Ambon, Kompastimur.com
Dari sejumlah perjanjian yang telah disepakati sejak Tahun 2018, empat perjanjian diantaranya belum dilaksanakan pihak j BWS kepada Pemilik petuanan. Adapun janji atau kesepakatannya adalah pembangunan asrama untuk mahasiswa di Kota Ambon, pemberian insentif untuk tokoh - tokoh adat marga Latbual, penggusuran lokasi tempat rumah di Dusun Ukalehin yang akan digunakan masyarakat untuk membangun rumah pemukiman yang berdekatan dengan lokasi pekerjaan bendungan, dan penyerapan tenaga kerja untuk pekerjaan bendungan serta kegiatan pemberdayaan untuk masyarakat setempat.
Terkait dengan janji yang hingga kini belum juga terealisasi, aktivis muda, Ardi Latbual didampingi Terson Latbual dan Godlief Latubual, dalam keterangannya kepada wartawan di Kota Ambon, Senin (16/3/21) menegaskan bakal mempressure pihak BWS untuk merealisasi janjinya kepada masyarakat adat yang ada di Buru, khususnya pemilik petuanan yakni marga Latbual.
“Kami meminta pihak BWS untuk mengingat akan janji yang telah ada dalam kesepakatan awal sebelum proses pekerjaan bendungan Waeyapo dilakukan,” tegas Latbual.
Para aktivis yang selama ini bergening dalam organisasi kemahasiswaan, baik Gerakan Mahasiwa Nasional Indonesia (GMNI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indoensia (GMKI) , dan Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI) itu mendesak agar sejumlah point yang hingga kini belum terealisasi itu untuk disanggupi karena sudah menjadi kesepakatan bersama. Bahkan dengan tegas dan nada sedikit mengancam, Latbual menegaskan bahwa mereka akan menggalang kekuatan untuk melakukan aksi sebagai bentuk protes kepada pihak BWS.
“Ini permintaan kami, dan jika hal ini tidak digubris dalam waktu dekat maka kami akan melakukan aksi, menghimpun semua potensi mahasiswa yang ada di Maluku atau yang ada diluar Maluku untuk meminta apa yang menjadi hak kami sebagai masyarakat adat, pemilik petunanan. Kami tidak main-main dengan pernyataan kami,” ungkap mereka.
Latbual menjelaskan, disamping BWS ingkar janji, juga ada indikasi bahwa pihak BWS dan Kontraktor diduga bermain dalam perekrutan tenaga kerja dan tidak peduli kepada masyarakat yang merupakan potensi tenaga kerja dari marga Latbual, justru BWS mendatangkan para pekerja yang tidak tau dari mana asal mereka.
Ia juga menyentil terkait penggusuran lahan di Dusun Ukalehin yang hingga kini belum dilakukan. Padahal penggusuran sudah dilakukan di dusun Modan Mohe dan Dusun Derlale. Ini mengindikasikan bahwa BWS mulai tebang pilih dan sudah lari dari kesepakatan yang ada.
Latbual bersaudara ini lebih jauh menegaskan akan melakukan koordinasi dengan para orang tua dan saudara - saudara mereka yang berdekatan dengan lokasi pembangunan, bahkan kepada pemilik petuanan, jika dalam waktu dekat apa yang merupakan janji itu tidak terealisasi maka aksi turun jalan akan dilakukan di Kota Ambon. Tak sampai disitu, aksi boikot dilokasi pembangunan, termasuk aksi turun jalan di Jakarta juga akan dilakukan.
“Sekali lagi kami tidak main -main karena sudah cukup lama pihak BWS cuek dengan kesepakatan tersebut dan seakan-akan tidak menghiraukan janji dan komitmen bersama sebelum pekerjaan bendungan dilakukan. Atas dasar itulah kami selaku anak adat menempuh langkah ini agar BWS tidak tidur dan terus menutup mata soal kesepakatan bersama itu,” pungkasnya. (KT/04)
0 komentar:
Post a Comment