Namrole, Kompastimur.com
Puluhan Pegawai
Tidak Tetap (PTT) RSUD Namrole, Kabupaten Buru Selatan (Bursel) yang terdiri
dari Perawat, Mantri dan Bidan melakukan aksi damai di depan Kantor Bupati
Bursel dan mengancam akan mogok kerja jika tidak ada pengecualian tersendiri
kepada mereka terkait pemotongan sebanyak 25 persen dari gaji mereka serta
pembayaran hak-hak mereka yang belum dibayarkan.
Pantau media
ini, puluhan PTT RSUD Namrole ini tiba di kantor Bupati pukul 10.20 WIT dengan
membawakan sejumlah pamflet bertuliskan Mogok Kerja, Tolong Perhatikan Kami PTT
RSUD Namrole, Menolak Keras Pemotongan Gaji Sebanyak 25 Persen, Gaji Kami Tidak
Sesuai Dengan Beban Kerja, Garda Terdepan Gaji Terbelakang, dan Pasien Masuk
Kita Melayani Dari Home.
Selain itu,
mereka juga menyerahkan 3 tuntutan mereka agar bisa menjadi pertimbangan Pemda
Bursel yaitu;
Satu, Meminta
Pemda Bursel mempertimbangkan Penyesuaian/pemotongan gaji PTT sebesar 25%,
terhitung mulai bulan Juli sampai Desember 2020. Sebab kinerja dan pelayanan
mereka tidak sama dengan OPD/SKPD yang lain.
Kedua, PTT pada
masing-masing organisasi perangkat daerah tetap bekerja dari rumah (Work From
Home), pernyataan ini tidak sesuai dengan keadaan RSUD Namrole dan kerja
perawat RSUD Namrole sebagai garda terdepan dalam pelayanan masyarakat.
Ketiga, Kalaupun
Surat Edaran itu harus dilaksanakan, maka mereka meminta Kepada Pak Bupati
untuk mengambil langkah-langkah kebijakan untuk menyelesaikan masalah mereka
antara lain, pembayaran uang Sift dan masalah-masalah lainnya.
Namun sayangnya
aksi di halaman Kantor Bupati ini tidak membuahkan hasil, soalnya Bupati Bursel
Tagop Sudarsono Soulisa dan Sekda Bursel Iskandar Walla sedang mengikuti
kegiatan di Aula SMA Negeri 7 Namrole.
Namun, saat itu
para perwakilan diminta untuk bertemu dengan Asisten II, Ahmad Sahubawa guna
menyampaikan aspirasinya untuk nanti disampaikan ke Bupati Bursel.
Setelah
menyerahkan aspirasi mereka, kemudian mereka membubarkan diri dan kembali ke
RSUD Namrole.
Namun, beberapa
saat kemudian setelah puluhan PTT RSUD Namrole ini membubarkan diri, Bupati
Tagop Sudarsono Soulisa dan Sekda Bursel, Iskandar Walla tiba di Kantor Bupati
setelah selesai mengikuti kegatan di SMA Negeri 7 Namrole.
Setelah mendapat
penjelasan dari Asisten II terkait aksi tersebut, kemudian Bupati dan Sekda
langsung menuju ke RSUD Namrole untuk bertatap muka dengan puluhan PTT yang
melakukan aksi tersebut.
Wartawan yang
coba untuk mengikuti jalannya pertemuan tersebut diminta untuk tidak meliput
dan menunggu sampai pertemuan tersebut selesai.
Bupati Bursel,
Tagop Sudarsono Soulisa usai pertemuan kepada wartawan mengatakan, terkait
pemotongan gaji sebesar 25 persen adalah kebijakan Pemda Bursel sesuai dengan
regulasi nasional, sebab dengan kondisi ini beban anggaran daerah semakin
berat.
“Kebijakan Pemda
sampai Desember itu pemotongan 25 persen. Jadi tunjangan Eselon IV sampai
Eselon II itu dipotong. Pokoknya semua pejabat termasuk Bupati, pegawai honor
kami kurangi,” kata Tagop.
Walaupun pemotongan
25 persen, namun Tagop akui bahwa gaji setelah dipotong masih memenuhi upah
minimal, sebab di Bursel gaji PTT termasuk besar.
“Jadi kami
potong selama 6 bulan dan semoga Covid-19 ini cepat berlalu dan bulan Januari
tahun depan sudah bisa normal kembali. Pemotongan ini mengikuti kebijakan
nasional, sebab saat ini dilakukan pemotongan DAU secara nasional dan tidak ada
yang dirumahkan tapi Work From Home,” paparnya.
Lebih jauh Tagop
menjelaskan, untuk pemberlakuan shift bagi petugas kesehatan RSUD Namrole akan
diberlakukan satu hari kerja satu hari libur, sementara untuk petugas
Administrasi diberlakukan Work From Home.
“Untuk petugas
Administrasi ini jika dibutuhkan baru dipanggil sehingga operasional mereka
untuk transportasi, makan dan sebagainya itu berkurang dan otomatis pendapatan
mereka walaupun dikurangi tetapi cukup untuk kebutuhan dan untuk uang shift
atau uang jaga malam mereka tidak dikurangi. Ini kebijakan dilematis karena
kondisi sehingga tim anggaran harus mengambil kebijakan seperti itu,”
terangnya.
“Jadi pemotongan
itu dibarengi dengan shift kerja mereka satu hari libur satu hari kerja. Jadi
sama saja mereka 30 hari tapi 15 hari kerja dan hak-hak mereka dua tiga bulan
yang belum diberikan sudah diperintahkan untuk segera diselesaikan. Sedangkan
PTT umum yang ada di OPD lain itu Work From Home dan sewaktu-waktu diperlukan
baru dipanggil. Jadi mereka lebih banyak dirumah,” pungkasnya. (KT/02)
0 komentar:
Post a Comment