Namlea, Kompastimur.com
Arnis Kapitan alias Ko Hai menuduh BPK RI Perwakilan Maluku tidak betul, menyusul adanya temuan kerugian negara sebesar Rp.500 juta lebih pada proyek pembangunan gedung RSUD Namlea TA 2018 lalu.
Karena itu, Arnis Kapitan yang juga Bos PT Pemalut Utama Group, dengan tegas menolak mengembalikan kerugian negara tersebut sampai hari ini. Padahal ia sudah diwarning mengembalikan kerugian itu sejak tahun 2019 lalu.
Bukan hanya menolak, tapi Arnis Kapitan juga menantang BPK RI dan Pemkab Buru cq bupati, cq RSUD Namlea untuk membawa masalah ini ke ranah hukum."Saya 90 persen yakin akan menang," tantang Arnis Kapitan.
Ditemui di Cafe 88 , Rabu siang (27/01/2021), di hadapan wartawan, lelaki yang di kalangan kontraktor dipanggil Ko Hai ini mengawali percakapan dengan menyalahkan BPK RI Perwakilan Maluku.
Ia mengaku kalau BPK RI datang memeriksa proyek yang dikerjakan olehnya di Tahun Anggaran 2018 lalu, tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu.
Konon saat petugas dari BPK RI datang, hanya didampingi pegawas dari Dinas PUPR Kabupaten Buru. Sedangkan dirinya selaku rekanan, juga konsultan proyek dan pihak RSUD Namlea tidak ada di sana.
Petugas BPK RI disindir seenaknya memeriksa proyek tersebut lalu menetapkan kerugian negara akibat pekerjaan pengecoran konstruksi tidak sesuai RAB yang mengindikasikan adanya kerugian negara sebesar Rp.500 juta lebih.
Menanggapi temuan BPK RI tersebut, Ko Hai mengaku sudah menyanggah secara tertulis .Ia tidak menyangkal adanya fisik pengecoran konstruksi tiang bangunan yang tidak sesuai RAB.
"Waktu itu kita tidak mendampingi. Konsultan juga tidak mendampingi karena ada berangkat. Dia (BPK RI) datang sendiri lalu ukur sampai malam-malam lalu buat temuan.
Namun kata Ko Hai, ada dua item pekerjaan yang duluan dikerjakan di luar kontrak alias tidak ada dalam RAB senilai total mencapai Rp.575 juta.
Ia berdalih, pekerjaaan di luar kontrak itu karena kebutuhan konstruksi yang harus dilaksanakan saat itu juga. Namun tidak dibuat CCO-nya.
Ditanya siapa yang memerintahkan agar mengerjakan tersebut, ia menyebut konsultan pengawas tanpa mau disebutkan namanya."Kalau tidak kerja, tidak jadi bangunan itu,"dalih Ko Hai.
Ko Hai juga mengaku telah berkoordinasi dengan pihak terkait pemilik proyek dan konon katanya mereka menyilahkan kerjakan saja pekerjaan yang di luar kontrak tersebut.
Diminta ulang responnya atas perintah mengembalikan kerugian negara atas kekurangan volume pekerjaan proyek tersebut, Ko Hai tetap ogah mengembalikannya.
Alasannya, karena BPK RI tidak turut menghitung pekerjaan yang di luar RAB.
Tegas Ko Hai, itu suka-sukanya BPK RI kalau mau menetapkan kerugian negara.Tapi ia tetap bertahan karena ada pekerjaan di luar kelas kontrak tadi."Seharusnya negara yang bayar," tukas Ko Hai.
Ia juga sesumbar mendapat suport dari Kantor Kejaksaan Negeri Buru, kalau apa yang dilakukannya di proyek RSUD TA 2018 lalu tidak menyalahi.Bahkan menurut kejaksaan, negara harus membayar tambah Ko Hai sebesar Rp.75 juta.
Dikejar wartawan oknum siapa di Kantor Kejaksaan Negeri Buru yang menyatakan kekurangan volume itu tidak salah dan kerja mendahului kontrak juga tidak salah, dan negara harus bayar tambah Ko Hai? , ia terlihat panik dan tidak mau menyebutkan nama oknum jaksa tersebut. (KT-10)
0 komentar:
Post a Comment