Namlea, Kompastimur.com
Akademisi dan juga advokat Muhammad Taib Warhangan SH MH, menilai kasus korupsi mantan Sekda Buru, Drs Achmad Assagaf kini jadi alat membentuk opini di mata publik guna memojokan Bupati Ramly Ibrahim Umasugi SPI MM.
Kepada wartawan media ini di Namlea, sabtu malam (10/10), Muhammad Taib Warhangan SH MH menegaskan, kalau Perkara Tindak Pidana Korupsi yang melibatkan mantan Sekertaris Daerah (Sekda) Kab. Buru, Drs Achmad Assagaf dan mantan Bendahara Umum Sekda Buru La Joni Ali rupanya menjadi bola panas setelah ada yang mewartakan dugaan keterlibatan Bupati Buru Ramly Umasugi yang notabene Ketua DPD Golkar Provinsi Maluku.
Mencuatnya nama Ramly menuai respons dari pelbagai kalangan yang umumnya mendesak supaya pihak berkepentingan agar memanggilnya untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut atas dugaan keterlibatannya.
Derasnya opini publik yang tampak menyudutkan dan atau mendiskreditkan Ramly Umasugi itu ditanggapi serius oleh Taib Warhangan. Berikut ini petikan wawancara dengan Muhammad Taib Warhangan (MTW).
Sebagai Advokat yang dipercaya menangani perkara Tindak Pidana Korupsi bersama rekan-rekan Anda. Bagaimana Anda melihat jalannya proses persidangan dari perkara yang melibatkan mantan Sekda Kab. Buru Achmad Assagaff dan mantan Bendahara Umum Sekda Buru La Joni Ali?
MTW: Saya mengikuti dari awal jalannya pengusutan kasus Tindak Pidana Korupsi yang melibatkan pak Achmad Assagaf selaku mantan Sekda dan La Joni Ali selaku mantan Bendum Sekda Buru. Dan kebetulan saya bersama beberapa rekan ikut menangani perkara ini. Secara umum perkara ini bisa dikatakan berjalan baik selama berlangsungnya proses persidangan. Ada sejumlah nama yang hendak di sebutkan juga. Tetapi itu hanya sekadar menyebut nama namun untuk bukti yang bisa memperkuat pernyataan salah satu terdakwa dan kuasa hukumnya sama sekali tidak ada. Artinya walaupun proses hukumnya berlangsung sudah bagus, tapi saya pribadi punya catatan yang layak dijadikan evaluasi dan koreksi.
Catatan Pribadi seperti apa yang Anda maksud?
MTW: Semisal yang saya baca pemberitaan di salah satu media sehubungan dengan pernyataan oknum-oknum perihal dugaan keterlibatan bupati Buru bapak Ramly Umasugi. Kalau ditelaah dengan saksama sebetulnya pernyataan mereka itu memiliki tendensi melakukan penggiringan opini publik. Bagi saya penggiringan opini publik jelas salah. Karena selama saya mengikuti jalannya proses ini tidak ada satu pun fakta-fakta di persidangan yang riil yang menyudutkan dan/atau mengarah kepada bupati Buru secara langsung sebagai orang yang dituduh terlibat di kasus tersebut. Artinya pernyataan oknum yang tanpa bukti dan nir-fakta itu merupakan sesuatu tuduhan yang sangat tendensius. Itu catatan satu.
Catatan berikutnya. Pemberitaan di salah satu media pada Kamis 08 Oktober 2020 lalu, memuat pernyataan dari Marthen Fodatkosu yang menjelaskan ada aliran dana ratusan juta ke pak Ramly Umasugi. Singkatnya disebutkan pak bupati kecipratan Rp. 458 juta. Pernyataan ini sendiri nyatanya salah. Karena tidak ada satu pun fakta yang membenarkan hal itu. Sehingga hemat saya ini hanya sekadar bagaimana kelompok tertentu mencoba untuk menggiring opini publik. Barang kali perlu ingat bila persoalan ini mencuat persis ketika berlangsungnya momen Pilkada serentak 2020. Tapi tidak dalam posisi menautkan langsung dengan Pilkada, walaupun kemungkinan itu bisa saja dilakukan.
