Jakarta, Kompastimur.com
Senator DPD RI
yang juga Pimpinan Komite I DPD RI, H. Fachrul Razi MIP menyatakan penolakannya
terhadap RKUHP dan UU KPK yang dianggap menjadi ancaman bagi demokrasi dan masa
depan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Demikian
disampaikan dalam acara diskusi yang
diadakan di kampus Institut STIAMI Bekasi oleh Lembaga Spesialisasi
Mahasiswa Anti Korupsi (SIMAK), Selasa, (23/9).
Hadir Narasumber
diantaranya H.Fachul Razi, M.I.P (Senator DPD RI), Dr. Taswem Tarib SH MH BcIM,
dan Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, S.I.A., M.Kesos (Tokoh Perempuan Muda
Indonesia).
Menurut Fachrul
Razi yang juga Pimpinan Komite I DPD RI, adanya UU KPK akan berdampak pada
status pegawai KPK menjadi ASN dinilai akan menghilangkan independensi KPK. KPK
menjadi Lembaga Pemerintah/eksekutif KPK tidak lagi sebagai lembaga independen
yang mengawasi 3 Pilar demokrasi.
“Aneh jika KPK
perlu meminta izin penyadapan, penyitaan, penggeledahan kepada dewan pengawas,
dan jika penyidik KPK berasal dari kepolisian, kejaksaan, ASN tentunya tidak
ada lagi penyidik Independen dan dikhawatirkan pula akan makin banyak kasus
sprindik yang cocok,” jelasnya.
Menurut Senator
DPD RI ini, penuntutan harus koordinasi dengan Kejasaan Agung. KPK tidak lagi
punya kewenangan otonom dalam penuntutan dan perkara yang mendapat perhatian
masyarakat tidak lagi menjadi kriteria. KPK akan sulit mengusut perkara suap
yang biasanya berjumlah dibawah1 miliar rupiah.
“Jika KPK
berwenang mengeluarkan SP3, Kasus kasus besar tentunya menurutnya akan banyak
kasus besar seperti BLBI, Century, E KTP, Hambalang, dan lainnya berpotensi
didesak untuk dikeluarkan SP3, semoga itu tidak terjadi,” tegasnya.
Fachrul Razi
juga mengatakan bahwa KPK bukan hanya dilemahkan melalui UU KPK namun juga
dalam RKUHP terhadap kewenangan KPK. Dimana menurut Pimpinan Komite I DPD RI
ini KPK tidak lagi berwenang menindak perkara korupsi dan Tipikor menjadi
tindak pidana umum.
“RKUHP
memungkinan penghapusan pidana lewat pengembalian kerugian keuangan negara
serta kewenangan Pengadilan Tipikor untuk mengadili Tipikor menjadi hilang,”
tegasnya.
Fachrul Razi
mengatakan bahwa Pidana Badan pada RKUHP lebih rendah dari pada UU Tipikor.
Serta Pidana denda pada RKHUP lebih rendah dari pada UU Tipikor. Sementara
Pidana terhadap pelaku percobaan korupsi pada RKUHP lebih rendah dari pada UU
Tipikor serta pidana terhadap pelaku pembantuan korupsi pada RKUHP lebih rendah
dari pada UU Tipikor.
Disisi lain,
pidana terhadap pelaku permufakatan jahat pada RKUHP lebih lebih rendah dari
pada UU Tipikor. Fachrul Razi
menjelaskan wewenangan dan keberadaan PPTAK menjadi hilang.
Sikap politik
Senator Fachrul Razi ini mempertegas bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik
saja dan menurutnya negara saat ini menuju kepada kehancuran Indonesia yang
diawali dengan penghancuran demokrasi dan semangat reformasi dalam
pemberantasan korupsi. “Hanya satu kata, Lawan!” tegas Fachrul Razi.
Sementara itu di
beberapa kota terjadi demonstrasi menolak RUU KUHP dan UU KPK yang baru
berlangsung ricuh. Mahasiswa menjebol pagar DPR.
Pantauan media,
massa mulai menjebol pagar luar depan DPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin
(23/9/2019) sekitar pukul 20.30 WIB. Polisi langsung membuat barikade untuk
menghalau massa.
Dalam orasinya,
para mahasiswa meneriakkan penolakan terhadap RKHUP dan UU KPK. Mereka pun
berjanji datang lagi hari ini dengan massa lebih banyak. Memanasnya aksi ini
berawal dari mediasi antara DPR dan mahasiswa yang gagal. Pukul 17.40 WIB, DPR
menerima perwakilan dari sejumlah universitas.
Mereka
diperbolehkan masuk ke Gedung DPR untuk menyampaikan aspirasinya. (KT/FRZ/Red)
0 komentar:
Post a Comment