Namrole, Kompastimur.com
Lili Elisabeth
yang disebut-sebut sebagai pihak yang ada dalam lingkaran pengadaan brangkas
desa-desa di Kabupaten Bursel senilai Rp. 1,2 miliar pun angkat bicara.
Lili bahkan
tak sendiri, bersama suaminya Amirullah Bugis kepada media ini via telepon
selulernya, Jumat (26/07).
Menurut
keduanya, pihaknya hanya murni berdagang setelah pihaknya tahu ada prospek
dagang Brangkas di Kabupaten Bursel.
“Latar
belakang penjualan Brangkas kepada Kepala Desa di Bursel ini, ini pertama niat
kita itu dagang. Jadi, informasi yang didapatkan di lapangan maupun online
bahwa permasalahan pengelolaan Dana Desa itu banyak masalahnya, salah satunya
itu adalah tempat penyimpanan uang itu tidak ada, ya dari sisi dagang ya kita
lihat itu prospek. Jadi kita menawarkan ini kepada para kepala desa di Bursel,”
kata Amrullah.
Dalam
pelaksanaan itu, lanjut Amrullah, tidak ada hubungannya dengan proyek. Sebab,
pihaknya tidak mengambil ADD untuk membeli brangkas dan dibuatkan kontrak.
“Kalau proyek
itu katong ambil dana desa baru katong pergi beli, itu baru namanya proyek atau
ada kontrak kerja antara pihak pertama dan pihak kedua, ini murni kita punya
barang/produk, kita tawarkan dan kenyataannya ada Kepala Desa yang merasa
barang itu bermanfaat dan harganya sesuai dan mereka sudah beli,” ucapnya.
Jadi, tambah
Amrullah, kalau ada Kepala Desa yang tidak mau beli dan rasa barang itu mahal
dan tidak ada manfaatnya ya terserah. Tapi, yang kita minta sekarang itu karena
Brangkasnya sudah ada di mereka. Jadi, pembicaraan awal itu bahwa mereka itu
setuju untuk beli brangkas, karena latar belakang monitoring dan lain-lain,”
terangnya.
Jadi,
tambahnya lagi, poinnya ini bukan proyek dan tidak merugikan keuangan Negara.
Kalau merugikan keuangan negara itu kita gunakan uang negara loh. Fiktif, mark
up dan lain-lain. Inikan perdagangan murni, usaha murni.
Kemudian,
lanjutnya, tidak ada proses intimidasi dan pemaksaan kepada para Kades untuk
mengakomodir Brangkas tersebut di dalam APB Desa.
“Tidak pernah
ada pertemuan dengan kepala desa untuk mengintimidasi dan memaksa. Jadi,
poinnya berikutnya adalah tidak ada istri saya mengintimidasi dan mengancam
para kepala desa terkait dengan penjualan brangkas tersebut,” cetusnya.
Ia tak
membantah jika pihaknya memang membangun komunikasi dengan pihak Dinas
Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Bursel serta para Camat
guna mempermudah proses penjualan produk mereka. Tapi itu murni dalam kaitan
perdagangan semata.
“Kita cuma
sampaikan ke beberapa teman yang ada di kantor di Namrole sana, bahwa ini
desa-desa bisa tawarkan dan mereka bilang bahwa termasuk juga di kantor
pemberdayaan desa itu bahwa kalau rasa manfaatnya bagi kepala desa ya mereka
bilang silahkan, karena tidak ada kontrak. Kalau paksa itu ada kontrak,”
tandasnya.
Sementara itu,
Lili kembali menegaskan bahwa jika para Kades merasa bahwa Brangkas itu tidak
bermanfaat dan terlalu mahal, maka tidak perlu membeli dari pihaknya.
“Sekarang,
kalau Desa tidak mau beli, kasih kembali, karena yang kita inta itu yang desa
sudah ambil dan sudah ada di desa. Kalau tidak mau bayar ya kasih kembali.
Jadi, tidak ada paksaan,” tegasnya.
Sebab,
lanjutnya, ketika mengetahui ada prospek untuk menjual Brangkas di Bursel, maka
pihaknya mendistribusikan sebanyak 79 buah brangkas dan bukan 81 buah.
