Namlea, Kompastimur.com
Penjabat Kades Skilale, berinitial SL diduga menyelewengkan Dana Desa /Alokasi Dana Desa (DD/ADD) Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp.560 juta.
Penyelewengan DD Rp.560 juta itu berhasil dibongkar aparat Kejaksaan Negeri Buru, sehingga kasusnya telah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan sejak tanggal 23 Maret lalu.
Keterangan yang berhasil dihimpun lebih jauh menyebutkan, di Tahun Anggaran (TA) 2019 lalu, Desa Skilale mendapat DD/ADD sebesar Rp.2,1 milyar.
DD/ADD itu dicairkan secara bertahap oleh Bendahara Desa berinitial AW. Namun seluruh DD/ADD yang dicairkan itu digunakan untuk pembangunan di Desa Skilale.
Penjabat Kades SL dibantu bendahara AW dan oknum Sekdes berinitial FT diduga telah bersekongkol untuk menggagahi DD/ADD ratusan juga dengan modus membuat kuitansi palsu atas item belanja dan kegiatan, seakan-akan telah dibelanjakan.Namun ternyata fiktif.
Selain modus di atas, FL dkk juga diduga menggagahi DD/ADD untuk kepentingan pribadi, sehingga tidak dapat mempertanggungjawabkannya diakhir tahun anggaran.
Kepala Kejaksaan Negeri Buru, Muhtadi SAg SH MAg MH yang didampingi Kasie Intel, Azer Jongker Orno SH MH kepada Kompastimur.com menjelaskan, kalau kasus dugaan korupsi Rp.560 juta itu telah selesai diekspose oleh tim penyelidik dan telah naik status ke penyidikan.
"Namun dalam Sprindik ini masih bersifat umum, belum kita tetapkan tersangka," jelas Muhtadi, Kamis (25/03/2021).
Kejaksaan belum masih terburu-buru menetapkan siapa saja tersangkanya, karena ada beberapa alat bukti yang masih dikumpulkan.
"Antara lain keterangan mengenai jumlah kerugian keuangan negara, meskipun penyelidik dalam hasil penyelidikannya sudah menemukan ada kerugian negara sekitar Rp.560 juta dari total dana Rp.2,1 miliar," sambung Muhtadi.
Menurut Muhtadi, kasus penyelewengan DD ADD Desa Skilale TA 2919 lalu, lumayan besar kerugiannya.
Karena itu setelah naik ke penyidikan, maka tanggal 24 Maret, kejaksaan terus bergerak cepat untuk melakukan pemanggilan beberapa orang saksi, termasuk calon tersangka.
Muhtadi menjamin pemanggilan ini tetap dilakukan secara layak dan orang-orang yang dipanggil telah menerima surat panggilan pada tiga hari kerja sebelum mereka diperiksa.
"Hari Selasa nanti akan ada pemeriksaan setelah naik status ke penyidikan," imbuh Muhtadi.
Dalam pemeriksan nanti, lanjut Muhtadi, tidak semua yang pernah diperiksa di tingkat penyelidikan akan dimintai keterangan lagi.
Hanya saksi tertentu saja yang membantu penyidik mendapat alat bukti signifikan akan diperiksa.
"Calon tersangka akan dimintai ulang keterangannya karena ada beberapa dokumen dan alat bukti lain yang masih kita konfirmasikan," sambung Muhtadi.
Muhtadi lalu memaparkan tiga Modus penyimpangan DD)ADD. Pertama, ada kwitansi fiktif. Jadi ada kwitansi yang disodorkan sebagai bukti pertanggungjawaban, tetapi kegiatannya tidak ada.
Kedua, ada Mark up. Nilai barang tertulis di kwitansi lebih tinggi dari yang sebenarnya.
Yang ketiga, sama sekali tidak ada pertanggungjawaban. Kegiatannya memang tidak ada dan pertanggungjawabannya juga tidak ada.
"Kalau yang pertama tadi, ada kwitansi fiktif seolah-olah ada kegiatan. Tapi sebetulnya tidak ada. Yang ketiga ini sama sekali tidak ada pertanggungjawabannya. Kegiatannya apa, juga tidak ada. Rekayasa kwitansi dll juga tidak ada," papar Muhtadi.
Dari Rp.560 juta DD/ADD yang diselewengkan, kejaksaan menemukan kalau kerugian terbesar di modus ketiga, yakni tidak ada pertanggungjawaban sama sekali.
"Jadi dana itu dipakai untuk apa, tidak ada keterangan sama sekali. Artinya dicairkan dana itu, kegiatan di lapangan tidak ada, pertanggungjawaban sama sekali tidak ada, karena tidak dipakai untuk apa apa untuk membangun di desa," sayangkan Muhtadi.
Salah satu yang dicontohkan Muhtadi, misalnya pembangunan rumah masyarakat miskin.
"Beli kayu dimana?, Bayar tukang berapa? Ini sulit dibuktikan," pungkas Muhtadi.
Selain kasus di desa Skilale, ada beberapa kasus juga sedang ditangani Kejaksaan Negeri Buru yang sudah di tingkat penyidikan dan sudah siap ditetapkan tersangkanya. (KT-10)
0 komentar:
Post a Comment