Ali Rumauw |
SBT, Kompastimur.com
Rencana
pemecatan terhadap ASN dalam lingkup Pemkab Seram Bagian Timur yang berkuatan
Hukum tetap bukan keinginan Bupati Seram Bagian Timur (SBT), melainkan hal
tersebut merupakan perintah UU.
Demikian
diungkapkan oleh Praktisi Hukum Ali Rumauw, Sabtu (24/08/09) di Bula.
Dirinya meminta
kepada Bupati SBT, Abdul Mukti Keliobas agar segera melakulan pemberhentian
secara tidak terhormat kepada ASN dilingkup Pemda SBT yang terpidana,
Sebagaimana putusan MK Nomor 87/PUU-XVI/2018 tentang pemberhentian PNS tidak
dengan hormat, berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap (Inkracht) karena melakukan perbuatan yang ada kaitannya dengan jabatan
seperti korupsi, suap, dan lain-lain.
"Bupati
harus cepat melakukan pemecatan, karena ini perintah aturan jadi harus
dieksekusi," pinta Rumauw.
Praktisi Hukum
muda asal Seram Bagian Timur ini menambahkan, berdasarkan keputusan bersama
Menpan RB, Mendagri dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Maka Bupati
diperintahkan oleh UU untuk melakukan pemecatan terhadap ASN yang sudah
terpidana, baik yang sudah bebas dari massa tahanan maupun yang menjalani
Hukuman. Selain itu, Jika para ASN ini masi terus menjalankan tugasnya sebagai
ASN maka akan berefek terhadap kerugian keuangan Negara.
"Bukanlah kemauan
Bupati sendiri soal suka atau tidak suka tetapi perintah UU yang wajib
dijalankan. Jika Bupati terus memberikan Gaji terhadap ASN yang terpidana
berdasarkan Putusan Pengadilan yang berkekuatan Hukum tetap maka berefek terhadap
penambahan kerugian Negara," tegas Rumauw.
Lanjut Rumauw,
Bupati patutlah menjalankan perintahka UU berdasarkan alasan Hukumnya yang
termuat dalam Pasal 87 ayat (4) huruf b UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara dan Pasal 9 Huruf a PP Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian
PNS, serta Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (UU Pemberantasan Tipikor) sebagaimana yang telah diubah
menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
"Setiap
orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Sementara pada
Pasal 87 ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara (UU ASN): PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena:
a. Melakukan
penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945,
b. Dihukum
penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau
tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana
umum,
c. Menjadi
anggota dan/atau pengurus partai politik; atau
d. Dihukum
penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua)
tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana.
Sementara pada
Pasal 9 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil (PP 32/1979) sebagaimana yang terakhir kali diubah oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2013 "Pegawai Negeri Sipil
diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil apabila dipidana
penjara atau kurungan berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap, karena:
a. Melakukan
suatu tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada
hubungannya dengan jabatan; atau
b. Melakukan
suatu tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 sampai
dengan Pasal 161 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. (KT/FS)
0 komentar:
Post a Comment