Ambon, Kompastimur.com
Pendeklarasian
dan Penetapan Ambon sebagai kota musik dunia, telah berjalan hingga saat ini.
Bahkan Wakil
Walikota Ambon, Syarif Hadler telah menyatakan bahwa Kota Ambon telah sangat
siap menjadi kota Musik dunia.
Menanggapi peryataan
tersebut sejumlah kalangan lantas memberikan tanggapannya, salah satunya Musisi
berdarah Maluku Andy Manuhuttu yang lebih dikenal dengan Andy Atis.
Kepada media ini
Andy Manuhuttu menjelaskan, pada bulan Oktober tahun 2011 yang lampau saat
Event Ambon Jass Festival, gubernur Karel Albert Ralahalu bersama Walikota
Ambon Richard Louhenapessy, telah mendeklarasikan Ambon sebagai kota musik dunia dan bukan hanya di
ambon tapi di dunia, lewat pemukulan tifa.
Menurutnya,
mengapa kita mendesak Pemerintah Maluku dalam hal ini Kota Ambon saat itu,
untuk harus mendeklarasikan diri, sebab kami ingin agar jangan Jogja dan Bandung
yang semestinya lebih layak diberi label tersebut, tidak mendahului kota Ambon
untuk mendeklarasikan diri sebagai kota musik dunia.
"Dan itu
ada rekam jejaknya, bahkan saksi - saksi kami ada seperti ada stafany Pinustan,
stenly Ferdinandus, burhanudin boru," ungkapnya.
Sehingga lanjutnya,
kami bermaksud seperti ini, menjadi kota musik dunia itu harus dilihat berdasarkan
levelnya, Lokal, Nasional, atau Dunia.
"Sebab
bagaimana mungkin kita sebut kota musik, sedangkan segala hal baik aturan,
infrastruktur, dan managemetnya tidak ada yang menjadi acuan dengan level
Internasional. Bahkan yang lebih parah lagi, bagaimana bisa disebut kota musik
dunia, jika masih banyak kios yang menjual CD musik bajakan," terangnya.
Dia menambahkan,
Pemkot Ambon setelah deklarasi lantas bergerak cepat dengan membangun Monumen
Ambon City Of Musik pada daerah Hative Besar, bahkan penanggung jawab utamanya
saat itu adalah Wakil Walikota Ambon Sam Latuconsina. Akan tetapi semua saran
kami soal monumen tersebut sama sekali tidak diindahkan oleh pemerintah kota
Ambon.
" Saat itu
kami menyarankan kalau bisa ukuran hurufnya tingginya sekitar 8 meter untuk
satu huruf, dan jika dapat penempatannya itu diatas sebuah bukit, agar mudah
terlihat oleh setiap orang baik dari dekat maupun dari jauh," jelasnya.
Selain itu dalam
pembangunannya kami juga mengusulkan agar kalau bisa ada yang menjadi sponsor
pembangunan monumen tersebut.
"Kami
bahkan menyarankan agar ada pihak ketiga yang menjadi sponsor pembangunannya,
agar bisa ada pemeliharaan atau maintanance, sebab birokrasi tidak akan pernah
mampu melakukan maintanance management,
dan kami mendapati bukti bahwa saran kami tidak didengar sama sekali,"
Ujar Manuhuttu.
Sehingga
faktanya hari ini, Monumen tersebut sama sekali tidak mendatangkan keuntungan
apapun kepada pemerintah daerah, sebab sedari awal management pembangunannya
amburadul dan asal - asalan.
Selain itu,
pemerintah Kota Ambon juga harus menyadari bahwa dalam menjadi sebuah kota
musik, mestinya ditopang dengan perda yang berujung kepada kepemilikan hak
cipta dalam semua Icon musik yang ditampilkan. Dan bukan hanya itu, pemerintah kota Ambon juga harus berani
menertibkan semua rumah kopi, hotel atau restorant yang memilki life musik,
untuk menggunakan life band dan bukan argan tunggal, sebab jika tidak. Maka
percuma kita punya kota musik, tapi musisinya terlantar.
Oleh sebab itu,
kami menyarankan agar pemerintah Kota Ambon, dalam hal ini Wali Kota Ambon,
untuk dapat melibatkan pihak - pihak profesional yang mengerti tentang
Management musik yang benar, sehingga hasil kerja keras Pemerintah Kota untuk
menjadikan Ambon kota musik tidak asal - asalan, yang akhirnya tidak
mendatangkan keuntungan dan manfaat bagi warga Kota.
" Sebab
kota musik Dunia, itu bukan bicara soal Event semata, akan tetapi soal Perda
Musik, Sekolah Musik, Industri Musik, Pemasaran hasil karya musisi Maluku atau
Ambon, bahkan kerja sama Internasional untuk mendatangkan guru - guru musik
dunia, lalu mengajar para generasi muda Ambon hingga mahir dan profesional dan
bermusik dan management musik," Tutupnya. (KT/BN)
0 komentar:
Post a Comment