Tapi intinya tuduhan mereka terhadap Bupati Ramly Umasugi mempunyai maksud terselubung. Pertama, tuduhan itu adalah upaya Achmad Assagaf melakukan pembelaan diri sehingga harus menyebut nama-nama lain di luar dari pada dua orang yang sudah jadi terdakwa. Kendati pun itu tidak mampu dia buktikan. Kedua, tuduhan keterlibatan bupati Buru Ramly Umasugi merupakan bentuk pembunuhan karakter di tengah momentum elektoral.
Kalau memang di persidangan tidak ada fakta yang menjurus langsung ke Pak Ramly. Lantas di persidangan yang tersaji fakta apa?
MTW: Berdasarkan fakta hukum yang ditemukan dalam persidangan sejauh ini hanyalah uang tunai yang itu pun melalui perintah dari terdakwa Achmad Assagaf kepada bendahara untuk di serahkan kepada terdakwa Achmad Assagaf itu sendiri. Yang perlu digaris bahwa dalam konteks ini adalah tidak ada fakta hukum yang menunjukkan jika uang yang sudah di terima oleh terdakwa Achmad Assagaf itu diserahkan langsung, baik kepada Bupati Buru Ramly Umasugi maupun BPK-RI dan pihak lain.
Saya berharap bila nantinya kuasa hukum terdakwa Achmad Assagaf memberikan keterangan atau pernyataan kepada media, harusnya disampaikan dengan bukti. Karena kalau tidak mampu dibuktikan oleh pengacara dari mantan Sekda Buru itu sudah barang tentu ini merupakan bentuk pemberitaan yang bohong alias hoax. Kalau itu sampai terjadi maka ini bisa dilihat sebagai satu unsur kesengajaan lantaran telah melakukan pencemaran nama baik atau telah membuat gaduh di tengah-tengah publik, terutama masyarakat Kab. Buru. Ingat hal itu bisa saja dilaporkan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan atas pernyataan yang bukan-bukan.
Tapi saya ingin mengatakan begini. Suatu hal yang belum menjadi fakta hukum di persidangan itu bukan merupakan satu kebenaran, apalagi acuannya hanya pada BAP semata, jelas itu suatu kekeliruan yang dilakukan oleh penasehat hukum terdakwa Achmad Assagaf yang itu memiliki dampak hukum.
Apa Anda ingin mengatakan di luar dari persoalan itu proses hukum yang berlangsung sudah baik?
MTW: Kalau hemat saya memang demikian. Achmad Assagaf dan La Joni Ali sudah clear jadi tersangka. Jadi penegakan hukum dalam konteks tindak pidana pemberantasan korupsi itu sudah dilakukan oleh penegak hukum baik Polisi, KPK juga kejaksaan dan lain-lain. Dalam konteks penegakan hukum itu perlu ditaati sebagai warga negara yang baik adalah kita bersama-sama mendorong penegakan hukum yang baik dan berkeadilan.
Penyebutan nama orang di persidangan yang diduga terlibat dalam suatu perkara sebetulnya itu bukan problem serius. Kendati demikian orang yang namanya disebutkan itu tidak lantas salah. Hal ini bisa kita amati dalam kasus Hambalang yang melibatkan Anas Urbaningrum. Dalam perkara itu ada banyak yang disebut. Tetapi apakah dengan begitu nama yang disebut Anas itu terbukti bersalah? Kan tidak. Jadi semua itu tergantung dari bukti. Kalau ada bukti kuat, jelas akan berdampak. Tapi kalau tidak ada bukti seperti dalam kasus yang kita bicarakan ini jelas tidak akan memberi dampak apa-apa. Jadi jangan buat pernyataan prematur yang pada akhirnya akan berujung pada fitnah belaka.
