Namlea, Kompastimur.com
Dengan berkedok uji coba, oknum dari Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (APRI), Irwan Molle alias Irawan Tambang, leluasa berkiprah di tambang ilegal Gunung Botak (GB) dengan mengolah biji emas menggunakan sistim Tong di Desa Wabloy, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru.
Padahal Irwan Molle pernah mendesak pemerintah dan TNI - Polri agar menutup paksa tambang ilegal di GB. Bahkan ikut menuding Dandim 1506/Namlea, Letkol Arh Agus Guwandi dan Kapolres Pulau Buru, AKBP Egia Febri Kusumawiatmaja yang kurang sepatutnya seraya meminta agar keduanya dicopot dari jabatan.
Tidak hanya itu, institusi baju coklat juga dituding membiarkan negara menderita kerugian dari aktifitas PETI di GB.
"Hal tersebut menunjukan, bahwa kepolisian terus membiarkan negara dalam kerugian dan perampokan," tuding Irawan waktu itu.
Sampai berita ini dikirim, Kapolres Pulau Buru, AKBP Egia Febri Kusumawiatmaja maupun Paur Humas Polres, Aiptu MYS Djamaludin, belum dapat dimintai tanggapannya perihal sepak terjang oknum tersebut dan langkah terukur apa yang akan diambil kepolisian.
Dari hasil pantauan di lapangan dua hari terakhir ini Tong yang terlihat bebas beroperasi, yakni satu Tong milik Mantri Molle dan Irawan dan satu Tong lagi milik Haji Komar di Desa Wabloy.
Tong Haji Komar pernah di police line tapi tetap leluasa beroperasi. Bahkan police line telah dibuka.
Irwan Molle yang diwawancarai wartawan sesumbar kalau mengoperasikan Tong di GB hanya uji coba dan sudah mendapat restu dari Kemenko Maritim. Bahkan nanti akan ditinjau oleh Kemenko Maritim.
Ia juga berdalih sudah mengirim surat kemana-mana, hingga ke Gubernurrnur Maluku dan UNPATTI agar diperbolehkan beroperasi di GB.
Sedangkan Mantri Molle mengaku hanya menginvestasi Rp.50 juta di aktifitas ilegal tong di Desa Dava. Senada dengan Irawan , ia juga mengaku ini hanya uji coba yang sudah diizinkan.
Namun sumber di Kantor Gubernur Maluku dan juga sumber di Dinas ESDM Maluku membantah ada izin dari gubernur untuk uji coba tong di Desa Dava. Irawan juga tidak bisa memperlihatkan izin tertulis dari gubernur.
Leluasanya Irawan dan Mantri Molle serta Haji Komar mengoperasikan tong di Desa Dava serta di Desa Wabloy, kini mulai ramai digunjingkan.
Satu sumber terpercaya menyebutkan, Padahal pekan lalu saat sejumlah tokoh dari Kabupaten Buru bertemu Kapolda Maluku dan petinggi nomor satu di Kepolisian Daerah Maluku ini sudah mewanti-wanti jangan ada aktifitas ilegal berupa tong, rendaman dan juga domping di sana.
Beberapa warga masyarakat yang dihubungi terpisah, menyarankan agar Kapolda Maluku menurunkan Brimob Polda Maluku guna menertibkan tong, rendaman dan domping guna memback polres setempat.
"Saat pak Royke jadi Kapolda Maluku dan menempatkan brimob jadi ujung tombak, tidak pernah ada domping, rendaman dan tong. Walau sekali -sekali ada warga mencoba masuk malam hari, itu murni mengais rejeki untuk kebutuhan perut. Tapi tidak ada aktifitas berbau tong, rendaman dan domping seperti dilakukan Mantri, Irawan, Haji Komar dan kawan-kawan,," beber seorang warga di Unit 17.
Banyak warga yang dibuat terheran-heran dengan sikap lembek aparat penegak hukum di daerah ini setelah mereka menyimak isi pernyataan Irwan Molle alias Irawan Tong dalam Facebook yang disebarkan sejumlah mahasiswa adat Buru di Jakarta tanggal 7 Maret 2021 lalu. Kemudian berlanjut dengan aksi demo tanggal 10 Maret lalu di Jakarta.
Himbauan terbuka dari Irawan Tong itu ditujukan kepada Kapolres dan Dandim 1506/Namlea adalah pucuk pimpinan TNI/Polri di Wilayah hukum Kabupaten Buru, Provinsi Maluku, sekaligus penanggung jawab pengamanan Tambang Emas Tanpa Izin (PETI) Gunung Botak.
Dalam himbauan terbuka itu, Irawan Tong menyatakan, Ironisnya praktek kegiatan ilegal terus terjadi mulai dari penambangan jenis kodok-kodok, tembak larut, kolam dan perendaman dalam kawasan pengamanan aparat Pos Gabungan Kodim, Polres dan Brimob. Selain itu, ada dugaan yang muaranya pembiaran dan ikut menikmati hasil kegiatan ilegal tersebut.
Dosa lainnya, sebut Irawan Tong, yaitu dugaan pembiaran bahan kimia berbahaya berupa MERCURI & SIANIDA jenis B3 yang digunakan penambang dalam penangkapan biji emas.
"Tapi sampai saat ini belum ada satupun prestasi Polres Pulau Buru menangkap sindikat pembeli emas yang melakukan pencucian uang di Pulau Buru. Sedangkan kekayaan negara hilang setiap harinya dan masuk ke pasar gelap (Black Market)," sebut Irawan Tong waktu itu.
"Hal tersebut menunjukan, bahwa kepolisian terus membiarkan negara dalam kerugian dan perampokan," sambungnya lagi.
Untuk itu, Irawan menyamaikan empat butir tuntutan, antara lain :
1. Medesak Mabes Polri dan Mabes TNI perintahkan Kapolda dan Pangdam XVI Pattimura untuk Copot Kapolres dan Dandim 1506/Namlea.
2. Mendesak Mabes Polri segera perintahkan Kapolda untuk melakukan penangkapan Pembeli Emas Ilegal di Pulau Buru yang telah merugikan negara miliaran rupiah.
3. Segera Proses anggota Pos PAM Gunung Botak yang telah melakukan pembiaran dan Ikut Menikmati kegiatan ilegal
4. Mendesak Presiden Jokowi, agar menegur Gubernur Maluku yang lalai dan tidak konsisten mengurus Tambang Rakyat, sehingga negara dirugikan miliaran rupiah.(KT-10)
0 komentar:
Post a Comment