• Headline News

    Wednesday, May 29, 2019

    Luntungan: Partai Demokrat Tak Ingin Ditinggal Koalisi Pemerintah

    Foto : Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono


    Jakarta, Kompastimur.com
    Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pidato kontemplasi atau perenungan yang disampaiknnya dari Singapura Senin (27/5/2019). Pidato SBY itu hanya dinilai sebagai curahan hati (curhat) semata.

    "Pidato SBY telah menampakkan kondisi partai Demokrat dibawah bayang-bayang dinasti cikeas dengan menampilkan kedua pangerannya sebagai wakil keluarga. Selain itu, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) selalu dipuji-puji  sebagai komandan Kogasma dan politisi baru yang "brilian" dalam mengembangkan partai Demokrat," kata salah satu pendiri Partai Demokrat Hencky Luntungan pada wartawan Selasa (28/05/2019).

    Menurut Hencky, partai Demokrat telah gagal dalam Pemilu 2019 ini. Indikasinya, kata Hencky, perolehan suara partai dari tahun ketahuan terus menurun.

    "Pencapaian suara partai dalam Pemilu kali ini kami anggap merosot," jelasnya.

    Masih menurut Hencky, pertemuan AHY dengan Jokowi beberapa waktu menunjukkan partai Demokrat meminta agar tidak ditinggalkan dalam koalisi pemerintah.

    Foto : Salah satu pendiri Partai Demokrat Hencky Luntungan
    "Saya menduga, mereka memohon untuk Demokrat agar tidak ditinggalkan. Atau bisa jadi meminta perlindungan serta pengampunan sebagai skenario baru untuk mengamankan posisi kroni Cikeas dari desakan arus bawah untuk melaksanakan Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat," pungkas Hencky Luntungan.

    Sebelumnya,  SBY menyampaikan pidato kontemplasi di bulan Ramadahan 1440 H ini. Pidato SBY itu disampaikan kemarin dari Singapura. Berikut isi pidato lengkap SBY:

    Bismillahirrahmanirrahim assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahi rabbil 'alamin, para pemimpin, pengurus pusat dan kader Demokrat yang saya cintai, para sahabat dan hadirin sekalian yang saya sayangi. Sudah menjadi tradisi Partai Demokrat, setiap bulan suci Ramadhan kita melakukan perenungan atau kontemplasi, seraya menjalankan ibadah bersama, memohon berkah Allah SWT, seperti yang kita lakukan malam hari ini. 

    Saya minta maaf, Ibu Ani dan saya tidak bisa hadir dan menjadi shohibul bait, dan karenanya AHY dan EBY mewakili kami berdua sebagai tuan rumah, sedangkan Sekjen Hinca Pandjaitan mewakili DPP partai kita. Tahun 2019 ini adalah merupakan tahun ujian bagi keluarga kami, keluarga SBY. Sebagaimana para kader ketahui, sudah 4 bulan ini Ibu Ani dirawat secara intensif di NUH Singapura, dan sudah barang tentu saya wajib mendampingi Ibu Ani. 

    Akibatnya, justru di bagian yang paling menentukan dalam Pemilu 2019 ini, 3 bulan terakhir masa kampanye, saya dan Ibu Ani tidak bisa ikut berpartisipasi dan memimpin langsung kampanye partai demokrat, sebagaimana yang kami berdua lakukan sejak Pemilu 2004 dan Pemilu 2009, baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden dan wakil presiden, hingga pemilu legislatif Tahun 2014 dulu.

    Tentu kami berdua sangat sedih, namun inilah takdir dan juga ujian dari Allah, yang harus kami jalani dengan tabah. Karenanya, ketika beberapa saat yang lalu, ada kalangan yang menuduh dan mencerca kami berdua, bahwa seolah sakitnya Ibu Ani itu hanya jadi alasan buat SBY untuk tidak berkampanye, saya sungguh bersedih, dan Ibu Ani harus meneteskan air mata mendengarkan tuduhan itu.

    Melalui mimbar ini, saya ingin menyampaikan kepada mereka yang suuzan dan berprasangka buruk seperti itu, mungkin mereka adalah saudara kami, muslimin atau muslimat di bulan suci Ramadhan ini saya doakan, agar yang bersangkutan dan keluarga yang disayanginya tidak mengalami penyakit kanker darah, seperti yang diderita Ibu Ani, agar tak perlu merasakan penderitaan dan perjuangan hidup yang dijalaninya setiap hari, siang dan malam.