Tadi Anda bilang ada pemberitaan tentang terdakwa Achmad Assagaf menyebut nama Bupati Buru yang ditengarai terlibat pada kasus ini. Dalam keterangannya ada perintah bupati agar menyerahkan uang senilai ratusan Juta rupiah kepada lembaga negara demi mendapatkan WTP?
MTW: Ini yang ingin saya luruskan. Pada prinsipnya dalam hukum setiap pernyataan yang di sampaikan seseorang entah itu tersangka, pejabat atau masyarakat semestinya harus disertakan bukti-bukti yang bisa memperkuat pernyataan itu. Apalagi ini konteksnya hukum, jelas kurang bijak jika hanya mengandalkan opini tanpa dasar. Yang penting untuk dipahami, sekaligus ini menjadi pendidikan bagi publik, dalam hukum bukti itu harus lebih terang daripada cahaya. Ini prinsip esensial. Dalam konteks pernyataan Achmad Assagaf yang menyebut nama bupati Ramly Umasugi. Menurut hemat saya pernyataan itu justru disampaikan tanpa memiliki dasar bukti yang riil, konkret dan jelas sehubungan dengan keterlibatan beliau.
Karenanya sangat absurd kalau pernyataan itu ingin di afirmasi dan di justifikasi keabsahannya oleh pihak-pihak lain, sebab jelas-jelas tak ada bukti hukum yang memperkuat pernyataan dari saudara Assegaf ini. Pernyataan itu juga saya dengar dari kuasa hukumnya yang radaksionalnya kurang lebih sama. Namun itu hanya menurut asumsi atau dugaan mereka semata bahwa sudah diserahkan uang pada BPK demi mendapat WTP dan segala macam. Sialnya yang dikatakan itu tidak disertai bukti. Sebagai kuasa hukum dia semestinya lebih peka dan menghormati hukum, bicaralah dengan dasar yang jelas. Mari kita jadikan perkara ini sebagai momentum pendidikan hukum yang baik kepada masyarakat, terutama di Kab. Buru, sekaligus kita mendorong agenda penegakan hukum Tindak Pidana korupsi ke arah yang jauh lebih baik. Karena ini menjadi tanggungjawab kita bersama, bukan hanya hakim atau polisi. Sehingga dalam konteks itu kita berkewajiban menghormati hukum.
Tapi dari pernyataan itu kemudian sala satu anggota Komisi I DPRD Maluku kemudian mendesak Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Maluku mendesak penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polisi Daerah (Polda) Maluku memanggil Bupati Buru, Ramly Umasugi agar diperiksa. Menurut Anda?
MTW: Kalau terkait dengan statemen salah satu anggota DPRD Provinsi Maluku itu sudah pasti keliru. Saya sudah baca pernyataan beliau di salah satu media online.
Mengapa Anda bilang itu keliru?
MTW: Jelas pernyataan itu keliru. Sederhana melihat itu. Perkara ini sendiri kan suda sampai di pengadilan Dalam masih jalan Pembuktian, masa beliau meminta lagi kepolisian untuk memeriksa bupati. Kepolisian dalam proses hukum kewenangannya kan hanya penyidikan dan penyelidikan, jadi prosesnya di awal. Sedangkan perkara ini sudah melewati proses penyidikan dan penyelidikan. Jadi dalam rangka apa atau maksudnya beliau untuk menarik kembali proses ini untuk diselidiki kepolisian? Agak sulit diterima pandangan beliau itu. Saya menduga beliau itu punya masalah pribadi dengan pak Ramli. Atau bisa juga ada agenda politik terselubung yang di rencanakan pada Pak Bupati.
Sebagai anggota DPRD semestinya beliau dalam menyampaikan pandangan jangan terlampau subjektif yang sejatinya membangun kesan publik seakan-akan dia tidak suka dengan Ramly Umasugi. Saya menduga jangan-jangan beliau ini punya masalah pribadi dengan pak Bupati Buru.
