dan ia juga masih menjabat Ketua Bidang Sosek Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah periode 2006-2008.


    Disaat usianya 31 tahun Syafrudin Budiman terpilih sebagai Ketua Umum Majelis Imarah Pimpinan Wilayah Partai Matahari Bangsa (PW PMB) Jawa Timur melalui hasil reshuffle kepengurusan. Saat ini ia adalah salah satu ketua partai termuda di Jawa Timur dari 34 parpol yang ada di Jawa Timur.


    Dirinya dipilih untuk menggantikan Mufti Mubarok yang terlibat aktif pada pendirian Partai Nasdem dan Ormas Nasional Demokrat. Wajar saja jika dirinya yang juga Konsultan Politik dan Media ini dipilih menjadi Ketua PW PMB Jawa Timur. Mengingat komitmen dan konsistensi perjuangannya tidak mengedepankan gerakan pragmatisme semata.


    Dalam Rapimnas Partai Matahari Bangsa 30 April – 01 Mei 2011 di Hotel Gren Alia Cikini Jakarta, ia menyampaikan pidato politiknya.


    “Warga Muhammadiyah dan generasi muda-nya tidak bisa berpijak pada kaki orang lain, namun harus berpijak pada kaki sendiri. Mengingat cita-cita dan tujuan Muhammadiyah tergantung para kadernya. Termasuk keterlibatannya dalam dunia politik kebangsaan,” katanya disambut aplaus dari peserta Rapimnas.


    Syafrudin Budiman pernah Calon Anggota Legestalif (caleg) Daerah Pemilihan VIII (Kota Mojokerto, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Jombang, Kabupaten Madiun dan Kota Madiun) nomor urut 1, tetapi gagal terpilih. Sang Revolusioner ini tak pernah menyerah dan frustasi dalam perjuangan kerakyataan dan kebangsaan di Jawa Timur.


    Setelah itu dirinya bergabung ke Partai Amanat Nasional (PAN) sebagai Caleg DPR RI Tahun 2014. Setelah secara resmi PMB bergabung dengan partai yang dikomandani Hatta Rajasa ini.


    Ia saat itu menjadi Caleg DPR RI PAN Dapil Jatim I Surabaya – Sidoarjo. Politisi muda ini maju sebagai Caleg PAN berdasarkan usulan Ketua Umum PP PMB, Imam Addaruqutni. Ia pada 2019 sempat bergabung ke PSI sebagai Caleg DPRD Propinsi Jawa Timur Dapil 14 Madura No 1 dan sekarang mendirikan partai politik bernama Partai UKM Indonesia yang akhirnya ikut bergabung ke PAN.


    Dirinya juga aktif sebagai Ketua Umum Presidium Pusat Barisan Pembaharuan (PP-BP) organisasi relawan yang mendukung Jokowi-Amin 01 pada Pilpres 2019. Bersama Aliansi Relawan Jokowi (ARJ), Koalisi Nasional Relawan Muslim Indonesia (KN-RMI) dan Posko Relawan 01 banyak terlibat aktif pada kegiatan-kegiatan pemenangan dan sosialisasi pemerintahan Jokowi-Amin.


    Konsultan Media dan Politik


    Dengan pengalamannya dibidang media dan politik, Syafrudin Budiman juga aktif gerakan intelektual dengan menjadi Jurnalis, Penulis, Analis Pemerhati Sosial Politik dan Media. Hal ini menjadi mata pencahariannya sejak di mahasiswa 2021. Dirinya juga sering diundang oleh-oleh TV, Radio dan media cetak untuk mengisi dialog dan wawancara tentang situasi politik lokal dan nasional.


    Beberapa media tersebut yang sering meliput Syafrudin Budiman diantaranya, RCTI, Metro TV, TVRI, JTV, SBO TV, Madura Channel, RRI, Nada FM, Suara Surabaya, Radio Muslim Surabaya dan berbagai media cetak dan elektronik lainnya.


