Namlea, Kompastimur.com
Reskrimsus Polda
Maluku menitipkan sebanyak 80 drum Asam
Cianida, 190 karung karbon dan 4 katung borax di Mapolres Pulau Buru. Barang
bukti kejahatan itu disita tanggal 6 September lalu di Pelabuhan Namlea, dan
baru dipindahkan dari kontainer ke Mapolres pada Jumat pagi (9/8/2019).
Wartawan media
ini melaporkan barang bukti itu diserahkan dari Reskrimsus Polda Maluku
diwakili Panit 1 subdit 4 Ditreskrimsus, Ipda Jefry Makruh dan diterima KBO
Reskrim Polres Pulau Buru, Iptu Robert Reimialy.
Kasubbag Humas
Polres Pulau Buru, Ipda Zulkifli yang ditanyai, mengaku kalau barang bukti ini
hanya dititip di Polres setelah lama tersimpan di kontainer pelabuhan Namlea.
Ketika dibawa ke
Mapolres dengan mobil kontainer, bahan beracun berbahaya (B3) itu masih tetap
tersimpan di dalam kontainer yang sama sewaktu disita Reskrimsus Polda Maluku
tanggal 6 September tahun lalu.
Setelah tiba di
halaman belakang Mapolres, baru beberapa buruh pelabuhan mengeluarkan dan
menurunkan barang itu dari kontainer.
"Barang
bukti ini hanya dititip. Sedangkan kasusnya yang tangani Reskrimsus Polda
Maluku," papar Ipda Zulkifli.
Ketika berusaha
dikorek keterangan lebih lanjut perihal penanganan kasus ini, ia mengaku belum
mengikuti perkembangan.
"Sebaiknya
teman-teman bertanya ke reskrimsus Polda, karena belum dilimpahkan masalahnya
ke polres," elaknya halus.
Sebagaimana
pernah diberitakan media ini, kalau Tim Ditreskrimsus Polda Maluku yang
dipimpin Kompol Max Tahiya mengamankan 80 drum asam sianida, 190 karung karbon
dan empat karung borax.
Bahan kimia
berbahaya untuk dipasok ke kawasan tambang emas Gunung Botak ini, diamankan
sejak Kamis tanggal 6 September tahun 2018 lalu, sekitar pukul 14.00 WIT, di Pelabuhan
Namlea, Kabupaten Buru.
Sesuai manifes,
di kontainer itu berisi barang campuran. Selain ada sianida, boraks dan karbon,
juga terdapat obat amoxilin cair, dua motor honda dan spare part kendaraan,
serta berbagai jenis barang lainnya.
Pemilik barang
lain ikut hadir saat kontainer dibuka dan disaksikan Kepala PT PELNI
Namlea, petugas Adpel Namlea, serta
KPPP.
Sedangkan
pemilik sianida yang diketahui bernama Kople, pengusaha tambang ilegal di
Gunung Botak tidak hadir saat kontainer dibuka. Pengusaha asal Sulawesi Selatan
ini berdiam di Jalur B, Dusun Wamsait,
Desa Dava, Kecamatan Waelata.
Setelah
kontainer dibuka dan barang campuran dikeluarkan, di dalam kontainer ditemukan
drum dibungkus karung goni yang ternyata sianida.
Di dalam
kontainer, terhalang dengan tumpukan drum sianida juga ada sekitar dua ratusan
karung tidak bermerk yang dijahit rapih.
Saat dirobek
karung putih tidak bermerk itu hanya kamuflase untuk membungkus karung berisi
boraks dan karbon.
Usai menemukan
sianida, boraks dan karbon, Kompol Max Tahiya langsung mengontak Direktur
Reskrimsus Polda Maluku, Kombes Firman Nainggolan.
Setelah
berbicara sekian lama di telepon, Max Tahiya lalu berkoordinasi dengan pejabat
pelabuhan Rauf Tuanany.
Tim
Ditreskrimsus membolehkan barang lainnya diangkut keluar pelabuhan Namlea.
Sedangkan sianida, boraks, dan karbon tidak dibolehkan keluar dari pelabuhan.
Barang haram
untuk tambang ilegal di Gunung Botak itu, tetap dibiarkan di kontainer.
Kemudian kontainernya digembok ulang dan diberi police line.
Max Tahiya yang
waktu itu ditanya wartawan, meminta agar dikonfirmasi masalah sianida ini ke
pimpinannya Firman Nainggolan di Ambon.
Ia mengaku hanya
diperintahkan untuk menyelidiki peredaran sianida di Buru dan terbukti ada
ditemukan satu kontainer sianida, boraks dan karbon di pelabuhan.
Barang haram itu
diketahui dipasok dan diangkut KM Dorolonda dua pekan sebelum barangnya disita.
Namun setelah tercium di dalam kontainer itu ada sianida, sampai dibongkar di
hadapan tim ditreskrimsus, si pemilik barang tidak pernah muncul di Adpel
Namlea.
Tim
ditreskrimsus juga sempat membuka karton berisi obat-obatan amoxillin merk
Hufanaxil. Kemudian disarankan agar obat ini diteliti, agar jangan sampai
tercemar bahan kimia tambang ini.
Sementara itu,
informasi yang berhasil dihimpun wartawan lebih jauh menyebutkan, kini sang
pemilik barang bernama Kople dan rekannya yang ikut mengetahui barang haram
ini, sudah tidak lagi berada di markas mereka di Desa Dava.
Sejak GB ditutup
November tahun 2018 lalu, Kople dkk khabarnya sudah berpindah tempat . Ada yang
menyebut kalau Kople masih sesekali terlihat ada di Pulau Buru.
Kemudian ada
yang berspekulasi, kalau Kople dan komplotan pengedar bahan kimia berbahaya ini
masih memasok CN karena ada dua lokasi
tambang ilegal di Pulau Buru yang hingga kini masih tetap beroperasi.
Tambang ilegal
di Pulau Buru yang masih ada aktifitas PETI, yakni di tambang Gunung Nona dan
Gunung Nyong yang letaknya di belakang Desa Metar dan Desa Wapsalit,
Kec.Lolongquba.
Satu lokasi
tambang yang juga masih ada aktifitas PETI, letaknya agak jauh ke pedalaman di
dekat pesona alam syurga tersembunyi Danau Rana.
Hanya lokasi
tambang ilegal ini masih belum pernah ditertibkan Gubernur Maluku dan aparat
keamanan. (KT/10)
0 komentar:
Post a Comment