Jakarta, Kompastimur.com
Indonesia berduka, mantan
Presiden Republik Indonesia ke-3 Bacharudin Jusuf Habibie meninggal dunia di RSPAD
Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu (11/9/2019) pukul 18.05 WIB. Habibie meninggal di
usia 83 Tahun.
"Dengan sangat
berat, mengucapkan, ayah saya Bacharudin Jusuf Habibie, Presiden ke-3 RI,
meninggal dunia jam 18.05 WIB," kata Putra Presiden ke-3 RI Bacharudin
Jusuf Habibie, Thareq Kemal Habibie di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu
(11/9/2019).
Menurut Thareq, sang
ayah meninggal dunia karena sudah berusia tua sehingga sejumlah organ dalam
tubuhnya mengalami degenerasi. Salah satunya adalah jantung.
Thareq turut mengapresiasi
tim dokter yang selama ini menangani sang ayah selama dalam perawatan.
Sebelum meninggal,
keluarga dekat sudah berkumpul di RSPAD Gatot Soebroto, tempat Habibie dirawat.
Kondisi Habibie memang sempat menurun belakangan ini.
Perkembangan kondisi
kesehatannya terus dipantau oleh 44 dokter yang tergabung dalam tim dokter
kepresidenan. Ada yang ahli jantung hingga otak.
Pada tahun 2018 lalu,
kondisi Habibie juga menurun karena kelelahan setelah melakukan kegiatan di
berbagai kota di Indonesia. Pada tahun yang sama, ia juga pernah dirawat di
Jerman karena mengalami kebocoran klep jantung.
Akibat kebocoran
tersebut, terjadi penumpukan air di paru-parunya hingga 1.5 liter, sehingga
Habibie kesulitan untuk bernafas. Saat itu, tekanan darahnya juga meningkat
sampai 180 ke atas. Presiden Joko Widodo mengutus tim dokter kepresidenan ke
Jerman guna memantau kesehatan Habibie.
Sementara dua tahun
sebelumnya, yakni pada tahun 2016, Habibie juga sempat dirawat di rumah sakit
RSPAD Gatot Subroto.
Untuk diketahui, Habibie terlahir sebagai anak keempat dari delapan bersaudara dengan seorang ayah bernama Jalil Habibie dan ibu bernama R.A. Tuti Marini Puspowardojo pada 25 Juni 1936.
Jalil merupakan seorang
ahli pertanian dari etnis Gorontalo, sedangkan Tuti dari etnis Jawa. Nama
Habibie sendiri merupakan sebuah marga di Gorontalo. Sebelum berkuliah
dan bekerja di Jerman, Habibie menempuh pendidikan jenjang atas di SMA Kristen
Dago Bandung dan belajar keilmuan teknik mesin di Fakultas Teknik Universitas
Indonesia Bandung (sekarang Institut Teknologi Bandung) pada 1954.
Di Jerman, Habibie
melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang,
di RWTH Aachen, Jerman Barat. Di sana, dia menerima gelar diplom ingenieur pada
1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.
Di tengah pendidikannya
di Jerman, dia menikahi Ainun pada 12 Mei 1962 di Bandung. Dari hasil
pernikahan keduanya, lahirlah Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.
Habibie pernah bekerja pada sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di
Hamburg, Jerman, Messerschmitt-Bölkow-Blohm.
Dia kemudian kembali ke Indonesia pada 1973 atas permintaan Presiden Soeharto. Di era Orde Baru itulah, dia ditunjuk sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi (1978 sampai Maret 1998).
Dia kemudian kembali ke Indonesia pada 1973 atas permintaan Presiden Soeharto. Di era Orde Baru itulah, dia ditunjuk sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi (1978 sampai Maret 1998).
Sebagai Menristek,
Habibie menargetkan Indonesia sebagai negara agraris bisa menjadi negara
industri melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Target itu
ditumpukan pada industri strategis yang dikelola PT. IPTN, PINDAD, dan PT. PAL.
Di sela jabatannya
sebagai menristek, Habibie terpilih pula sebagai Ketua Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia (ICMI) yang pertama. Pada 14 Maret 1998-21 Mei 1998, Habibie
menjabat sebagai Wakil Presiden ketujuh dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah
Presiden Soeharto. Kemudian, dengan kondisi sosial politik saat itu, Habibie
pun diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia (21 Mei 1998-20 Oktober 1999)
menggantikan Soeharto. Pada 14 Maret 1998-21 Mei 1998, Habibie menjabat sebagai
Wakil Presiden ketujuh dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden
Soeharto. Kemudian, dengan kondisi sosial politik saat itu, Habibie pun
diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia (21 Mei 1998-20 Oktober 1999)
menggantikan Soeharto.
Selama kepemimpinannya,
L. Misbah Hidayat menilai setiap keputusan yang diambil Habibie didasarkan pada
pengalaman hidupnya. Dalam bukunya berjudul Reformasi Administrasi:
Kajian Komparatif
Pemerintahan Tiga Presiden, Habibie ditulis Misbah telah melakukan perubahan
dengan membangun pemerintahan yang transparan dan dialogis.
Habibie sempat menetap
di Jerman pasca lengser sebagai presiden. Namun, dia kembali ke Indonesia
ketika ditunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai penasihat presiden.
Habibie juga
mengembangkan industri pesawat terbang di Batam. Dia sempat menjabat sebagai
Komisaris Utama PT. Regio Aviasi Industri, sebuah perusahaan perancang pesawat
terbang R-80, sebelum kemudian menyerahkannya kepada Ilham Habibie. (KT-01)
0 komentar:
Post a Comment