Selain itu,
kendati Lili memperkenalkan diri sebagai orang yang lahir di Saparua kepada
Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten
Bursel, Asma Mewar dan juga kepada media ini, namun Lili dan suaminya keberatan
jika nama Lili dibumbui kata Cina Saparua.
“Walaupun
memang ibu Ma (Asma Mewar-red) bilang beta ini, memang beta bilang beta ini
asal Cina Saparua. Mau Cina mana, memangnya beta lahir di Saparua ya beta
bilang beta orang Saparua. Tapi tulis ada Cina-Cinanya itu beta seng suka, beta
inikan orang Indonesia, apalagi beta pung laki orang Indonesia kok, asli
Indonesia. Katong bicara suku-cuku inikan tidak enak to,” tukasnya.
Sebelumnya
diberitakan, dugaan korupsi yang sarat dengan praktek gratifikasi, intimidasi,
monopoli dan mark up mulai menguap dalam pengadaan Brangkas tipe Secure Line B
53 milik 81 Desa di Kabupaten Buru Selatan (Bursel) senilai Rp. 1.215.000.000
yang dikoordinir oleh Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masayarakat dan
Pemerintahan Desa Kabupaten Bursel, Asma Mewar.
Pihak
kejaksaan maupun kepolisian sudah sepantasnya mengusut kasus ini sehingga bisa
terang menderang dan pihak-pihak yang terlibat dalam kongkalikong praktek korup
ini bisa dijerat sesuai hukum yang berlaku.
Apalagi, dari
penelusuran wartawan media ini, ternyata paket proyek monopoli yang ditangani
oleh Kontraktor yang biasa disapa Lili Cina Saparua itu tidak dianggarkan dalam
APB Desa Tahun 2019 milik 81 Desa di Kabupaten Bursel.
Tetapi,
kontraktor yang diduga kuat mempergunakan kekuatan intimidasi oknum-oknum di
pemerintahan Kabupaten Bursel kemudian melakukan intimidasi terhadap para Kades
untuk segera mengakomodir anggaran Brangkas sebesar Rp. 15 juta tiap desa dalam
APB Desa mereka.
Dimana, jika
para Kades tidak mengubah APB Desa mereka, maka pihak Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Bursel pun akan mempersulit mereka
untuk mendapatkan Rekomendasi pencairan ADD. Alhasil, para Kades pun tak bisa
berbuat banyak dan hanya pasrah saja.
Bahkan,
terungkap kalau Kontraktor turut mempekerjakan Sekretaris Dinas Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Bursel, Asma Mewar dan para Camat
sebagai layaknya anak buah kontraktor untuk mengirimkan Brangkas-Brangkas
tersebut sampai ke Kantor Kecamatan dan selanjutnya harus diambil sendiri oleh
para Kades.
“Ya, kalau
kami tidak mengakomodir proyek pengadaan brangkas tersebut, maka kami tidak
bisa mendapatkan rekomendasi pencairan ADD,” terang salah satu Kades yang
enggan namanya dipublikasi kepada wartawan di Namrole, Rabu (24/07).
Menurut Kades
ini, proses pengakomodiran proyek ini tidak sesuai dengan Permendagri Nomor 20
Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Karena sesuai Permendagri
tersebut, APB Desa itu hanya bisa dirubah 1 kali dalam 1 tahun, kecuali dalam
keadaan luar biasa.
“Untuk proyek
Brangkas ini, keadaan luar biasanya dimana? Yang luar biasa itu kami para Kades
harus lakukan perubahan APB Desa dalam 1 tahun itu bisa sampai 4-5 kali untuk
mengakomodir proyek titipan orang besar seperti ini,” kata Kades.
Lanjut Kades
ini, jika dihitung per desa, nilai proyek ini hanya sebesar Rp. 15 juta saja,
tetapi jika ditotalkan ada 81 Desa di Kabupaten Bursel yang ditangani secara
monopoli oleh Kontraktor yang sama, maka nilai proyeknya ialah Rp.
1.215.000.000. Cukup fantastis memang.
Lebih
fantastis lagi, jika harus menghitung rata-rata keuntungan yang akan dikecap
oleh kontraktor yang melebihi setengah dari total nilai proyek.
