Namlea, Kompastimur.com
Sebanyak 10 warga Latbual yang
merupakan ahli waris pemilik lahan pada bendungan Waeapo, yang terletak di
Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, melakukan aksi palang adat terhadap
bendungan tersebut, Jumat (20/12).
Aksi tersebut dilakukan, oleh 10
ahli waris lantaran mereka merasa tak
dihiraukan, pasca digusurnya 10 hektar lahan dari total 180 hektar lahan yang
menjadi lokasi untuk pembangunan bendungan Waeapo oleh Tim Terpadu selaku Tim
Pembebasan Lahan dan Balai Sungai Wilayah Maluku selaku Pelaksana Proyek
Pembangunan Bendungan .
Ke10 warga Latbual terdiri dari
Kawasan Latbual, Snuit Latbual, Seman Latbual, Hasang Latbual, Heret Latbual,
Laba Latbual, Tulu Latbual, Cate Latbual, Dasang Latbual dan Malhake Latbual.
Kuasa Hukum ke 10 Ahli Waris
Jitro Nurlatu mengaku bahwa selama pekerjaan pembangunan bendungan tersebut
dilakukan, belum pernah kliennya di panggil oleh Tim Terpadu untuk rapat serta
membahas pemberian ganti rugi lahan.
"Aksi pemalangan ini dilakukan
lantaran sekitar 10 hektar lahan milik mata rumah humkaku Latbual, sampai saat
ini belum dibayar, padahal pengusuran dan pembangunan telah dilakukan,"
kata Kuasa Hukum Jitro Nurlatu dalam releassenya kepada media ini melalui messenger,
Sabtu (20/12).
Selain itu, dalam penetapan
lokasi dan pengusuran oleh pekerja lapangan, tidak pernah berkonsultasi dengan
10 ahli waris tersebut. Padahal, menurut Nurlatu, kliennya memiliki bukti
kepemilikan dan penguasaan tanah adat oleh masyarakat adat.
"Bukti fisik yang dimiliki
klien saya adalah tanaman pusaka yang dikelola secara turun temurun, mulai dari
moyang mereka sampai dengan ahli waris saat ini, yakni ratusan pohon sagu dan
tempat keramat," ujar Jitro.
Selain itu, tambahnya, klien saya
mempunyai saksi yang mengetahui kebenaran dan penguasaan kepemilikan lahan
tersebut, serta dapat membenarkan hak masyarakat adat ini, yakni Kepala Desa dan
Camat setempat.
Untuk itu, guna mendapatkan hak
mereka, masyarakat adat telah memakai kuasa hukum untuk mempertanyakan sistem
pengambilan data oleh Tim Terpadu yang diketuai oleh Sekda Provinsi Maluku.
"Klien saya, yang memiliki
bukti fisik berupa tanaman pusaka yang telah berumur ratusan tahun, tapi nama
mereka tidak terdata sebagai pemilik lahan," tutur Pengacara Muda ini.
Bukankah, lanjutnya, penguasaan
tanah dan yang berhak mendapat ganti rugi atau santunan menurut Perpres Nomor
62 Tahun 2018 , minimal harus menguasai dan memanfaatkan lahan fisik kurang
lebih 10 tahun, sementara bukti yang dimiliki kliennya telah melampaui batas
yang ditetapkan peraturan perundang-undangan.
"Bila hak masyarakat adat
ini dihilangkan atau digelapkan, maka ini merupakan tindak pidana," kata alumni
Universitas Pattimura ini.
Selaku Kuasa Hukum ahli waris,
pihaknya meminta Sekda Provinsi Maluku, selaku ketua tim pembebasan lahan jika ingin menguji kepemilikan mereka, maka
harus turun langsung ke lokasi, agar dapat ditunjukkan langsung bukti fisik
kliennya.
"Saya meminta tim terpadu
dalam pengambilan data di lapangan agar sesui tata cara pembuktian baik berupa
pembuktian data fisik maupun data
yuridis, jangan cuma melakukan rapat tanpa turun ke lokasi langsung untuk
melihat bukti fisik di lapangan, karena realita yang terjadi klien saya punya
bukti fisik yang menurut hukum itu sah. Namun, nama mereka tidak dimasukan
sebagai pemilik lahan atau penerima santunan," tutur Jitro.
Nurlatu juga berharap, apabila
nantinya terjadi pembayaran ganti rugi sesuai yang diharapkan kliennya, maka harus
dilakukan langsung orang per orang dan jangan diwakilkan pada 1 orang dari
marga Latbual saja dan palang adat yang dipasang dapat dibuka kembali.
Mengingat, sesuatu yang berkaitan dengan uang sangat sensitif.
Sebab, apabila pemberian ganti
rugi diberikan hanya kepada perwakilan dan dikemudian hari, ada yang belum
mendapatkan, maka pekerjaan bendungan pasti tertunda.
"Hal ini pastinya tidak diinginkan
Pemerintah. Maka itu, tim terpadu harus bijaksana dan memiliki data yang valid
terkait status kepemilikan lahan yang digunakan sehingga pemberian santunan
tepat sasaran demi kelancaran pembangunan," katanya mengingatkan. (KT-Rls/Y)
0 komentar:
Post a Comment