Oleh: Julius R. Latumaerissa |
A. KONDISI EKSISTING
Pembangunan ekonomi Maluku pada
hakekatnya adalah upaya menyeluruh pemerintah daerah tidak hanya diarahkan
kepada pencapaian angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan absolut, tetapi
juga kepada perbaikan kualitas hidup masyarakat Maluku secara bertahap dan
berkelanjutan. Saya yakin semua pemangku kepentingan pembangunan Maluku sadar
dan memahami aspek esensial dari gerakan pembangunan ekonomi yang menjadi
tanggung jawab mereka dan kita semua.
Seperti diketahui angka pengangguran Maluku pada Februari 2019
menurun. Jumlah pengangguran yang tercermin dari angka Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) Provinsi Maluku pada Februari 2019 mencapai 52.821 orang atau
sebesar 6,91% terhadap total angkatan kerja sebanyak 764.939 orang, lebih
rendah dibandingkan bulan Agustus 2018 yang tercatat sebesar 54.891 orang atau
7,27% terhadap total angkatan kerja sebanyak 755.034 orang. Dengan kondisi
tersebut, maka angka pengangguran Maluku mengalami penurunan sebesar 7,26%
(yoy). Namun, penurunan ini masih lebih rendah dibandingkan dengan Agustus 2018
yang tercatat menurun sebesar 16,50% (Bank Indonesia, Mei 2019).
Dari data di atas dapat
disimpulkan bahwa secara numerik kuantitatif terjadi penurunan jumlah
pengangguran terbuka, yaitu mereka yang secara nyata tidak bekerja dan atau
sedang mencari pekerjaan. Penurunan kuantitatif TPT ini dapat terjadi karena
(1). Ketersediaan kesempatan kerja mengalami perkembangan yang signifikan
sehingga mampu menyerap pencari kerja dengan baik; (2). Menurunnya pencari
kerja usia produktif sebagai akibat berkembangnya usaha-usaha produktif dan
mandiri yang dikerjakan oleh penduduk usia produktif; (3). Terjadinya migrasi
penduduk usia produktif Maluku ke wilayah lain di luar Maluku sehingga
mengurangi angka numerik TPT di Maluku pada periode yang sama.
Sekalipun terjadi penurunan
secara kuantitatif namun tidak berarti dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan
masyarakat sudah terpenuhi secara signifikan. Jika demikian kesimpulan ini
terlalu prematur karena penurunan angka pengangguran belum tentu diikuti dengan
kenaikan pendapatan masyarakat yang siap dibelanjakan (disposable income) atau
daya beli masyarakat (demand power of consumer). Daya beli masyarakat
ditentukan oleh pendapatan (income) dan harga pasar per unit produk (price
rate).
Upaya meningkatkan pendapatan
masyarakat terutama masyarakat pedesaan adalah dengan melihat perkembangan
nilai tukar petani (NTP) di Maluku secara berkelanjuta. Berdasarkan data
diketahui bahwa dari sisi pendapatan masyarakat, Nilai Tukar Petani Gabungan
triwulan I 2019 mengalami penurunan. Nilai Tukar Petani (NTP) gabungan Provinsi
Maluku pada Triwulan I 2019 tercatat sebesar 100,70, lebih rendah dibandingkan
triwulan IV 2018 yang tercatat sebesar 101,74. Namun, angka NTP pada triwulan I
2019 lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 2018. Turunnya angka NTP
gabungan disebabkan karena adanya penurunan pada indeks terima, sedangkan
indeks bayar mengalami peningkatan. Turunnya indeks terima ini sejalan dengan
deflasi kelompok bahan makanan di Maluku yang terjadi pada triwulan I 2019.
Seluruh angka NTP mengalami penurunan, mulai dari NTP tabama, NTP,
hortikultura, NTP perkebunan, NTP peternakan dan NTP perikanan. Dengan turunnua
NTP, khususnya indeksi terima, maka pada petani dan nelayan di Maluku cenderung
mengalami oenurunan pendapatan selama triwulan I 2019.
