Banda Aceh - Dalam kunjungan ke Provinsi Aceh Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, AA La Nyalla Mahmud Mataliti memberikan padangan serta komitmen serius terkait posisi sentral DPD RI nantinya untuk terus bersinergi meningkatkan kerjasama dengan Pemerintah Daerah.
Dihadapan Plt.Gubernur Aceh, DPD RI asal Aceh serta Tokoh tamu undangan yang hadir, Ketua DPD mengatakan bahwa memerlukan kajian yang mendalam terkait dana otonomi khusus Aceh dan Papua dengan kata lain juga mengikut kemampuan fiskal Pemerintah Pusat.
“Pandangan pertama, DPD RI sebagai wakil daerah tentu akan memperjuangkan apa yang terbaik bagi daerah. Begitu pula dengan adanya pembuatan roadmap yang serius untuk menyongsong tahun 2027, berakhirnya masa Dana Otsus," katanya.
La Nyalla Mengatakan Aceh harus memiliki opsi lain jika Dana Otsus benar benar berhenti di tahun 2027.
"Diharapkan Aceh akan mampu melewati masa berakhirnya program dana otsus tersebut tahun 2027, apabila program tersebut otsus benar-benar berakhir dan yang tidak kalah penting adalah apakah selama ini dana otsus sudah mampu mengubah wajah aceh.? ini pertanyaan yang harus dijawab dengan melihat data empirik dilapangan," ujarnya.
Ketua DPD RI menjelaskan terkait laporan Penggunaan Dana Otsus Aceh tidak sesuai sasaran bahkan selama ini laporan yang masuk justru terbilang boros bahkan jauh dari kata tepat sasaran penggunaan.
“Kita semua tahu pasal 3 ayat 1UU Pemerintah Aceh menyebutkan dana otsus merupakan penerimaan Pemerintah Aceh yang ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama : infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, sosial, dan kesehatan. Tetapi dilapangan ada angka2 statistik yang masiv menunjukkan ketertinggalan Aceh dibeberapa sektor artinya masih berkutat dengan persoalan kemiskinan, pengangguran bahkan masalah kesehatan anak atau stunting”, katanya.
Angka - angka ini bisa dilihat di data statistik nasional. Data studi bank dunia disebutkan 54% tahun 2010 yang bersumber dari dana otsus tergolong berskala kecil. Beberapa dibawah angka 100 juta rupiah kurang memiliki dampak pembangunan dan pertumbuhan ekonomi seperti pembangunan pagar sekolah, pafin blok dan toilet.
"Kami juga mendengar beberapa kritik, beberapa kritik dari masyarakat misalnya soal penyelenggaran Tsunami Cup kucuran anggaran 11 miliyar dan Sabang Sail, 9,7 miliyar terbilang boros. tentu hal seperti ini masyarakat harus di dengarkan dan harus dipandang sebagai sebuah masukan sekaligus catatan kita semua. Kiranya perlu kita pikirkan sebuah langkah strategis sekaligus evaluatif. Dengan tujuan agar dana otsus yang masih akan turun hingga 7 ( 2020-2027) tahun mendatang benar-benar mampu mengubah wajah Aceh, mampu membuat Aceh gemilang dan mampu melepaskan Aceh dari persoalan seputar kemiskinan, dan masalah ekonomi lainnya," jelasnya.
DPD RI akan menyampaikan hal ini kepada pemerintah pusat agar dicarikan skema yang lebih memudahkan daerah dalam mempercepat pembangunan sesuai target dana otsus ini baik itu untuk Aceh maupun Papua.
Bila perlu, lanjutnya, DPD RI akan membantu mencari solusi melalui pansus dana otsus Aceh. salah satu contoh apakah perlu ada pemisahan anggaran antara APBA murni dan otsus . sehingga lebih jelas dan terarah. Dan masyarakat Aceh bisa melihat serapan anggarannya terarah.
“Kami ingin mengurangi gep jawa dan non jawa. Kami ingin memiliki kantor DPD RI sendiri di setiap provinsi. Karena DPD ingin membawa problem daerah ke pusat melalui penyampaian yang masuk melalui perwakilan yang ada di daerah. Mudah mudahan pak Plt.Gubernur Aceh dapat mencarikan lahan untuk perwakilan kami disini.itu komitmen kami,” tutupnya. (KT-Rls/GD)
0 komentar:
Post a Comment