Namlea, Kompastimur.com
Menghubungi wartawan media ini lewat pesan WhatsApp, Asrul Pical mengakui rekaman percakapan dua arah yang kini beredar luas di WhatsApp itu terjadi antara dirinya dengan seorang pekerja tambang emas ilegal bernama Cak Min dan sengaja direkam oleh orang yang diketahuinya bernama Ari.
Dalam rekaman percakapan itu, Asrul Pical meminta upeti Rp.2 juta dari baktenaman emas yang menggunakan pula Bahan Beracun Berbahaya (B3) seperti asam cianida dan kotiks.
Namun Cak Min menolak membayarnya dan menjelaskan sudah menyetor Rp.3 juta ke orang lain bernama Fikri sebagai pemilik patok, sehingga kalau membayar sesuai yang diminta Asrul , maka ia akan merugi.
"Dalam isi rekaman itu seng (tidak) ada penyebutan nama institusi. Itu beta sebut punda bukan polda. Maksud punda itu bunda, cuma beta salah ucap,"luruskan Asrul Pical.
Akui Asrul Pical, paska rekaman itu beredar luas, tagihan uang dari bak rendaman sudah tidak jalan.
Awalnya, niat melakukan pungutan dari bak rendaman itu untuk diberikan Asrul Pical kepada para tokoh agama di Kayeli. Namun buyar pasca rekaman percakapan itu beredar luas.
Kini lanjut dia, bosnya yang menggarap rendaman di GB diminta bantuan untuk membuka dua bak rendaman dan keuntungannya disisihkan untuk diberikan kepada tokoh agama di Kayeli.
Untuk membuktikan penjelasannya itu, Asrulengirim satu buah foto saat itu menyerahkan segepok rupiah berwarna merah kepada seseorang tokoh di Kayeli. Ia meminta agar foto itu tidak dipublikasi.
Disadarinya bahwa tambang di GB ini masih ilegal. Tambang itu hanya memperkaya orang dari bos-bos tambang luar, sedangkan tokoh di negeri Kayeli tidak diperhatikan.
"Lalu apakah salah beta drngan Abang Alham Bihuku dan raja dengan hati yang tulus ingin menerapkan satu aturan di areal negeri sebagai upeti yang ktong berikan kepada tokoh agama kayeli sebagai rasa peduli katong par dong,"gugah Asrul Pical.
"Selama tambang ini jalan secara ilegal katong pung tokoh agama di kayeli mau isap rokok sajs stengah mati.Sementara hasil dia atas ratusan juta yang masuk tuk bos dari luar. Sementara Katong cuma hanya minta sedikit risky/upeti par lia Katong pung tokoh agama saja jadi maslah,"soalkan dia.
Sementara itu, hasil pantauan di GB sampai hati ini, aktivitas tambang ilegal masih terus berlangsung.
Paska dihimbau Penjabat Bupati Buru, Dhjalaludin Salampessy pada Jumat lalu agar stop penambangan emas ilegal di GB dan Gogorea, tidak ada satupun yang mengubris himbauan ini.
Aktifitas pengolahan pengolahan emas dengan B3 terus kian marak dengan semakin menjamurnya bak-bak rendaman di GB.
Beberapa sumber terpercaya menyebut, rendaman kian marak, karena ada bekingan dari sejumlah orang yang pasang badan sebagai pemilik dari bos-bos yang mengelola rendaman ini.
Setiap kali toyong atau ambil hasil, dikhabarkan oknum- oknum bekingan ini mendapat angpao sebesar Rp.2,5 juta per bak.
"Satu orang dijatah satu bak, termasuk dijatah kepada oknum yang mengaku-ngaku wartawan,"beber sumber ini.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kalau Penjabat Bupati Buru, Djalaluddin Salampessy mengakui, eksploitasi emas oleh para pelaku Penambangan Tanpa Izin (PETI) di Gunung Botak yang tidak terkendali akan berdampak terhadap kerusakan lingkungan cukup parah pada 10-15 tahun mendatang.
Memberikan sambutan sekaligus membuka Rakerda DPC Ikatan Alumni Universitas Pattimura (Ikapati) Kabupaten Buru, di Aula Kantor Bupati, Kamis (23/6/2022), Djalaluddin Salampessy mengatakan, kalau beberapa tahun terakhir ini isue hangat yang kemudian menjadi perhatian regional maupun internasional terkait dengan lingkungan di GB, kini kian memprihatinkan."Sangat memprihatinkan,"tandas Salampessy .
Kondisi yang sangat memprihatinkan di Gunung Botak itu telah dilaporkan kepada Gubernur Maluku, Murad Ismail."Kemarin kami melaporkan kepada pak gubernur, bahwa pak gubernur harus ada tindakan cepat, kalau tidak lingkungan kita tidak akan bertahan dalam 10-15 tahun ke depan,"sambung Salampessy.
Salampessy yang akrab dipanggil Djar ini menguraikan, bahwa Wilayah perkebunan, sawah - sawah kita, hutan kita, tidak bisa memberikan kehidupan dan kesejahteraan masa depan di negeri ini kalau PETI di GB terus dibiarkan.
Kalau dibiarkan tidak terkendalinya eksploitasi yang tidak terkontrol oleh PETI , maka penambangan liar yang dilakukan itu kemudian akan berdampak terhadap lingkungan "Ini bukan peristiwa kecil.Ini peristiwa dunia bapak-ibu,"sentak Djar.
Disentil berbagai history, terkait dengan Teluk Minamata, Peristiwa Nuklir di Chernobyl dan beberapa kejadian yang betul-betul mengharu-birukan kehidupan buat manusia di saat itu.
Dengan cerita history ini, ia mengingatkan, bila eksploitasi di GB tidak dikendalikan,maka dikhawatirkan nantinya Buru bukan lagi bagian dari masa depan.
"Buru ini besar, negeri rete mena bara sehe, maju terus pantang mundur.Tidak pernah berpaling ke belakang. Jadi, teman-teman Ikapati mari kita bekerjasama membuka ruang, membuka pintu-jendela daerah itu, membuka pintu pulau Buru yang luasnya sembilan ribu meter lebih menjadi pulau yang memberikan harapan sehingga semua orang ingin datang ke sini,"gugah Djar.(LTO)
0 komentar:
Post a Comment