Dengan demikian maka usaha untuk
meningkatkan NTP Maluku secara periodik harus menjadi perhatian dan prioritas
pemerintah daerah. Tujuan utamanya adalah menjaga stabilitas dan keberlanjutan
perolehan pendapatan masyarakat petani sebagai bagian terbesar dari populasi
kemiskinan di Maluku, sehingga upaya pemerintah untuk mengurangi angka
kemiskinan moneter di Maluku dapat memberikan hasil yang baik. Sejalan dengan
upaya pemerintah dalam mengatasi kemiskinan moneter maka diperlukan kebijakan
inovatif dari pemerintah terhadap bagaimana mengatasi kemiskinan non moneter
melalui membangun mentalitas masyarakat Maluku untuk mandiri dalam berbagai
usaha sekaligus mengurangi mental ketergantungan.
KEMISKINAN MALUKU
Penduduk miskin di Maluku pada
bulan September 2018 sebanyak 317.840 jiwa lebih rendah dibandingkan bulan
September 2017 yang sebanyak 320.420 jiwa. Penurunan angka kemiskinan ini juga
dapat menggambarkan adanya perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat di Maluku.
Namun perbaikan kesejahteraan tersebut seyogyanya diikuti dengan pemerataan di
berbagai wilayah di Maluku. Data terakhir menunjukan bahwa ketimpangan
kesejahteraan di Maluku meningkat. Angka gini ratio Maluku pada bulan September
2018 sebesar 0,326, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan bulan September
2017 yang sebesar 0,321. Kondisi ini menunjukan bahwa walaupun penduduk miskin
Maluku berkurang, namun ketimpangan kesejateraan antara penduduk miskin dan
bukan penduduk miskin meningkat.
Dengan demikian maka tugas
pemerintah daerah Maluku adalah bagaimana menaikan tingkat kesejahteraan Maluku
yang diimbangi dengan pola pemerataannya. Hal ini memang tidak mudah untuk
dicapai, tetapi juga tidak sulit untuk dilaksanakan. Hal ini saya yakini karena
pemerintah baik provinsi maupun kabupaten/kota di Maluku memiliki banyak
instrumen kebijakan baik ekonomi maupun politik untuk mewujudkan pemerataan
yang saya maksudkan di atas.
Salah satu yang dapat dilakukan
pemerintah daerah adalah dengan me-REKONSTRUKSI PEMBANGUNAN DESA di Maluku
dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan. Hal ini bisa dilakukan dengan
melakukan reorientasi kebijakan pembangunan Pemda di maluku dalam RPJMD baik
pemprov maupun pemkab/Pemkot. Yang saya maksudkan dengan reorientasi kebijakan
adalah bahwa dalam satu dekade kedepan sudah saatnya dengan sungguh-sungguh ada
komitmen dan kemauan politik yang kuat dari Pemda dan pemangku kepentingan
untuk membangun desa secara serius, mulai masyarakat pedesaan, infrastruktur
Eko ini dasar pedesaan sampai kepada perbaikan dan peningkatan layanan publik
masyarakat baik pedesaan maupun perkotaan.
Disisi lain usaha menciptakan
iklim investasi yang aman dan kondusif harus menjadi agenda yang tidak
terpisahkan dengan kebijakan di atas yang sudah saya jelaskan, karena hal ini
bagaikan dua sisi yang berbeda pada satu mata uang namun memiliki tujuan yang
sama. Kebijakan ekonomi yang inovatif menjadi penting dalam mengembangkan
ekonomi rakyat berbasis potensi lokal sehingga tidak terjadi tumpang tindih
dalam proses dan kebijakan.
Dari aspek ini maka dibutuhkan
sinkronisasi program dan kegiatan pembangunan baik nasional, provinsi dan
kabupaten/kota. Terkait dengan singkronisasi ini maka saya percaya bahwa Pemda
Maluku memiliki format yang sama yaitu melalui kegiatan MUSRENBANG baik
nasional, provinsi dan kabupaten/kota. (KT/Rls)
0 komentar:
Post a Comment