“Kalau kita
hitung 1 desa itu Rp. 15 juta saja, tapi kalau sudah ditotalkan 81 desa, maka
jumlahnya mencapai Rp. 1.215.000.000. Keuntungan kontraktor itu kalau tidak
salah sekitar Rp. 700-an juta,” ungkap Kades lainnya.
Sementara itu,
dari penelusuran media ini di situs penjualan online Tokopedia, diketahui bahwa
Brangkas tipe Secure Line B 53 seperti yang dibeli oleh Kontraktor hanya
seharga Rp. 3,8 juta/buah. Kemudian dipotong pajak PPN sebesar Rp. 1.363.636
dan PPH sebesar Rp. 204.545. Jadi, dari Rp. 15 juta, masih tersisa Rp.
9.631.819.
Kemudian, jika
semua Brangkas itu dikirim dari Surabaya ke Namrole menggunakan Kontainer, maka
kontraktor hanya akan menghabiskan paling banyak Rp. 24 juta untuk sewa 2
kontainer untuk memuat semua Brangkas tersebut.
Sedangkan,
untuk mendistribusi semua Brangkas itu ke semua Kantor Kecamatan, maka
Kontraktor hanya akan menghabiskan anggaran paling banyak Rp. 18 juta untuk
biaya transportasi.
Jadi, jika
ditotalkan Rp. 9.631.819 x 81 desa = Rp. 780.177.339 dikurangi biaya Kontainer
sebesar Rp. 24 juta dan biaya transportasi sebesar Rp. 18 juta, maka keuntungan
yang didapatkan oleh Kontraktor cukup fantastis dan sarat mark up, yakni Rp.
738.177.339.
Sementara itu,
Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten
Bursel, Asma Mewar kepada wartawan di ruang kerjanya, Rabu (24/07) mengaku
bahwa pihaknya hanya membantu Kontraktor yang beberapa waktu lalu menelpon
dirinya untuk minta bantuan.
“Pada saat
saya di Ambon, tiba-tiba Ibu Lili Cina Saparua telepon beta, Ibu kebetulan di
Bidang Pemdes, beta mau kirim Brangkas kepada Kepala Desa di Bursel, Ibu tolong
fasilitasi beta,” terang Asma.
Asma pun
mengakui turut mengakui meminta kepada Kontraktor agar kalau mau titip
Brangkas-Brangkas tersebut di para Camat, maka harus ingat uang pulsa para
Camat sehingga mereka lebih merasa bertanggung jawab.
“Beta arahkan
bawa ke Camat-Camat saja, tapi saya minta bantu tolong Camat-Camat pung sedikit
saja, saya tidak bilang Rp. 500.000 atau Rp. 1 juta. Tolong isi dong pung
sedikit supaya dong rasa tanggung jawab deng akang. Beta seng tentukan Rp.
500.000 atau Rp. 1 juta. Itu terserah Ibu Lili deng dong,” ucapnya.
Selanjutnya,
Asma mengaku menelepon para Camat untuk turut membantu membagikan
brangkas-brangkas tersebut kepada para Kepala Desa.
Kendati telah
membantu Kontraktor cukup jauh, Asma mengaku sebelumnya tidak pernah mengenal
Kontraktor dan tidak ada yang menyuruh dirinya untuk menjadi kaki tangan
kontraktor termasuk mendapatkan fee dari kontraktor.
“Bicara fee,
saya tidak dapat sama sekali. Saya sendiri tidak kenal Antua (Kontraktor-red),”
kata Asma.
Soal adanya
intimidasi yang dilakukan terhadap para Kades dan adanya ancaman terhadap para
Kades bahwa para Kades tidak akan mendapatkan rekomendasi pencairan ADD jika
tak mengakomodir proyek itu di dalam APB Desa, Asma mengelak bahwa dirinya
tidak pernah mengintimidasi dan mengancam para Kades.
“Saya tidak
punya moral seperti itu. Saya juga sekarang Sekretaris. Rekomendasinya tidak
disaya lagi,” kata Asma yang juga mantan Kabid Pemdes Dinas Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Bursel.
Asma pun
mengakui bahwa proyek pengadaan Brangkas itu memang tidak berada dalam APB
Desa, tetapi pihaknya telah mengarahkan para Kades untuk menampung anggaran
proyek tersebut melalui revisi APB Desa Tahun 2019. (KT/01)
0 komentar:
Post a Comment