Namlea,
Kompastimur.com
Majelis Hakim
PN Namlea, memvonis terdakwa Nela Nurlatu, pelaku pembunuhan tiga nyawa di Desa
Waelikut, dengan hukuman penjara seumur hidup.
Vonis bersalah
itu dibacakan Ketua Majelis hakim Samuel Ginting SH, MH dalam sidang di Pengadilan
Negeri Namlea, Kamis pagi (25/7) dan dinyatakan terbuka untuk umum.
Putusan
setebal 46 halaman itu dibacakan
bergantian oleh ketua majelis hakim yang juga ketua PN Namlea dengan hakim
anggota, Risman Yogi Rachmawan SH, MH. Sementara satu majelis hakim lainnya
Iskandiajo Y Formwansah SH MKN, tidak ikut membacakan petikan putusan ini.
Yogi saat
membacakan petikan putusan itu menjelaskan, bahwa terdakwa Nela Nurlatu
dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Nela dituntut
hukuman terberat dengan alasan perbuatannya dikategorikan sebagai perbuatan
sadis, keji, kejam dan tidak berperikemanusiaan. Perbuatan terdakwa akibatkan
tiga orang meninggal dunia.
Selain itu,
perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat dan mengakibatkan gejolak di
masyarakat serta menyebabkan gangguan ketertiban dan keamanan di masyarakat
Desa Waelikut, Kec.Waesama, Kab.Buru Selatan.
Majelis
hakim juga menyatakan, bila menimbang
penjelasan JPU dalam tuntutannya yang menjelaskan perbuatan dakwa merupakan perbuatan sadis,
keji, kejam dan tidak berperikemanusiaan, maka majelis hakim sependapat apabila ditinjau dari segi perbuatannya.
Akan tetapi
dalam memutuskan suatu hukum pidana, majelis hakim berpedoman kepada teori
pidanaan, bahwa pemidanaan ini tidak semata-mata memberi pembalasan kepada
pelaku atas perbuatan jahatnya, tetapi juga sebagai evaluasi, koreksi bagi
terdakwa supaya ada introspeksi bahwa
perbuatannya salah.Sehingga ia tidak lagi melakukan perbuatan apapun yang tidak
patut atau dilarang oleh hukum.
Selain itu majelis
hakim turut mempertimbangkan evaluasi sosial kepada masyarakat dan juga sebagai
peringatan agar mereka tidak melakukan perbuatan yang tidak
patut atau dilarang oleh hukum.
"Sehingga
majelis hakim berpendapat terdakwa perlu diberikan hukuman setimpal akan tetapi
turut diberikan waktu dan ruang untuk bertobat. Karena bila dihukum mati, belum
tentu yang bersangkutan masih berkesempatan untuk bertobat dan lebih mengenal
Tuhan Yang Maha Esa,"pendapat majelis sebagaimana yang dibacakan Yogi.
Yogi juga menekankan,
ditinjau dari sosial justice dan moral justice dan pendidikan, bahwa terdakwa
tidak mengenyam pendidikan formil, tidak pernah sekolah. Bahwa terdakwa juga
tidak mengenal norma agama, norma susila dan norma hukum, serta tidak memiliki
nilai Budi pekerti yang luhur.
Terdakwa biasa
hidup di alam dan hutan, sehingga terdakwa terbiasa hidup dengan hukum
rimba.Sehingga menurut terdakwa, secara subyektif perbuatannya bukan hal yang
luar biasa.
"Beda
dengan orang perbendidikan yang mengenal nilai Budi pekerti, maka perbuatan
tersebut merupakan kejahatan yang luar biasa,"urai Yogi.
Karena itu,
Majelis menyatakan tidak sependapat bila kejahatan pembunuhan ini juga dibalas
dengan hukuman mati. Majelis hakim tidak sependapat dengan JPU yang menuntut
hukuman mati.
Sebaliknya,
Majelis hakim masih memberi kesempatan untuk terdakwa memperbaiki diri dan
bertobat agar kelak di kehidupan selanjutnya mendapat keringanan dan dosa yang
diperbuatnya.
"Dengan
demikian punya alasan yang kuat apabila terdakwa dihukum penjara seumur
hidup,'papar Yogi.
Saat tiba
pembacaan putusan, ketua majrlis hakim yang langsung membacanya, kemudian
meminta terdakwa Nela untuk berdiri dan mendengar putusan itu.
Dengan terlebih
dahulu membacakan hal-hal yang memberatksn dan yang meringankan, Samuel Ginting
mengatakan, kalau bahwa perbuatan terdakwa menyebabkan orang meninggal
dunia.Perbuatan tergolong sadis diluar batas kemanusiaan.
Sedangkan yang
meringankan, , terdakwa berlaku sopan, tidak menyulitkan persidangan, menyesali
perbuatannya dan berjanji akan bertobat serta memperbaiki perilaku hidupnya.
Tegas Samuel
Ginting, dengan memperhatikan pasal 340 KUHP juga pasal 64 KUHP dan UU Nomor 8
tahun 1981 tentang pidana , serta perundangan yang bersangkutan, majalis hakim
mengadili dan menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana
pembunuhan berlanjut sebagaimana dibuktikan dalam dakwaan primer .
Untuk itu,
majelis hakim menjatuhkan pidana penjara hukuman seumur hidup kepada Nela
Nurlatu, dan menetapkan saudara Bela tetap ditahan.
Barang bukti
parang yang digunakan untuk pembunuhan dirampas dan dimusnahkan.Sedangkan
barang bukti lainnya dikembalikan kepada keluarga korban.Sementara biaya
perkara ditanggung oleh negara.
Sebelum
menutup sidang, ketua majelis hakim menanyakan kepada KPU, Ridho Sampe SH atas
vonis penjara seumur hidup ini dan dijawab akan pikir-pikir.
Sedangkan
terdakwa dan kuasa hukumnya dari Kantor Advocat Taib Warhangan dan partners ,
Yanto Manahen SH, sempat berkonsultasi sesaat sebelum menyatakan menerima
putusan majelis hakim.
Sebagaimana
diberitakan, Nela Nurlatu, pelaku yang
menghabisi nyawa tiga orang secara sadis di Desa Waelikut, Kecamatan Waesama,
Kabupaten Buru Selatan, terancam hukuman mati.
Nela dijerat
dengan pasal berlapis, yaitu 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, pasal 338
KUHP, pasal 80 UU Nomor 23 Tahun 2012 Perlindungan Anak, dan pasal 468 KUHP.
Nela terjerat
pembunuhan berencana dan berlanjut yang menghilangkan nyawa satu orang dewasa
dan dua anak.
Terdakwa
dijerat pembunuhan berencana, karena dari hari Kamis (31/1/2019) pelaku sudah
menyiapkan parang, mengasah parang dan melaksanakan eksekusi pada hari Sabtu
(2/2), pukul 18.30 WIT.
Pelaku
diketahui tinggal satu rumah dengan korban Irma Saleky, yang juga istri dari pamannya almarhum Alim
Nurlatu.
Ia menyatakan
rasa suka. Namun korban menghindari. Ada beberapa kali korban marah-marah
terhadap pelaku, sehingga pelaku merasa sakit hati.
Waktu kejadian
di dalam rumah, ada ibu dan anak-anak dari kakak pelaku. Mereka kabur lewat
pintu belakang.
Pelaku lalu
keluar lewat pintu depan dan lewati berapa rumah dapati Fauzan duduk di kursi
dan sedang makan mangga.
Pelaku bacok
Fauzan dua kali dan ada yang saksikan kejadian itu. Usai itu pelaku
kabur. (KT/01)
0 komentar:
Post a Comment