Oleh : Kaimudin
Laitupa.
Ditengah keprihatinan bangsa yang
luar biasa sesama warga saling menyudutkan. Para pemimpin saling serobot
mencari panggung, dengan pandangan saling berseberangan. Masalah serius
disepelekan atau dihadapi dengan overacting. Tak ada dermaga kepemimpinan yang
kuat sebagai tambatan jutaan biduk yang oleng. Persoalan dihadapi dengan
manajemen tambal sulam. Tak terlihat mekanisme antisipatif dan skema penanganan
secara terpadu. Kegotong-royongan yang ditekankan Pancasila dirobek syahwat
kekuasaan. Moral politik jatuh ke titik nadir, saat musibah jadi ajang pencitraan.
Mengingat ujian yang bertaraf
ekstra ordinary case. Oleh karenanya, jika tidak punya effort berjamaah yang
cukup besar untuk bersatu memperkuat solidaritas, mengutamakan kesalingpahaman
dibanding sekadar memperbesar perbedaan dan memperkeruh keadaan, tentu agak
sulit berharap segera keluar dari lorong panjang ketakutan dan kegelapan.
Lihatlah, negara-negara maju saja
yang dari awal mempunyai sumberdaya teknologi dan manusia tinggi, ambil
contohnya Inggris, Amerika, Italia dan atau Iran. Mereka tidak mudah
menaggulangi wabah corona, butuh cara dan kekuatan solidaritas terbaik yang mereka
miliki.
Dalam penanganan wabah penyakit
di dunia, Anthony de Mello pernah mengingatkan bahwa jumlah korban bisa menjadi
lima kali lipat, kalau terjadi ketakutan di saat terjadi wabah penyakit. Seribu
orang menjadi korban karena sakit, sedangkan empat ribu orang menjadi korban
karena panik. (Mello, A. D. (1997).
Berkaca pada hal tersebut,
komunikasi adalah bagian terpenting dalam menghadapi ancaman pandemi wabah
covid 19. Kepercayaan publik perlu dibangun dan dijaga agar tidak terjadi
kepanikan dalam masyarakat dan agar penanganan dapat berjalan lancar.dan
Pemerintah harus menunjukan bahwa Pemerintah serius, Pemerintah siap dan
Pemerintah mampu untuk menangani outbreak ini.
Harapan penulis Persepsi tentang
kesiapan dan keseriusan Pemerintah perlu disampaikan kepada public melalui
penjelasan yang komprehensif dan berkala, dengan menjelaskan apa yang sudah dan
akan dilakukan oleh Pemerintah.
Karena keseriusan pemerintah
untuk melakukan langka pencegahan (preventif) tanpa membutuhkan kerja sama dan
solidaritas sosial rakyat dengan baik maka keseriusan pemerintah akan untuk
memutus mata rantai wabah covid 19 tidak tercapai.lihat Durkheim sangat
tertarik dengan perubahan cara-cara masyarakat bertahan dan bagaimana
anggotanya melihat diri mereka sebagai bagian yang utu (baca tipe solidaritas
mekanis dan organis)
Semangat solidaritas sosial untuk
melakukan pencegahan covid 19 membutuhkan keutuhan dan kerja sama yang
progresif sebagai langkah untuk memutus mata rantai wabah covid 19,karena
persoalan corona tidak hanya sekedar wabah, tetapi juga persoalan kepekaan
kemanusiaan (sensitivity of humanity).
Mari kita lawan corona ini dengan
semangat kembali pada fitrah kita, bahwa kita adalah sesama manusia dan
penduduk dunia,Maka untuk melawan corona tentu adalah kembali pada logika
sederhana yang setara, yaitu kembali pada kesadaran bahwa kita semua adalah
manusia yang sama, walau terlahir dalam rupa yang beragam. saatnya kita
bergandeng tangan, memperkuat solidaritas untuk melawan wabah covid 19 secara
bersama-sama. (rls)
0 komentar:
Post a Comment