Foto: Ketua Fraksi Bipolo Erwin Tanaya |
Namlea, Kompastimur.con
Tidak ingin terseret jerat hukum, DPRD Buru menolak pembiayaan bayar hutang Proyek Siluman RSUD Namlea senilai Rp. 20 milyar lebih yang hendak dilakukan eksekutif dalam batang tubuh APBD TA 2021 nanti.
Sikap menolak meloloskan biaya proyek siluman Rp. 20 milyar itu terang-terangan diperlihatkan para wakil rakyat di DPRD melalui Ketua Komisi III, Jamaludin Bugis dan Ketua Fraksi Bupolo, Erwin Tanaya.
"Kita tidak mau ada konsekuensi hukum ke depan. Jangan sampai kejadian ini melibatkan kita juga karena ini menyangkut dengan dana yang harus diberikan kepada rekanan yang mengerjakan proyek tanpa melalui prosedur dengan persetujuan di DPRD," tanggap Ketua Komisi III, Jamaludin Bugis kepada wartaean di gedung wakil rakyat, Senin siang (21/12/2020).
Jamaludin mengakui pembahasan di Komisi III masih belum menyentuh proyek rumahsakit tersebut. Namun ide pembayar hutang rekanan itu telah terbuang dalam dokumen PPAS.
Ditegaskan, Sekalipun ada rencana memasukan anggarannya di APBD TA 2021, minimal akan dilihat regulasinya.
"Kita bukan serta merta menyetujui melakukan pembayaran. Ada beberapa regulasi (produk hukum) yang perlu diperhatikan terkait dengan persetujuan pembiayaan pembayaran hutang proyek RSUD," tandas Jamaludin Bugis.
Ditambahkan, kalau pihak eksekutif mampu menunjukan regulasi yang mengharuskan dibayar, maka DPRD harus setujui usulan eksekutif untuk menyetujui ketersediaan dananya di APBD TA 2021.
"Tapi kalau bertentangan, maka kita tidak akan menyetujui pembayaran hutang tersebut. Kita tetap merujuk kepada regulasi, kita tidak serta merta menyetujui untuk membayarnya," tegas Jamaludin Bugis.
Ketua Komisi III, Jamaludin Bugis |
Sumber sumber di DPRD buru mengungkapkan, terjadi hutang puluhan milyar di proyek RSUD Namlea, sebagai buntut dari pelaksanaan proyek tahun 2019 lalu. Waktu itu rekanan yang menangani proyek itu konon menang tender senilai Rp. 34 milyar.
Namun dalam perjalanan waktu, pekerjaan yang dibiayai dana DAK pusat itu tidak mampu diselesaikan tepat waktu, sehingga dana DAK yang terserap hanya 20 persen dan sisanya dikembalikan ke pusat.
Namun tidak jelas siapa oknum dibalik skenario proyek tersebut, ternyata diam-diam rekanan masih melanjutkan pekerjaan fisik proyek tersebut.
Di tahun anggaran 2020 ada juga usulan pembiayaan dana DAK Rp. 23 milyar namun ditolak pusat. Namun eksekutif sempat menganggarkan dana proyek melalui APBD TA 2020 sebesar Rp. 23 milyar dan Rp. 8 milyar.
Hanya sayangnya uang APBD Rp. 31 milyar itu tertulis untuk item pekerjaan baru dan bukan untuk bayar hutang pekerjaan siluman.
"Dan dananya baru mau diplot di APBD 2021 nanti," ungkap satu sumber di DPRD buru.
Sementara itu Ketua Fraksi Bupolo, Erwin Tanaya mengungkapkan, sebelum penyampaian usulan penganggaran proyek RSUD pada dokumen KUA PPAS ke DPRD, sebelum itu pihaknya sudah melakukan rakorbanggar dengan pihak eksekutif yang juga melibatkan pihak RSUD pada tanggal 30 November lalu.
Ungkap Erwin Tanaya dalam rapat bangga itu, sudah disampaikan sendiri oleh Direktur RSUD, dr Nazhrul Bachtary SP.p, bahwa tidak ada dasar untuk melakukan pembayaran proyek senilai Rp. 20 milyar lebih tersebut.