    Syafrudin Budiman juga spesialis bidang media dalam Tim Kampanye dan Politik Personal Branding bagi calon bupati dan wakil bupati, serta anggota DPR RI, DPRD Jatim dan DPRD Kabupaten/Kota.


    Bahkan pada Pilpres 2019, ia dipercaya menjadi kordinator media center Rumah Aspirasi Rakyat 01 Jokowi-Amin oleh Deddy Yesfry Sitorus berdasarkan rekomendasi Bang Jay dan Almarhum Muhammad Yamin (Ketua Umum Seknas Jokowi).


    “Sebagai jurnalis, penulis, analis media dan sosial politik saya sangat senang, sehingga bisa menyampaikan ide, gagasan dan bahkan kritik,” kata pria yang gemar musik rock alternatif ini.


    Karirnya di bidang media dan lembaga sosial kemasyarakatan cukup bagus. Pengalaman kerjanya ia mulai sebagai Reporter dan Wakil Manejer Radio WK FM Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (2001-2003), Wartawan Surabaya Post (2002-2003), Wartawan dan Kepala Biro Radar Minggu (2004-2006).


    Selain itu pegiat seni dan budaya ini juga pernah menjadi Redaktur Koran Mandarin Rela Warta/Cheng Bao (2004-2005) milik sahabatnya almarhum Hendi Prayogo (Sekretaris PSMTI Jawa Timur).


    Pernah juga menjadi konstributor di media persyarikatan Muhammadiyah www.muhmmadiyah.or.id (2006-2007). Dirinya sebelumnya juga pernah menjadi kontributor Republika (2010) di Madura dan Redaktur Senior di www.jifoksi-mti.com, sebuah media khusus informasi pengadaan barang jasa dan konstruksi.


    Dalam media seni dirinya pernah mendirikan liputanwinda.com (Warta Indonesia Berbudaya), dimana ia menjadi pemilik dan penulis. Ia juga pernah jadi Ketua Panitia Festival Madura 2009, sebuah festival kebudayaan yang digelar tiga hari dengan bendera Plat M.


    Selain saat Pilpres 2019, ia juga aktif sebagai Ketua Festival Film Pendek Jokowi 2018, Workshop Batik 2019, Festival Melukis Jokowi (Lukis Mural, Melukis Kopi, Workshop Melukis, Melukis Cepat dan Pameran Lukisan Jokowi) 2019 di Rumah Aspirasi Rakyat 01 Jl. Proklamasi 46 Jakarta Pusat.


    “Saya sangat senang terlibat dalam kegiatan kebudayaan. Melalui budaya kita bisa memberikan pesan-pesan moral dan humanitas untuk kebangsaan,” tukasnya.


    Sementara itu dalam kegiatan sosial kemasyarakatan Rudi pernah bekerja sebagai Koordinator Entry Data Pemilu Legeslatif 2004, Pilpres I dan II di Jawa Timur 2005 DPD IMM Jawa Timur. Ia juga terlibat aktif sebagai Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat (JPPR) DPD IMM Jawa Timur bekerjasama dengan The Asia Fondation (2004-2005).


    Sebagai konsultan Media dan Politik Syafrudin Budiman memiliki lembaga yang bergerak pada Riset dan Penelitian dengan nama Lembaga Andalan (Analis Politik dan Media) (2004-sekarang). Lewat lembaga ini dirinya sering menerima order untuk sebuah pemetaan politik, magerial dan opinion building politik.


    Tulisan dan karya ilmiahnya sering dimuat di berbagai media cetak dan online, terkait masalah Pilkada dan Pemilu. Ia juga sering diundang menjadi pembicara dalam Diskusi, Seminar, Pelatihan dan Focus Group Discussion (FGD).


    Cicit Tokoh Besar Muhammadiyah dan Nadlatul Ulama (NU)


    Syafrudin Budiman adalah cicit dari (Alm) KH.Mas Mansur, Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah jaman kemerdekaan, yang juga Inspirator berdirinya Majelis Islam A’la Indonesia (MAIA) yang bermetamorfosa menjadi Masyumi.


