Namrole, Kompastimur.com
Pengancaman yang dilakukan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Buru Selatan (Bursel), Iskandar Walla terhadap wartawan media ini pasca pemberitaan terkait protes tersangka kasus dugaan korupsi dana MTQ XXVII Ting¬kat Provinsi Maluku Tahun 2017 merupakan cara preman yang seharusnya tak lagi dipakai untuk menekan kerja pers.
“Saya kira tidak boleh ada pejabat yang seenaknya ancam wartawan, walau dengan dalil apa pun. Sebab, orang lain yang punya masalah dan menyampaikan protes, tapi wartawan yang harus diancam, itu kan tidak boleh,” kata Direktur Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Maluku Yan Sariwatin kepada Kompastimur.com
melalui telepon selulernya, Sabtu (23/11) sore.
Menurut Sariwatin, cara-cara mengancam seperti itu merupakan cara preman yang tak harus membudaya dan diteladani oleh siapa pun.
“Sebagai pejabat harus juga siap dikritik, kalau tidak mau dikritik ya tidak boleh jadi pejabat. Sebab kalau main-main ancam begitu dikira preman lagi. Apalagi, sebagai seorang pejabat daerah,” paparnya.
Menurut Sariwatin, apa yang diberitakan oleh wartawan itu merupakan protes dari salah satu tersangka kasus MTQ Bursel, yakni Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Bursel Sukri Muhammad yang mengharapkan ada penerapan hukum yang adil oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Buru sehingga sebagai seorang pejabat, harusnya Sekda bisa memberikan hak jawab untuk menjelaskan duduk masalah sesungguhnya kepada publik tanpa harus menggunakan cara-cara preman.
“Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dia punya hak jawab disitu. Dia bisa menjelaskan hak jawabnya supaya masyarakat tahu. Tapi dengan secara sepihak saja lalu ancam mengancam, saya kira itu sudah tidak sepatutnya lagi seorang pejabat seperti begitu,” kata Sariwatin.
Sariwatin menjelaskan, pengancaman yang dilakukan oleh Sekda kepada wartawan ini merupakan bentuk ketakutan Sekda yang terkesan tak siap mental untuk dikritik.
“Saya kira itu dia ketakutan saja sebagai seorang pejabat. Padahal dia harus punya mental untuk dikritik, siapa pun dia. Jangan karena baru sedikit dikritik lalu mau ancam mengancam, saya kira tidak ada zamannya untuk begitu lagi,” ujarnya.
Selain itu, Sariwatin pun berharap agar apa yang menjadi protes dari Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Bursel Sukri Muhammad yang mengharapkan adanya keadilan dalam penerapan hukum pun tak diabaikan begitu saja oleh pihak Kejari Buru.
“Kejari Buru juga harus benar-benar menerapkan keadilan hukum disitu sehingga pihak-pihak yang merasa kecewa juga tidak merasa dirugikan dengan keputusan-keputusan seperti begitu. Ya siapa pun dia, yang terlibat dalam kasus MTQ itu saya kira harus menanggung resikonya disitu,” katanya.
Olehnya itu, Ia pun berharap agar dalam menangani kasus ini, pihak Kejari Buru tidak kemudian menunjukkan sikap tak adil dan pada akhirnya ada pihak yang merasa dirugikan.
“Kejaksaan juga harus pro aktif menuntaskan kasus itu sehingga pihak-pihak yang lain juga tidak merasa dirugikan. Sebab, penerapan hukum itu harusnya berlaku seadil-adilnya. Jangan sampai hanya tajam kebawa dan tumpul keatas,” harapnya.
Untuk diketahui, Sekda Kabupaten Bursel, Iskandar Walla tak terima namanya turut dibawa-bawa sebagai pihak yang turut bertanggung jawab dalam kasus dugaan korupsi dana MTQ XXVII Ting¬kat Provinsi Maluku Tahun 2017.
