Demsi Seleky, Kades Waekatin, Kecamatan Fena Fafan, Kabupaten Bursel |
Hal ini diperjelas Kapolsek Leksula, Iptu Obed Nego Remialy saat dihubungi awak media, Sabtu (20/11/21).
Menurut Remialy, laporan awal masyarakat Waekatin masih bersifat mediasi. Namun dari pihak Kades Waekatin, Demsi Seleky tidak pernah menghargai hal tersebut.
Bahkan undangan yang dikirimkan ke Kades Waekatin juga tidak pernah ditanggapi dengan serius.
"Kemarin belum ada panggilan, tapi undangan untuk klarifikasi sebanyak tiga kali karena masih dalam tahap lidik. Jadwal hari Kamis kemarin, korban dan saksi datang untuk di BAP tapi tidak datang karena mungkin ada kendala," jelas Remialy.
Terkait masalah itu, Kapolsek menjelaskan, awal itu bersifat undangan. Jadi kalau datang dan tidak datang itu terserah dari saksi tetapi jika sudah dinaikan ke sidik, berarti mau tidak mau saksi harus datang.
"Terhadap perkara tersebut telah kami gelar untuk tingkatkan ke sidik, karena itu setelah saksi-saksi rampung, kami akan panggil terlapor sebagai saksi untuk di BAP," terang Kapolsek.
Lanjutnya, jika Kades Waekatin masih bersikeras dan tidak memenuhi panggilan untuk di BAP, maka langka penjemputan bisa dilakukan.
"Kalau tahap sidik dan tidak datang untuk di BAP maka kita bisa lakukan penjemputan," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, akibat belum melunasi dana operasional BPD Waekatin tahun 2019 dan 2020 sebanyak Rp.40.000.000 dan membayar Gaji 15 staf dari tahun 2019 sampai 2020 sebanyak Rp.167.250.000, Kepala Desa (Kades) dan Bendahara Desa Waekatin, Demsy Seleky (50 th) dan Lepni Hukunala (40 th) dilaporkan ke Polsek Leksula.
Hal tersebut dibenarkan salah satu mantan anggota BPD Waekatin, Veky Seleky saat dihubungi wartawan, Jumat (8/10/21) malam.
Menurut Veky, berdasarkan surat kesepakatan bersama antara Kades, Bendahara dan Ketua BPD, Garadus Solissa (60 th) dan disaksikan dirinya selaku saksi pada tanggal 29 Juni 2021 lalu, Demsy Seleky dan Lepni Hukunala bersedia membayar dana operasional BPD tersebut dengan cara mencicil.
Dimana, sesuai surat kesepakatan yang telah ditandatangi kedua bela pihak lengkap dengan meterai itu, pihak Kades dan Bendahara bersedia membayarkan dana operasional BPD dalam dua tahap.
Tahap pertama akan dibayar Rp.20 juta saat pencairan Dana Desa tahap II dan sisanya akan dibayarkan saat pencairan Dana Desa tahap III.
Sementara dalam surat perjanjian bersama terkait pembayaran gaji 15 staf Desa dan BPD, Kades bersama Bendahara Waekatin bersedia membayar lunas pada 20 Juli 2021.
"Surat kesepakatan itu benar, surat itu kami buat di Namlea dirumah salah satu Anggota Polisi karena dimediasi secara kekeluargaan, namun kenyataan sampai saat ini Kades dan bendahara lari dari kesepakatan," ucap Veky.
Ia menjelaskan dalam surat kesepakatan bersama soal pembayaran Gaji 15 staf itu Kades dan bendahara bersedia membayarkan sebanyak 5 bulan sesuai dengan yang belum dibayarkan, tetapi setelah kembali ke desa, Kades dan Bendahara mulai lari dari kesepakatan.
"Kita kan buat kesepakatan bersama dibayar gajinya selama 5 bulan, tetapi saat pulang di desa Kades hanya ingin bayar 1 bulan saja makanya kami tidak terima dan sudah kami laporkan ke Polsek Leksula tapi Kades tidak memenuhi panggilan pihak Polsek," ujarnya.
"Jika tidak selesai, kami akan lanjut ke Polres Buru, karena di surat kesepakatan itu sudah jelas bahwa jika tidak dibayarkan sesuai tanggal dan waktu yang ditentukan maka akan diproses sesuai hukum yang berlaku. Saat ini kita sudah ke Polsek Leksula, tapi tidak ada titik terang karena Kades tidak memenuhi panggilan maka tidak menutup kemungkinan kami akan ke Polres," sambungnya.
Lebih jauh Veky katakan, seharusnya pihak Kades dan Bendahara memenuhi panggilan Polsek Leksula agar dapat diatur dan dicarikan solusi serta jalan keluar untuk penyelesaian masalah tersebut.
"Tapi Kades sampai saat ini tidak ada itikad baik dalam menyelesaikan masalah ini, maka akan kami proses sesuai hukum yang berlaku dengan dugaan penyalahgunaan dan penggelapan Dana Desa," tegasnya.
Tak hanya dana operasional BPD dan gaji 15 staf, namun Kades juga diketahui berhutang kepada Garadus Solissa sebanyak Rp. 32.744.000.
"Kalau yang 32 juta lebih itu hutang pribadi antara Kades dengan Bapak Garadus Solissa. Saya tidak ikut campur karena saya hanya jadi saksi di surat Gaji staf dan dana Operasional BPD," tandasnya.
Sedangkan Ketua BPD, Garadus Solissa juga membenarkan masalah tersebut. Solissa katakan, Kades saat ini tidak pernah membangun komunikasi dengannya dan terkesan cuek dengan keadaan.
"Kades ada di desa, tidak ada komunikasi. Selasa ini saya turun ke Polsek untuk desak buat panggilan ke III, kalau dia tidak hadir juga saya akan desak Polsek turun angkat dia di desa. Dia ini mungkin pikir beckupannya kuat jadi dia begitu," ucap Solissa melalui selulernya.
Lanjutnya, untuk hutang pribadi Kades, Solissa berjanji akan memprosesnya sesuai aturan hukum yang berlaku jika tidak diselesaikan.
"Dia itu hutang di kios saya, sampai sekarang belum dilunasi. Kita tunggu proses di Polsek ini bagaimana, kalau tidak ada solusi baru bisa kita lanjut ke Polres. Kami berharap Kades hadir dan masalah ini bisa selesai di Polsek," tutupnya.
Sedangkan Kapolsek Leksula, Iptu Obed Nego Remialy saat dihubungi membenarkan adanya laporan tersebut.
Ia menjelaskan, pasca ada laporan yang masuk, pihaknya sudah menginterogasi saksi-saksi. Sampai saat ini pihaknya sudah melayangkan panggilan sebanyak dua kali kepada Kades, namun Kades tidak pernah memenuhi panggilan Polisi.
"Sudah dua kali kita panggil kadesnya tapi tidak pernah hadir. Kemarin juga kami disibukan dengan kegiatan 100 tahun Gereja Leksula jadi belum sempat kami buat panggilan. Saya sementara di Namlea, nanti kembali kita akan atur untuk panggilan ke tiga," tandasnya.
Sampai berita ini dikirim, Kades dan Bendahara Desa Waekatin, Demsy Seleky dan Lepny Hukunala saat dikonfirmasi tidak membalas pesan singkat yang dikirim. (Tim)
0 komentar:
Post a Comment