    Para kader dan caleg demokrat yang saya cintai. Saya dan Ibu Ani sungguh ingin terjun langsung ke lapangan untuk ikut berkampanye dalam Pemilu 2019 yang lalu. Saya kira para kader masih ingat, 5 hari sebelum Ibu Ani pergi ke Singapura, dan kemudian divonis menderita leukemia dan harus dirawat hingga hari ini, kami berdua masih melakukan safari ke Sumatera Utara dan Aceh selama 8 hari, dan menempuh rute ratusan kilometer. 

    Kami memang tekadkan untuk melakukan banyak safari ke daerah, karena banyak lembaga survei yang mengatakan bahwa elektabilitas Partai Demokrat hanya sekitar 4 persen. Alhamdulillah, meskipun kami berdua absen di saat kampanye terbuka, namun berkat kerja ekstra keras Komandan Kogasma dan jajarannya dan tentunya kegigihan para caleg bersama tim suksesnya, meskipun pula tidak sesuai dengan harapan kita, perolehan Partai Demokrat tidak serendah yang disampaikan oleh lembaga-lembaga survei itu.

    Saudara-saudara, dalam kontemplasi Ramadhan tahun ini, ada dua hal yang ingin saya sampaikan yang juga menjadi sorotan publik sejak beberapa saat yang lalu. Yaitu statemen saya tanggal 21 Mei 2019 yang lalu, yang di antaranya menyangkut pernyataan saya bahwa Partai Demokrat menerima hasil Pemilu Legislatif 2019 ini. Dan yang lain adalah seputar pertemuan Presiden Jokowi dengan AHY. Sebagai veteran capres dan mantan presiden, yang kenyang dalam pengalaman pemilihan presiden secara langsung tentu saya punya otoritas untuk menyampaikan pandangan saya. 

    Sebelum saya sampaikan satu per satu, saya minta kesabaran para kader dan para sahabat untuk berkenan mendengarkannya, karena mungkin menyita waktu saudara semua. Saya akan mulai dengan isu mengenai partai kita. 

    Saya pribadi dan Partai Demokrat memiliki nilai (values) dan etika yang kita junjung tinggi, untuk menerima kekalahan jika hal itu memang kita alami. Sebelum Partair Demokrat berdiri, pada pemilihan wakil presiden tahun 2001, saya kira sebagian kader masih ingat, saya kalah dalam putaran kedua pemilihan wapres tersebut. 

    Sekian jam kemudian setelah saya kalah, dengan didampingi Ibu Ani, saya menyampaikan pernyataan untuk menerima kekalahan itu, saya ucapkan selamat kepada wapres terpilih dan selanjutnya saya minta para konstituen saya mendukung wapres terpilih tersebut. Pada pemilu legislatif 2014, di Cikeas saya menerima hasil quick count, dan saya ucapkan selamat 3 partai politik yang perolehannya di atas Demokrat. 

    AHY, salah satu kader utama Demokrat, juga menganut etika dan nilai yang sama pasca-quick count Pilkada Jakarta, dia juga menerima kekalahannya, setelah sebelumnya menelpon dan mengucapkan selamat kepada pasangan yang menang. Memang banyak cerita mengapa AHY kalah dalam pemilihan gubernur kala itu. Namun, secara kesatria AHY menerima kekalahan itu. 

    Yang saya lakukan pada tanggal 21 Mei 2019 yang lalu hakikatnya sama, meskipun perolehan partai kita menurun dibandingkan pemilu 2014, secara kesatria kita harus menerima hasil pemilu itu. Kalau Saudara simak dengan saksama pernyataan saya tersebut, sebetulnya jiwanya adalah menerima dengan catatan, mengapa? Karena, terus terang, banyak catatan berkaitan dengan Pemilu 2019 ini. 

