Ambalau, Kompastimur.com
Masyarakat disana mengklain bahwa peristiwa "ratu" yang terjadi beberapa waktu lalu di Waelua adalah setingan tim pasangan calon dan bukan murni respon dari masyarakat.
Hal itu disampaikan salah satu Tokoh Agama desa Siwar, kecamatan Ambalau yang menyesal peristiwa itu sengaja di design agar terlihat bahwa masyarakat Waelua memilih pasangan tersebut padahal semua adalah setingan tim pemenangan “ratu”.
"Itu setingan tim mereka, masyarakat tidak tau soal itu, hanya saja masyarakat saat mengetahui ada yang ditanduk maka banyak yang ikut melihat ada apa sebenarnya," kata Tokoh Agama tersebut, Senin (12/10/2020) dan meminta agar namanya jangan ditulis.
Permintaan agar namanya jangan ditulis dikarenakan dirinya takut setelah pernyataanya nanti di muat dalam berita akan ada oknum-oknum tertentu yang akan melancarkan aksi intimidasi terhadap dirinya.
Lanjut sumber, jika masyarakat Waelua mengetahui ada proses itu lebih awal sudah pasti akan dihadang oleh masyarakat dari tiga desa dan akan terjadi perdebatan panjang.
"Perempuan disini tidak pernah diberlakukan seperti itu, Tete Raja Ali saja tidak pernah kita tanduk, lalu yang datang ini siapa, mereka siapa? Punya hubungan apa dengan Raja dan adat istiadat kita," paparnya.
Ia bahkan meminta wartawan untuk memperhatikan dengan baik - baik foto peristiwa "ratu" itu. Kalau hanya sekedar eforia itu hanya dilakukan oleh Tim - Tim yang datang bersamaan dengan pasangan calon.
"Coba pak wartawan lihat, yang angkat tanduk itu tim - tim dari kabupaten yang datang sama-sama dengan calon dan tim - tim mereka yang ada di disini" ungkapnya.
Lebih jauh ia menekankan bahwa harga diri masyarakat adat Ambalau yang tau, yang mengerti dan menghormati adat istiadat tidak akan melakukan hal serendah itu.
“Kami orang Ambalau ini bukan budak pak, kami keturunan raja, etika adat kami sangat beradab pak. Kami harus katakan ini supaya masyarakat luas tidak memandang kami atas kejadian itu dengan sebelah mata. Dahulu kan kita sudah dibilang yang aneh-aneh dan hal-hal seperti ini terjadi lagi, yang pasti kami bukan budak,” tegasnya.
Ditanya terkait, komentar nitizen di media sosial atas kejadian itu bahwa banyak yang mengkritik bahkan ada yang bilang bahwa Ambalau sudah kehilangan nilai-nilai budaya dan adat istiadat, sumber ini langsung menepisnya dan berkata inilah akibat dari perbuatan sekelompok orang, tanah leluhurnya menjadi bahan cemohan masyarakat luas.
“Yang kita takutkan sudah terjadi, tapi biarlah kami masih yakin sungguh adat dan budaya dari leluhur kami masih terpelihara dengan baik,” tandasnya. (KT/Tim)
0 komentar:
Post a Comment