Maluku, Kompastimur.com
Ternyata tak hanya desas desus terkait perempuan dilarang memimpin di Pulau Buru. Pernyataan beberapa tokoh adat yang ada di Kabupaten Buru Selatan membenarkan hal tersebut.
Bahkan dalam pernyataan para tokoh-tokoh adat ini,
jika ada yang berkeinginan untuk menjadikan perempuan dalam hal ini sebagai pemimpin, maka kualat
(bencana) besar akan menghampirinya bersama dengan seluruh keluarganya.
“Jadi menurut katong punya orang tua-tua dari marga
Latbual atau Nurlatu dari 24 suku di Buru itu pamali kalau perempuan pemimpin.
Ini bukan pemimpin kecil tapi kepala daerah, Bupati,” kata Segel Latbual, Jumat
(8/10/2020).
Lanjutnya, sebagai anak adat, orang yang tahu adat
dan menghargai adat di Buru, maka sudah sepatutnya tidak memaksakan perempuan
untuk menjadi pemimpin di daerah yang sangat menghargai adat istiadat ini.
“Itu, dari kami punya suku itu kami tidak setuju.
Jadi, apapun terjadi dari perempuan kami tidak bisa pilih, karena kami disini,
Latbual, Nurlatu, 24 marga di Buru ini punya pamali, seng bisa tindis perempuan
punya kepala,” jelasnya.
Sebagai orang yang mencintai daerah ini, Ia lebih
memilih untuk mendukung pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati nomor urut 1,
Hadji Ali-Zainudin Booy (ANAK KAMPONG/AJAIB).
“Jadi, kami sekarang ini, apa pun yang terjadi kami
ke AJAIB saja, kami pung komitmen sudah, dong mau bilang apa, kami ke AJAIB
saja,” tegasnya.
Sementara itu, Manamlosin Nurlatu mengatakan rakyat
Bursel harusnya memilih ANAK KAMPONG/AJAIB sebagai pemimpin daerah ini
kedepannya dan bukan yang lain.
“Sekarang ini Pak Hadji Ali orang kampong, Pak Zainudin Booy orang kampong,” paparnya.
Ia tidak setuju jika ada pihak-pihak tertentu yang
terkesan serakah untuk terus memimpin di daerah ini.
“Saat ini cukup sudah, sebab Bapak sudah dapat,
tapi mau mama lagi dan mau anak lagi, mau cucu lagi,” paparnya.
Tambahnya, sementara masyarakat lainnya yang
memiliki hak untuk memimpin negeri ini selalu terabaikan.
Padahal, selama 10 tahun daerah ini telah dipimpin
oleh orang lain, tapi keadaan masyarakat di daerah ini serasa tidak ada
perubahan.
“Katong begini saja,” ucapnya.
Olehnya itu, lanjutnya, kesempatan memimpin harus
diberikan sepenuhnya kepada ANAK KAMPONG/AJAIB.
“Coba katong punya anak negeri saat ini, ANAK
KAMPONG, katong pilih dia,” ajaknya.
Apalagi, jumlah pemilih terbesar di Kabupaten Bursel terdiri dari suku Ambalau, Buton dan Buru. Namun, jika pada Pilkada nanti, masyarakat di daerah ini tidak memenangkan pemimpin yang merupakan ANAK KAMPONG, maka dirinya menilai masyarakat di daerah ini bodohnya luar biasa.
“Kalau katong tidak dapat, orang Buton, orang
Ambalau orang Buru bodoh luar biasa,” cetusnya.
Terlebih lagi, tambahnya, jika ada pihak-pihak
tertentu yang ingin memaksakan kehendak untuk memberikan ruang kepada perempuan
memimpin daerah ini kendati hal itu sangat menabrak adat yang selama ini
dipelihara secara baik.
“Di katong pung Pulau Buru ini perempuan tidak bisa
pegang, pemimpin di Pulau Buru itu harus laki-laki. Kalau bapa soa sapa, kalau
orang adat, tokoh adat sapa yang pilih perempuan, dia dapat bala (kutukan).
Karena sudah biking kita punya adat tabula balik di Buru,” paparnya.
Katanya lagi, rakyat Buru Selatan harusnya
menjatuhkan pilihan kepada pasangan ANAK KAMPONG/AJAIB tanggal 9 Desember 2020
mendatang.
“Yang ikat lenso kepala ini laki-laki kah
perempuan, yang pakai kain berang ini laki-laki kah perempuan. Kalau laki-laki,
maka pilih laki-laki,” paparnya.
Tak hanya diirinya, sejumlah tokoh adat yang hadir
pun mengungkapkan bahwa selama ini tidak ada kepala soa perempuan.
Sedangkan, mantan Kades Wamsisi, Ahmad Umamity
sangat yakin bahwa pasangan AJAIB akan menang dalam Pilkada nanti.
“Waesama tetap katong menang,” katanya yakin.
Umamity mengaku heran masih ada pihak-pihak yang
tidak mencintai negeri ini.
“Dia saja cinta negeri ini, kenapa kita yang sudah hidup terang menderang tidak mencintai negeri ini,” tuturnya.
Sebagaimana diketahui saat ini satu satunya perempuang yang maju di Pilkada Bursel adalah Safitri Malik Soulisa, istri petahana, namun sampai saat ini Safitri Malik Soulisa tidak mendapat restu dan tempat dihati masyarakat karena sesuai adat Buru, perempuang tidak bisa menjadi kepala daerah atau Bupati di Pulau Buru. (KT/Tim)
0 komentar:
Post a Comment