Ketua DPD PSI Kabupaten Buru Selatan, Sami Latbual
Namrole, Kompastimur.com
Kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM), khususnya bensin jenis pertalite di Kota Namrole, Kabupaten Buru Selatan (Bursel) beberapa waktu lalu sangat meresahkan masyarakat di daerah itu.
Pasca kondisi itu, Dinas Perdagangan Kabupaten Bursel dibawa kepemimpinan Hamis Souwakil malah mengeluarkan surat edaran untuk melarang APMS yang ada di Desa Lektama dan Desa Labuang Kecamatan Namrole untuk menjual bensin kepada para pengecer yang biasanya mengecer bensin di sepanjang jalan Kota Namrole.
Akibatnya masyarakat pun kesulitan untuk membeli bensin lantaran kedua APMS itu pun tidak melakukan penjualan 24 jam tetapi dibatasi waktu penjualannya.
Menyikapi kondisi ini, Ketua DPD Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kabupaten Bursel, Sami Latbual pun angkat bicara.
Menurut Latbual, hal ini harus menjadi persoalan bersama yang harus dipecahkan dengan solusi terbaik agar masyarakat di Namrole secara khusus maupun Kabupaten Bursel secara menyeluruh tidak kesulitan akan kebutuhan mereka terhadap bensin.
"Persoalan BBM di Namrole ini harus dilihat sebagai persoalan bersama yang harus ditanggapi serius oleh Dinas terkait, yakni Dinas Perdagangan," kata Latbual kepada media ini, Sabtu (26/03).
Tak hanya Dinas Perdagangan, Latbual pun berharap agar pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Bursel pun dapat responsif terhadap masalah kerakyatan ini.
"Selain itu Beta juga berharap kepada pimpinan dan anggota DPRD untuk kiranya melihat ini sebagai persoalan bersama. Olehnya itu, DPRD baiknya membentuk tim bersama, baik DPRD, Dinas Perdagangan dan pihak terkait. Bila perlu libatkan pihak kepolisian untuk melakukan monitoring, evaluasi, investigasi dan lain-lain terhadap distribusi minyak dari Pertamina Namlea ke Bursel," ucapnya.
Babhkan, lanjutnya, kalau perlu, undang pihak Pertamina Namlea untuk gelar rapat dengar pendapat sehingga disitu bisa diketahui bahwa setiap bulan berapa stok minyak yang dipasok dari Pertamina Namlea ke Kabupaten Bursel, yakni di Kota Namrole, Kecamatan Wamsisi, Kecamatan Leksula, Kecamatan Ambalau dan Kecamatan Fena Fafan.
"Kalau menurut Pertamina mereka tidak distribusikan ke kecamatan-kecamatan tidak masalah, tapi kalau minyak itu sering disuplai, maka pertanyaannya adalah minyak itu didistribusi kemana sehingga masyarakat yang ada di kecamatan-kecamatan ini tidak dirugikan," ujarnya.
Sebab, ketika bensin didistribusikan oleh Pertamina Namlea ke Kota Namrole, ternyata cepat habis dan mengalami kelangkaan.
"Kelangkaan bensin di Kota Namrole ini terjadi karena bukan hanya warga Namrole yang menggunakan bensin tersebut, tetapi warga dari kecamatan lain juga seperti Kecamatan Waesama, Ambalau, Kecamatan Fena Fafan maupun Kecamatan Kepala Madan ketika beraktivitas di Kota Namrole dengan Bodi Jomson, Mobil maupun Sepeda Motor, mereka juga membeli bensin di Namrole untuk kembali lagi, itu berarti semua tumpuan pembelian ada di Kota Namrole, khususnya di dua APMS yang ada di Desa Lektama dan Desa Labuang," jelasnya.
Padahal, lanjutnya, ada sejumlah APMS lain di Kecamatan Waesama, Kecamatan Ambalau, Kecamatan Leksula dan Kecamatan Fena Fafan.