Selaku Bendahara Umum Daerah (BUD) saat pelaksanaan MTQ itu Ia tak sependapat dengan protes yang dilayangkan oleh Kadis Perhubungan Bursel, Sukri Muhammad yang adalah salah satu tersangka kasus tersebut.
Namun anehnya, Sekda tak menyampaikan klarifikasinya secara baik, ia malah menelpon wartawan media ini, Sabtu (23/11) dan mengancam akan menganiaya wartawan.
“Selamat siang, Beta (Saya) sudah di Ambon, kalau mau ketemu Beta silahkan. Kalau mau datang berapa orang supaya Beta jelaskan jang (jangan) sampai dong (kalian) sebarkan fitnah. Beta mau kasih ingat for (untuk) ale (kamu), berani sebarkan fitnah, Beta punya keluarga besar dan Beta seng tanggung-tanggung untuk Beta kasih patah gigi-gigi semua,” ancam Sekda dengan dialek Ambon.
Ia menegaskan bahwa selaku BUD, ia tidak bertanggung jawab secara keuangan maupun administrasi, sebab yang harus bertanggung jawab ialah Kepala Bidang Pengelola Keuangan di Panitia MTQ.
“He belajar dolo.ee (dulu). Baca itu Juknis, Juklak itu sudah dibuat semua, yang bertanggung jawab secara keuangan maupun secara administrasi itu adalah Kepala Bidang Pengelola Keuangan, BUD hanya mentransfer uang masuk ke, ini namanya danah hibah, bukan APBD yang masih utuh. Inikan sudah dihibahkan jadi bukan lagi, tidak bisa campur itu,” ujarnya.
Sekda menambahkan, selaku BUD saat itu Ia tidak pernah melihat anggaran MTQ sama sekali sehingga tidak harus mempertanggung jawabkan dugaan korupsi tersebut kendati telah dimintai keterangan dari pihak jaksa.
“Jadi siapa yang kelola uang, dia yang bertanggung jawab secara fisik dan keuangan, katong (kita) seng (tidak) pernah lihat uang,” paparnya.
Ia mengaku sudah diperiksa juga oleh jaksa dan dirinya sudah memberikan keterangan di hadapan jaksa.
“Kita sudah diperiksa, jaksa itu bukan anak yang baru belajar hukum,” ucapnya.
Ketika dijelaskan oleh wartawan bahwa itu merupakan protes dari Kadis Perhubungan yang berharap Jaksa adil dalam penanganan kasus ini, sehingga wartawan merasa perlu mengkonfirmasi hal itu kepada Sekda, Sekda malah dengan nada marah menyampaikan bahwa dirinya tidak memiliki urusan dengan Kadis dan tak ingin berurusan dengannya.
“Urusan dengan dia, eh Kadis, beta tar (tidak) urusan deng (dengan) dia,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, Kadis Perhubungan Bursel, Sukri Muhammad memprotes keras. Kejari Buru tebang pilih dalam penetapan tersangka kasus dugaan korupsi dana MTQ XXVII Ting¬kat Provinsi Maluku Tahun 2017.
Sukri adalah salah satu dari tiga tersangka yang dijerat Kejari Buru. Dalam panitia MTQ, ia menjabat ketua bidang sarana dan prasarana.
Bendaharanya Rusli Nurpata juga ditetapkan sebagai tersangka. Dalam panitia ia menjabat Bendahara Bidang Sarana dan Prasarana. Satu tersangka lagi adalah Jibrael Matatula, Event Organizer.
Sukri menilai, jaksa tidak adil. Sukri merasa ia dan anak buahnya Rusli Nurpata dijadikan tumbal dalam kasus korupsi dana MTQ. Semen¬tara Sekda Iskandar Walla yang adalah mantan BUD Kabupaten Buru Selatan hingga kini masih berstatus saksi, dan belum dijerat sebagai tersangka. Padahal, sebagai BUD, Walla bertanggung jawab dalam proses pencairan anggaran MTQ, yang sebagiannya dilakukan tanpa kontrak.