    KH. Mas Mansur berhasil melakukan gebrakan politik yang cukup berhasil bagi ummat Islam dengan memprakarsai berdirinya MAIA, bersama Hasyim Asy’ari dan Wahab Hasboellah yang keduanya dari Nahdlatul Ulama (NU).


    KH Mas Mansur juga memprakarsai berdirinya Partai Islam Indonesia (PII) bersama Dr. Sukiman Wiryasanjaya sebagai perimbangan atas sikap non-kooperatif dari Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Demikian juga ketika Jepang berkuasa di Indonesia, KH. Mas Mansur termasuk dalam empat orang tokoh nasional yang sangat diperhitungkan, yang terkenal dengan empat serangkai, yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan KH. Mas Mansur. (id.wikipedia.org/wiki/Mas_Mansoer#Terpilih_menjadi_Ketua_PB_Muhammadiyah).


    KH Mas Mansur termasuk dalam Keluarga Besar Sagipodin (Bani Gipo) yang dikenal memiliki akar yang kuat di kalangan Muhammadiyah maupun Nahdlatul Ulama, Kedua Cucu Sagipodin yakni KH Mas Mansur dan KH. Hasan Basri (Hasan Gipo) merupakan dua tokoh penting dalam pertumbuhan Muhammadiyah dan NU.


    Dimana yang seorang dipercaya sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah, sementara seorang lagi mendapat amanat sebagai Ketua Tanfidziyah Nahdlatul Ulama (NU) Pertama kali.


    Selain sebagai Cangka dari KH. Mas Mansur, Syafrudin Budiman juga merupakan cangka dari R. Musaid “Seorang Pejuang Budaya,” yang juga seorang tokoh Muhammadiyah di Sumenep Madura.


    Jadi sangat wajar jika Syafrudin Budiman secara politik kebangsaan mewakili KH. Mas Mansur atau KH. Hasan Bisri (Hasan Gipo) dan dari sisi cintanya kepada kebudayaan Syafrudin Budiman mewakili Raden Musaid “Werdisastro”.


    Raden Musaid adalah Sastrawan Legendaris yang berjasa menulis Babad Sumenep. Awalnya penulisan tersebut dimaksudkan sebagai upaya pelurusan sejarah terutama sejarah Islam di sumenep dalam bingkai dinamika hubungan antar etnik yang berlangsung damai.


    Dalam Babad itu digambarkan pula tumbuh kembang sebuah komunitas masyarakat berperadaban dan berperilaku elok yang disebut Bangselok.


    Sebagai Budayawan dan Pejuang secara cerdik Raden Musaid berupaya mengobarkan semangat perjuangan anti penjajahan kolonial belanda melalui simbol dan kiasan yang banyak terdapat dalam Babad yang dikarangnya.


    Raden Musaid mendapat gelar “WERDISASTRO.” dan mendapat penghargaan sejumlah uang gulden dari Belanda, karena kemampuannya dalam sastra.


    Sejak itulah Raden Musaid dikenal sebagai R. Musaid Werdisastro, ketika tarikh masehi menginjak 15 Pebruari 1914 Naskah Babad Sumenep tersebut naik cetak dan diterbitkan oleh Balai Pustaka. Sehingga anggapan Raden Musaid sebagai sastrawan lokal menjadi terbantahkan, Babad Sumenep menjadi sebuah naskah budaya yang memperkaya khazanah budaya dan sejarah bangsa.


    Raden Musaid yang budayawan dan cendikiawan memiliki kedekatan dengan Kyai Haji Mas Mansur yang berdarah Sumenep, dalam berbagai biografi disebutkan bahwa KH Mas Achmad Marzuki (ayahanda Mas Mansur) terhitung masih keturunan dari bangsawan Sumenep.


