Namlea, Kompastimur.com
Permainan
tradisional lari tempurung dan lari kaki setan, membuat penonton terhibur dan
para orang tua ikut bernostalgia saat masih kecil dan remaja.
"Nonton
lomba egrang hari ini mengingatkanku permainan masa kecilku dulu. Permainan
ini di sini dinamai kaki setan. Mungkin
kerena kakinya jadi panjang ya," ucap guru SMAN 2 Namlea, Ibu Murni
Setiawati menanggapi ramainya dan meriahnya berbagai perlombaan rakyat pada
festival pesona Bipolo ke-4 yang dibuka Sekda Buru, Drs Ahmad Assagaf di Obyek
Wisata Pantai Jikumerasa, tanggal 13 Oktober lalu.
Kini festival
pesona bupolo ke-4 telah selesai, ditutup dengan hiburan panggung sekaligus
donasi untuk korban gempa di Pulau Ambon dan Pulau Seram di Tugu Tani, Namlea
pada Selasa malam lalu (15/10).
Kadis Pariwisata
Kabupaten Buru, Drs Istanto Setyahadi ditemui wartawan, mengaku sangat
bersyukur dan ikut berterimakasih kepada berbagai pihak, karena acara yang bertajuk Festival Pesona Bupolo ‘A
Piece OF Heafen From Molluca’ dipadati ribuan pengunjung.
“Dalam kegiatan
ini selain untuk masyarakat lokal Pulau Buru target kami juga para wisatawan
nusantara melinial. Memang tema yang kita usung di tahun ke-4 ini agak berbeda
dengan tahun-tahun sebelumnya dan ada penggalangan dana untuk korban gempa di
maluku,” kata Kadis Pariwisata.
Dalam festival
ini Dinas Pariwisata Kabupaten Buru menggelar beberapa lomba yakni lomba Dayung
Parahu Semang,Lomba Belah Kelapa & Sisi Kelapa, dan lomba lari trmpurung
serta Lomba Lari Kaki Setang.
Dua lomba yang
disebutkan terakhir, mengingatkan Ibu Murni Setiawati, guru SMAN 2 Namlea, jadi
ingat masa kecilnya, seperti tertuang pada kalimat pembuka di atas.
Lari tempurung
dan lari kaki setang di daerah lain di Nusantara, lebih dikenal dengan sebutan
egrang atau engrang.
Bila menggunakan
tempurung, maka tempurung dari batok kelapa kering itu dibela dua dan diikat
tali. Kemudian anak-anak, dan remaja
menggunakannya berlari bahkan dijadikan ajang berlomba.
Pada festival
kali ini sengaja dilombakan untuk orang dewasa. Maka sangat terlihat lucu dan
banyak mengundang tawa.
Banyak tempurung
juga pecah akibat tak mampu menahan beban berat."Katong terhibur, jadi
ingat nostalgia masa kecil dan ini permainan tradisional di kampung,"kata
Ima Salasiwa.
Selain egrang
dari tempurung, di Pulau Sumatera , Jawa, dan banyak tempat lainnya di
Indonesia, permainan egrang/kaki setan ada yang menggunakan bambu dan ada yang
menggunakan pelepah pohon sagu.
Menurut Kadispar
Buru, Istanto Setyahadi, laki setan/Egrang atau Engrang adalah tongkat panjang
yang terbuat dari bambu atau pelepah sagu (gaba-gaba) di mana seseorang bisa
berdiri di atasnya. Kemudian berjalan dalam jarak atau waktu tertentu.
Catatan
Media ini , pada mulanya, Egrang ini merupakan olahraga atau permainan
tradisional yang jika diteliti, cukup sulit untuk menemukan dari mana asal
mulanya. Di Maluku, lebih populer dengan lari kaki setan.
Beberapa
peneliti mengatakan permainan ini sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda dan
permainan ini mendapat pengaruh dari budaya China. Kosakata Egrang itu sendiri
berasal dari Bahasa Lampung yang berarti terompah pancung yang terbuat dari
bambu bulat panjang.
Permainan kaki
setan ini cukup unik dan cukup menguras tenaga. Karena para pemain harus
terampil dalam menjaga keseimbangan tubuh dan berjalan dengan stabil di atas
tongkat panjang.
Permainan
berkembang dan cukup populer di tahun 1900-an. Ada beberapa yang menjadikan
Egrang /kaki setan sebagai permainan tradisional, dan ada yang menganggapnya sebagai olahraga
tradisional.
"Saat ini,
Egrang sendiri hanya bisa ditemui pada saat perayaan tertentu.Dan di festival
kali ini kami munculkan untuk tetap menjaga agar permainan tradisional ini
sampai dilupakan para anak-anak,"papar Istanto.
Kata Istanto,
anak anak zaman sekarang lebih mengenal gadget atau mainan yang terbuat dari
plastic yang di Impor ke Indonesia dibandingkan dengan permainan tradisional
Indonesia.
Mungkin ada
beberapa anak-anak yang tidak tahu apa itu permainan lari kaki setan, Gasing
(apiong), Petak Umpet, dan sebagainya.
"Jangan
sampai permainan tradisional seperti ini
masuk museum dan lembaga-lembaga penelitian atau budidaya yang hanya
bisa diteliti untuk kepentingan sejarah dan budaya saja, akibat tidak ada lagi
yang bermain," ucap Istanto.
Bupati Buru
melalui sekda saat membuka kegiatan di atas, menyatakan menyambut baik
diselenggarakannya kegiatan ini sebagai upaya untuk memperkenalkan berbagai
pesona pariwisata buru dengan keunikan dan keragaman tradisi serta budaya
masyarakat yang menjadi kearifan dan identitas masyarakat buru.
Pemerintah
Kabupaten Buru Melalui Dinas Pariwisata juga
telah membentuk komunitas Generasi Pesona Indonesia (GenPi) Bupolo yang
telah di kukuhkan langsung oleh ketua Genpi Provinsi Maluku.
“GenPi merupakan
patner Kementrian Pariwisata dalam mempromosikan destinasi parawisata sejak
tahun 2016. Pembentukan GenPi Bupolo ini sebagai bentuk komitmen kuat
pemerintah Kabupaten Buru untuk membangun dan mengembangkan berbagai potensi
pariwisata Kabupaten Buru yang pada waktunya nanti akan memberikan kontribusi
bersar terhadap peningkatan kesejatraan Masyarakat Kabupaten Buru,” ucap sekda.
(KT/10)
0 komentar:
Post a Comment