Dasarnya lemah, karena dokumen tidak terlengkapi. "Dan kami bertanya saat itu, atas perintah siapa mengerjakan proyek itu. Dan Direktur tidak tahu," ungkap Erwin Tanaya.
Erwin Tanaya yang akrab dipanggil AT ini lebih jauh mebebaskan, pada prinsipnya sebagai Ketua Fraksi Bupolo maupun selaku pribadi sebagai wakil rakyat tidak menerima untuk menganggarkan bayar hutang proyek RSUD sebab tidak ada dasar hukum untuk mrmbayar hutang tersebut sesuai beberapa kali rapat koordinasi yang telah dilakukan.
AT yang juga Ketua DPD partai Demokrat ini menegaskan pula, bahwa salah satu faktor yang menyebabkan pembahasan APBD TA 2021 ini tertunda juga karena dijadikannya dana bayar hutang tersebut.
Selain persoalan di atas, Erwin dan Jamaludin juga mengungkapkan, pembahasan APBD TA 2021 berjalan seret juga karena kelalaian pihak eksekutif sebab porsi dana bagi OPD yang tertulis dalam dokumen KUA PPAS tidak sama dengan yang disampaikan OPD saat rapat komisi.
"Kita sudah lakukan pembahasan APBD 2021 dari Kamis lalu.Namun ada perbedaan dalam dokumen PPAS maupun lampiran dan penyampaian data dari masing masing OPD trrkait dengan pagu anggaran," ungkap lagi Jamaludin Bugis.
Setelah membahas dengan beberapa OPD, mulai dari Bappeda, PUPR, Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Dinas Pendidikan, terjadi perbedaan yang cukup besar antara yang disampaikan OPD kepada DPRD dengan yang tertera dalam dokumen PPAS maupun laporannya.
Dengan dasar perbedaan itulah, Komisi meminta back data yang sudah divalidasi dan bukan hasil usulan.
"Di Badan Penanggulangan Bencana di dokumen PPAS tertulis mereka mendapat Rp. 13 milyar. Tapi sesuai penjelasan Kepala BPBD mereka hanya mendapat Rp. 2,7 milyar," contohkan Jamaludin.
"Karena itu kita skorsing rapat dan kita minta data yang sudah difalidasi, setelah diserahkan baru kita lanjut membahasnya," tambahkan Jamaludin Bugis.
Erwin Tanaya juga mengkritik pedas pihak eksekutif yang merancang anggaran untuk OPD mitra Komisi II yang total hanya Rp. 10 milyar untuk menekan dan menurunkan angka kemiskinan di Kabupaten Buru.
Hal itu tidak sejalan dengan pidato Bupati Buru, Ramly Ibrahim Umasugi yang bertekad menurunkan angka kemiskinan hingga tersisa 15 persen.
Dengan porsi dana bagi mitra Komisi II yang hanya segitu, Erwin Tanaya pesimis target bupati itu akan tercapai di tahun 2021 nanti.
Minimal kata dia, untuk mengentaskan kemiskinan dibutuhkan sokongan dana bagi OPD terkait yang menjadi mitra Komisi II hingga Rp. 40 milyar.
Sikap kritis Erwin Tanaya itu dan minta agar porsi bagi OPD yang bersentuhan langsung dengan mendongkrak ekonomi masyarakat agar ditambah Rp. 30 d/d Rp. 40 milyar telah disampaikannya secara lisan kepada Asisten III, Mansur Mamulaty SPd saat Komisi II melakukan skorsing tadi siang.
Namun Mansur Mamulaty enggan merestui ide tersebut. Bahkan keduanya terlibat debat kusir. Bahkan Mansur menumpik gagasan agar dana yang hendak diplot untuk bayar hutang proyek RSUD sebaiknya dialihkan kepada OPD untuk mementaskan kemiskinan di daerah itu.
Bahkan ia terdengar merayu Erwin Tanaya akan mendahulukan kepentingan para wakil rakyat. Namun dengan tegas Erwin menolak bujuk rayu tersebut. "Kepentingan rakyat yang harus kita dahulukan," ucap Erwin Tanaya seraya berlalu tinggalkan Asisten III. (KT-10)
0 komentar:
Post a Comment