Saya berharap agar dalam perkara ini tidak perlu menyampaikan opini-opini yang bertendensi menyudutkan atau mendiskreditkan seseorang. Jangan pakai pendapat subjektif menghakimi orang. Dalam hukum objektivitas itulah yang harus di kedepankan, bukan subjektivitas, sebab hukum itu berkaitan dengan kepastian. Saya sendiri sebagai advokat dan akademisi juga sangat menyayangkan pemberitaan dari sejumlah media yang cenderung memfasilitasi pihak-pihak tertentu untuk menyampaikan keterangan, tanpa memberikan mengonfirmasi dan/atau validasi pada pihak tertuduh.
Apakah Anda ingin menyebutkan pihak-pihak yang terlibat memainkan opini terkait perkara ini tidak relevan pandangannya?
MTW: Kalau mencermati pernyataan mereka, bisa dibilang tidak relevan dan cenderung salah alamat. Dalam perkara ini tersangkanya atau terdakwa suda jelas ada dua orang, yani Achmad Assagaff dan La Joni Ali. Kalau kemudian ada pihak yang memaksakan agar kasus ini menyeret bupati Ramly Umasugi jelas itu tidak relevan. Saya kira dewasa ini masyarakat sudah terlampau mengerti dan paham jika seseorang baru bisa dikatakan bersalah jikalau ada bukti-bukti. Kalau buktinya saja tidak ada, jelas itu kan fitnah yang sangat luar biasa. Justru saya khawatir jangan sampai pihak dari Bupati dan pihak terkait lainnya yang namanya ikut disebut malah mengambil langkah hukum terkait dengan nama baik seseorang.
Lantas, bagaimana pendapat Anda terkait pemberitaan tentang Bupati Buru Ramly Umasugi?
MTW: Kebetulan permasalahan ini kami yang tangani. Akan tetapi pada kenyataannya selama proses persidangan berlangsung itu memang tidak ada bukti-bukti yang sah yang bisa pastikan adanya keterlibatan bupati Buru itu bersalah. Tidak satu pun bukti yang mengarah padanya. Atas dasar itulah saya berani berkesimpulan kalau Ramly Umasugi itu tidak bersalah, apalagi sudah ada terdakwa yang jelas-jelas bersalah. Jadi apalagi yang mau mereka persoalkan. Sebagai advokat saya dituntut untuk bersikap objektif, jujur dan adil. Setiap saya ambil kesimpulan atas suatu perkara, selalu berpijak pada bukti hukum yang ada. Saya tak ingin berkesimpulan tanpa ada bukti yang jelas apalagi sampai berspekulasi, jelas itu saya hindari.
Bisakah Anda memberikan pandangan spesifik terhadap sumber-sumber berita terkait dengan perkara ini?
MTW: Iya bisa. Terkait dengan sumber berita media, bagi saya itu tidak masalah mereka ingin framing seperti apa. Tetapi alangkah lebih baik lagi kalau mereka taat pada Undang-Undang dalam memberikan dan/atau menyampaikan informasi. Jangan sampai media menyampaikan informasi yang hanya diperuntukkan tuk menggiring opini semata. Ada pasal dalam UU yang menyebutkan setiap warga negara harus tunduk patuh terhadap hak orang lain. Artinya, Ramly Umasugi walaupun dia bupati, tapi secara UU hak dia itu dilindungi oleh UU. Dia punya nama baik, dia punya kehormatan yang mesti di hormati. Pihak-pihak yang mencoba menggiring opini lewat berita bahwa Bupati itu terlibat menurut saya itu tidak benar. Faktanya tidak begitu. Karena bisa saja Ramly menuntut pihak-pihak yang sudah memberi informasi yang tidak ada bukti. (KT-10)
0 komentar:
Post a Comment