Namrole, Kompastimur.com
Adat orang Buru kembali dilecehkan
oleh sekelompok orang yang tak pernah mengahargai adat, dimana dalam beberapa
postingan yang beredar di Facebook, terlihat bahwa calon Bupati Safitri Malik Soulisa (SMS) yang saat itu dalam acara penyambutan yang diduga kuat terjadi di Desa Simi,
Kecamatan Waesama beberapa waktu lalu dipakaikan Ifutin (Ikat Kepala Laki-laki
Buru) oleh warga setempat.
Sebagaimana diketahui, menurut adat
orang Buru, hal itu sangat dilarang, sebab Ifutin hanya dikhususkan untuk
laki-laki dan sejak dahulu kala perempuan tidak pernah dipakikan ifutin, karena
sejatinya Ifutin (Lestari) hanya digunakan oleh kaum pria dan sudah menjadi mahkota
bagi laki-laki yang memakainya.
Namun anehnya, SMS sebagai istri dari Bupati Bursel saat ini masih saja bersedia untuk
diikatkan Ifutin di kepalanya, padahal semua masyarakat baik yang asli Buru
maupun yang bukan asli Buru paham benar bahwa Ifutin sangat dilarang untuk
dipakaikan di kepala seorang perempuan.
Dalam postingan foto akun
Facebook Tom Alex hasil screenshot dari histori akun Souwakil Syam Ar’ars, sangat
disayangkan karena SMS terlihat menggunakan Ifutin di kepala
sementara wakilnya Gerson Eliaser Selsily tidak menggunakan Ifutin.
Dalam captiona akun Tom Alex ini tertulis “Sungguh miris sekali !!. sangat disayangkan kembali terjadi pelecehan terhadap adat orang Buru. Seharusnya Ifutin hanya bisa dipakai seorang lelaki kenapa salah satu Paslon yang seorang wanita memakai Ifutin. Sungguh pelecehan adat Buru”.
Akun facebook Andika Solissa (Turi) juga memposting foto SMS sedang menggunakan Ifutin di kepala dan menuliskan “ Maaf semua beta minta tanya sadiki jua par katong orang buru ambalau itu parangpuang itu bisa pake efutin bagini ka seng ee”.
Atas kejadian itu, Kepala Soa Tasane,
Semi Tasane mengecam perbuatan tersebut. Menurut Tasane perbuatan itu telah
melecehkan adat Buru, dan hal itu perlu ditindak sesuai hukum adat Buru yang
berlaku.
“Dari katong orang adat itu
sangat tidak dibenarkan. Perempuan di Buru tidak pernah pake Lestari dan karena
kejadian ini sudah terjadi maka kami akan melakukan tindakan dan memproses nama
baik adat yang sudah diwariskan oleh leluhur kami,” ucap Tasane kepada wartawan
di kediamannya di Desa Waenono, Senin (02/11/2020).
Tasane menyebutkan, pemasangan Ifutin atau lestari ke kepala wanita, sama saja telah melecehkan dan
menginjak-injak adat orang Buru dan itu pamali besar.
“Ini sama saja dia melecehkan
adat orang Buru dan menginjak-injak harga diri kita sebagai orang Buru. Ini bagaimana
sampai mereka pakaikan perempuan dengan Lestari atau Ifutin, itu salah. Adat di pulau Buru itu
tidak bisa perempuan pakai Lestari, kalau letakan di bahu sebela itu pun hanya selendang,”
jelasnya.
“Lestari itu mahkota laki-laki
nanti kita lapor dan kita proses karena ini sudah menginjak adat kita. Dari Waeapo
sampai disini tidak pernah ada perempuan yang pakai Lestari. Kami akan tuntut
ini perbuatan siapa,” tambahnya.
Katanya, pelecehan ini nantinya akan
ditelusuri oleh tokoh-tokoh adat siapa yang melakukan karena dipandang tidak
mengerti dan menghormati adat baik itu mereka yang mengikatnya maupun yang memakai.
“Akan kami telusuri, dan kami
minta pertanggung jawaban dari mereka. Mereka harus menjelaskan siapa yang
bilang adat harus seperti itu, tuntutan ini paling berat. Katong siapkan
laporan resmi dan kami bawa ke DPRD lalu panggil pihak-pihak yang sudah
menginjak adat kami. Mereka sudah bikin malu adat orang Buru. Ini bukan satu dua
marga tapi ini 24 marga punya barang,” geramnya.
Hal yang sama juga ditegaskan
oleh Soter Nurlatu sebagai kepala Soa Nurlatu. Soter mengatakan jika yang
mengikat Ifutin ke kepala SMS, berarti orang tersebut
sungguh tidak tau adat dan harus mendapat hukuman sesuai dengan hukum adat yang
berlaku di pulau Buru.
“Kalau menurut hukum adat dari
leluhur belum pernah orang kasih pakai perempuan dengan Lestari atau Ifutin sehingga
perbuatan ini dari marga mana dan suku mana ini dia sudah perkosa katong punya
adat, dia sangat perkosa katong punya adat, itu mahkota laki-laki bukan
perempuan, kenapa pakai mahkota laki-laki ke perempuan ini sangat konyol,” ucap
Nurlatu dikediamannya di Desa Masnana, Senin (02/11/2020).
Bahkan Nurlatu mengatakan, peristiwa seperti ini pernah tejadi pada tahun 2017 silam saat festival Duen di kali Waetina,
yang mana seorang wisatawan perempuan dipakaikan Ifutin saat kegiatan itu
berlangsung.
Dirinya menceritakan, saat
peristiwa itu, belasan tokoh adat tersinggung dan marah serta menutut agar mereka yang telah memperkosa adat itu diberi sanksi hukum adat berupa denda dengan
harapan peristiwa semacam itu tidak terjadi lagi, namun ternyata kejadian yang sama
juga terjadi saat SMS-Ges berkampanye di kecamatan Waesama.
Untuk memastikan sanksi bagi
mereka yang sudah melecehakan adat Buru, Nurlatu akan berkoordinasi dengan
tokoh-tokoh adat lainnya untuk menuntut mereka-mereka yang sudah tidak tau menghormati
adat Buru.
“Kalau tau itu siapa yang sarong
dia itu bukan anak adat, orang yang sarong itu ketahuan siapa dia bukan anak
adat itu mungkin anak binatang. Yang kejadian wisatawan itu kan katong hampir
tampar Kadis Pariwisata karena dia Solissa tapi bikin barang salah untung saja kadis Pariwisata itu dia perempuan,” tegasnya.
Lanjutnya, jika nanti diketahui
siapa yang mengikat Ifutin dikepala SMS maka bisa berakibat fatal jika orang-orang adat
mengetahuinya.
“Yang kasih pakai ini kalau orang
adat dapat dia, dia bisa dapat pukul di jalang-jalang, supaya tau, pertama mau sangkut Lestari atau Ifutin di perempuan
punya leher saja tidak bisa, yang kedua mau babeto dengan perempuan parenta
juga tidak bisa. Jangankan bilang ikat Lestari di kepala atau sangkut di leher, mau
babeto dengan dia juga tidak bisa,” tutupnya. (KT/Tim)
0 komentar:
Post a Comment