"Yang jadi pertanyaan adalah sejauh mana pengawasan Dinas Perdagangan terhadap APMS yang ada di Wamsisi, Kecamatan Waesama, APMS yang ada di Ulima Kecamatan Ambalau, APMS yang ada di Leksula, Kecamatan Leksula dan APMS yang ada di Waekatin Kecamatan Fena Fafan," tanyanya.
Sebab, sangat aneh jika ada APMS di kecamatan-kecamatan, tetapi di kecamatan-kecamatan itu pun sering mengalami kelangkaan bensin dan bahkan kenaikan harga.
"Semua APMS harus dinormalkan sehingga warga dari Kecamatan lain juga tahu bahwa ada stok BBM di APMS yang ada di wilayahnya. Ini harus dilihat secara serius oleh Dinas Perdagangan," paparnya.
Karena kalau APMS di Leksula itu dia normal, menurutnya, orang Leksula tidak mengalami kesulitan minyak seperti sekarang.
"Begitu juga dengan APMS yang ada di Wamsisi. APMS di Wamsisi dalam beberapa waktu kemarin masih dalam proses perbaikan atau rehab. Itu berarti belum ada stok minyak yang masuk kesana, tapi informasi yang kami dapatkan bahwa minyak dari Namlea jatah ke Wamsisi sering masuk, pertanyaannya ini disuplai kemana. Begitu juga dengan yang ada di Fena Fafan dan Ambalau," urainya.
Kata Latbual, Dinas Perdagangan harus menaruh perhatian serius terhadap persoalan ini sehingga tidak terkesan Dinas Perdagangan hanya melaksanakan tugas di Namrole dan mengabaikan kecamatan lain yang merupakan bagian dari Kabupaten Bursel.
Sebab, menurutnya, saat ini bukan hanya masyarakat yang menggunakan kendaraan roda empat dan roda dua saja yang kesulitan mendapatkan bensin, tetapi masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan pun kini dipersulit dengan kebijakan yang dilakukan oleh Dinas Perdagangan.
"Kita ambil contoh seperti para nelayan yang saat membeli minyak pun terkesan dipersulit dengan harus memiliki surat izin dan segala macam, padahal kebutuhan melaut ini merupakan kebutuhan untuk meningkatkan kesetaraan hidup yang tidak perlu dipersulit," paparnya.
Parahnya lagi, bukan hanya saat minyak langkah saja, tetapi saat minyak ada pun masyarakat sulit karena dua APMS di Namrole dalam pelayanan kepada masyarakat pun tidak masksimal karena batasan jam penjualan yang diberlakukan pihak APMS. Padahal banyak masyarakat yang sudah antri berjam-jam dan capeh-capeh tetapi tidak dapat membeli.
Sementara, kebutuhan masyarakat di kecamatan-kecamatan juga cukup banyak, misalnya masyarakat yang ada di Desa Nalbessy, Kecamatan Leksula yang mayoritas penduduknya adalah nelayan.
"Contohnya mayoritas masyarakat Nalbessy itu adalah nelayan dan membutuhkan minyak setiap hari itu cukup banyak, sementara minyak langkah di Leksula dan semua beli di Namrole, begitu juga masyarakat dari Kecamatan lain," ungkapnya.
Sementara, lanjutnya, Dinas Perdagangan telah melarang pihak APMS menjual kepada pengecer tanpa memberikan penjelasan kepada maayarakat.
"Dinas Perdagangan harusnya bisa menjelaskan kepada masyarakat, tidak serta merta langsung menghentikan masyarakat untuk tidak menjual. Kalau ada regulasi yang mengatur tentang masyarakat sebagai pengecer itu tidak bisa menjual karena ada regulasi yang membatasi, ini harus disosialisasikan, harus dijelaskan kepada masyarakat agar masyarakat mengerti dan masyarakat tahu bahwa masyarakat tidak bisa menjual minyak karena ada regulasi ini yang tidak menghendaki dan tidak serta merta dihentikan tanpa ada penjelasan sehingga masyarakat jadi bingung," tuturnya. (KT-01)
.
0 komentar:
Post a Comment