    “Raden Musaid menjadi penggerak pengembangan Muhammadiyah di Sumenep, beliau secara tegas menolak dikotomi NU-Muhammadiyah, menurutnya NU-Muhammadiyah atau Ormas keagamaan lainnya sama-sama bisa menjadi jembatan pergerakan berbasis keagamaan yang bisa mengantarkan ummat menggapai pencerahan spiritual,” kata Gus Din sapaan akrab Syafrudin Budiman.Lahir Dari Keluarga Pergerakan Politik dan Dakwah


    Syafrudin Budiman memiliki kakek almarhum Ustadz atau KH. Abd.Kadir Muhammad (AKM) adalah Ketua PD Muhammadiyah Sumenep-Madura yang juga mantan anggota DPRD Sumenep dari Masyumi. Sementara Bapaknya Ustadz Ach. Zainudddin HR pernah menjadi Ketua PCM Sumenep/Lembaga Dakwah Khusus PP Muhammadiyah.


    Sedangkan Ibunya Mardhiyah adalah mantan Ketua Umum Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiah Sumenep (PD NA) periode 1992-1997.


    Kedua orangtuanya sama-sama aktifis PII dan KAPPI/KAMMI tahun 66-67 dan sempat aktif di GPI underbow Masyumi.


    “Saya memang lahir dari keluarga politisi dan keluarga struktur Muhammadiyah. Malah yang mendorong saya bergabung ke Partai Matahari Bangsa (PMB) adalah keluarga sendiri. Ketika kami kedatangan KH. Imam Addaruqutni, Ketua Umum PP PMB di Sumenep Madura 2007 lalu, yang menyambut hangat adalah keluarga besar AKM,” kata Gus Din bercerita.


    Walaupun Syafrudin Budiman lahir dari keluarga Muhammadiyah dan NU. Dirinya tetap dipanggil Gus oleh beberapa kyai, santri dan kalangan Nadliyin. Sebab, selain lahir dari keluarga berpendidikan, ningrat dan tokoh-tokoh agama, Gus Din dikenal sangat berbaur dengan kalangan NU di Madura dan Jawa Timur.


    Keluarga besar Gus Din semuanya dimakamkan di Pemakaman Raja-Raja Asta Tinggi, tepatnya di Komplek Pemakaman Adipati Suroadimenggolo dan Adipati Priggolojo, yang juga mertua dan ipar Sultan Abdurrahman (Panembahan Semolo/Pakunata Diningrat I) Raja Sumenep. 


    Politisi Muda Bersih dan Anti Suap


    Gus Din sebagai Ketua DPW PMB Jatim saat itu dikenal dekat dengan kalangan NU. Terbukti dirinya loyal mendukung calon Gubernur Khofifah Indar Parawasa pada Pilgub 2013.


    Konsistensi mendukung Khofifah dan menolak disuap 2 Milyar oleh kelompok Soekarwo untuk mencabut dukungan kepada Khofifah ditolaknya.


    Langkah Gus Din banyak mendapat pujian karena menolak begal demokrasi, diantaranya dari KH. Hasyim Muzadi, KH. Salahuddin Wahid dan Rizal Ramli.


    “Saya takjub sama mas Syafrudin Budiman, politisi muda yang teruji dan komitmen pada perjuangan. Walau ancaman dan godaan ada dihadapannya,” kata Khofifah dalam konferensi pers menolak pembegalan politik, Mei 2013 lalu.


    Yang menjadi saksi kejadian nyata tersebut adalah KH. Imam Addaruqutni MA Ketua PP PMB dan sekarang Sekjen Dewan Masjid Indonesia (DMI) yang terus digoda mencabut dukungan. Bahkan, kadang KH. Imam Addaruqutni sering menyampaikan kepada generasi muda Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) untuk meniru langkah Syafrudin Budiman, Politisi Muda yang tidak goyah dan komitmen perjuangan walau digoda uang milyaran.


    “Saya termasuk salut akan perjuangkan Syafrudin Budiman. Langkah dan gerakannya bisa menjadi contoh generasi muda kedepannya,” kata Imam Addaruqutni saat disambangi Syafrudin Budiman dikediamannya, Juli 2021 lalu. (KT-GD)

    Jangan Lewatkan...

    Baca Juga

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Syafrudin Budiman Politisi Muda Ini, Lahir dari Aktivis dan Jurnalis Rating: 5 Reviewed By: Kompas Timur
    Scroll to Top