“Kami jadi tumbal atau korban dalam kasus ini,” tandas Sukri, kepada Siwalima, melalui telepon selulernya, Jumat (22/11).
Sukri mengakui, ada banyak keku¬rangan administrasi dalam pertanggungjawaban dana MTQ. Jika dirinya dan Rusli Nurpata disalahkan, maka seharusnya Iskandar Walla sebagai BUD harus turut bertanggung jawab. Karena pencairan dana bisa dilakukan setelah adanya persetujuan dari BUD, yang terlebih dahulu melakukan verifikasi terhadap proposal dan berkas-berkas yang diajukan untuk proses pencairan.
“Kalau proses administrasi tidak lengkap, maka seharusnya BUD tidak mencairkan, mekanismenya keuangannya begitu. Tapi, jadi tersangka ini kok sendiri begitu ya. Kalau saya makan uang itu ya itu resiko. Tapi saya tidak makan uang itu. Saya juga pertanyakan, kalau saya jadi tersangka, mengapa saya sendiri dengan saya punya bendahara. Kita ini korban. Ini masalah administrasi, tapi kalau administrasi, kita tidak sendiri,” ungkap Sukri.
Sukri berharap, pihak kejaksaan berlaku adil dalam penanganan kasus ini. Ia tidak mau menjadi tumbal sendiri. Jika ada pihak-pihak yang telah mengembalikan kerugian negara, itu berarti mereka telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan harusnya juga dijerat.
“Kami harap harus adillah. Apa¬lagi, ada pihak-pihak lain juga yang sudah mengembalikan kerugian negara dan itu berarti tidak menghapus pelanggaran hukum yang telah dilakukan,” tandas Sukri.
Soal jumlah kerugian negara yang diungkapkan pihak jaksa sebesar Rp. 9 miliar, Sukri pun mem-protesnya. Sebab, belum ada lembaga yang berkompeten menghitung kerugian negara.
“Saya kan sudah ditetapkan sebagai tersangka, saya juga bingung, kan belum ada penetapan kerugian negara dari lembaga yang berwenang. Kalau. 9 miliar itu berarti MTQ tidak jalan. Tidak mungkin kerugian negara sebesar itu. Artinya angka itu harus resmi dari lembaga terkait yang menghitung kerugian negara,” ujarnya.
Ia menambahkan, kalaupun ada kerugian negara, itu baru terjadi setelah pihak ketiga melakukan belanja dan bukan ketiga proses pengusulan pencairan ke BUD hingga ditransfer ke pihak ketiga.
“Kalau ada kerugian negara, itu di pihak ketiga. Kan kerugian negara itu ada, setelah dia melakukan be¬lanja. Kalau kita lakukan permintaan pencairan uang dan transfer ke pihak ketiga, itu kan melalui BUD,” ungkap Sukri.
Sukri mengaku, kembali diperiksa pada Kamis (21/11). Sehari sebelum¬nya Kabag Kesra yang juga Ketua Bidang Sekretariat Mansur Mony, Bendahara Hibah Kabupaten Buru Selatan Fath Salampessy, Bendahara LPTQ Irma Letetuny dan Bendahara Bidang Sarana dan Prasarana Rusli Nurpata menjalani pemeriksaan di Kejari Buru.
Semetara itu Sekda Kabupaten Bursel Iskandar Walla yang dihubungi via telepon selulernya, Jumat (22/11) malam enggan untuk menanggapi protes Sukri tersebut karena sedang bersama investor.
"Iya. Maaf, saya lagi di Jakarta, baru habis rapat dengan investor. Saya baru habis rapat saja, nanti kalau sempat saya lihat waktu dulu karena saya ada mau makan dengan mereka," kata Sekda.(KT-01)
0 komentar:
Post a Comment