    Oleh karena itu, di samping Partai Demokrat memberi jalan dan dukungan terhadap caleg-caleg Demokrat yang menggugat ke Mahkamah Konstitusi karena merasa dirugikan dengan sangat serius, Partai Demokrat juga akan melakukan evaluasi komprehensif atas penyelenggaraan Pemilu 2019 ini agar Pemilu 2024 mendatang dapat dilaksanakan lebih damai, lebih jujur, dan lebih adil, serta lebih demokratis dan lebih berkualitas. Dan juga, agar benar-benar ada fair play dan keadilan yang sejati bagi para peserta pemilu. 

    Saya harus katakan bahwa partai kita, Partai Demokrat, juga dirugikan akibat kurangnya fair play dalam Pemilu 2019 ini. Demikian penjelasan saya tentang penerimaan Partai Demokrat terhadap hasil Pemilu 2019. Ini sekaligus menjawab pertanyaan sejumlah kader yang intinya, apa perlu kita mengakui hasil pemilu 2019 ini? Mari kita jaga tradisi baik partai kita dalam setiap kontestasi, kita pernah menang, meskipun juga pernah kalah. 

    Kata AHY, menang tidak terbang, kalah tidak patah. Sebagaimana dalam pertandingan olahraga, ada kalanya kita menang, ada kalanya kita kalah. Kalah atau menang, kita berjabat tangan secara sportif. 

    Sekarang saya akan sampaikan pandangan saya tentang pertemuan Presiden Jokowi dengan AHY beberapa saat yang lalu. Yang akibat pertemuan itu AHY, SBY dan Partai Demokrat diserang habis oleh kalangan tertentu. Duduk persoalannya adalah sebagai berikut mensesneg menyampaikan kepada AHY bahwa Presiden Jokowi ingin bertemu AHY. 

    Sebagai warga negara yang menghormati pemimpinnya, tentu tidak ada alasan bagi AHY untuk tidak memenuhi permintaan beliau. Apalagi disampaikan bahwa materi yang dibahas adalah berkaitan dengan permasalahan bangsa dan negara. Sama sekali tak terkait dengan silang pendapat penghitungan suara oleh KPU dan satu lagi, dalam pertemuan itu AHY tidak mewakili langsung partai demokrat dan juga tak merepresentasikan kubu capres Prabowo Subianto.

    Saya sendiri diberitahu oleh AHY 2 hari sebelum pertemuan itu dilaksanakan. Tentu saya membenarkan niat AHY untuk memenuhi permintaan bertemu Presiden Jokowi tersebut. Setelah pertemuan berlangsung, AHY menyampaikan kepada saya, bahwa substansi yang dibicarakan baik tak ada kaitannya dengan jabatan dan kursi di pemerintahan apa pun. Dalam pertemuan itu juga disampaikan, harapan Presiden Jokowi untuk memelihara komunikasi dengan saya.

    Harapan Presiden Jokowi itu saya kira sama dengan substansi pertemuan beliau dengan para mantan presiden yang lain, baik Pak Habibie maupun Ibu Megawati. Berhubung saya belum bisa kembali ke Tanah Air, saya pikir tepat jika pesan dan harapan kepada saya itu disampaikan melalui AHY. Segera setelah pertemuan itu saya tahu AHY di-bully dengan kata-kata yang sadis dan kejam. Mungkin itu cara Tuhan Yang Mahakuasa, Allah SWT, menguji dan menggembleng seseorang yang baru masuk dunia politik.

    Dari materi serangan yang dialamatkan kepada kita, Partai Demokrat, setelah pertemuan itu, sebenarnya kita tahu dari kelompok mana serangan sengit itu berasal. Nah, di situlah perbedaan antara kita dengan pihak tertentu itu. Memang ada yang bersikap, bahwa adalah tabu dan dilarang keras pihak 02 berkomunikasi dengan pihak 01 atau sebaliknya. 

    Barangkali bahkan ada yang bersumpah tak akan berkomunikasi dan berkawan selamanya. Barangkali pula dendam, kebencian, dan permusuhan yang membara dalam pemilu 2019 ini harus dipertahankan selamanya.

    Silakan kalau ada yang punya prinsip dan sikap seperti itu, tetapi jangan atur dan paksa partai demokrat harus mengikutinya. Kami berprinsip, dalam kompetisi memang ikhtiar dan perjuangan untuk menang harus kita lakukan sekuat tenaga. Namun setelah selesai ya selesai, tak berarti kita harus putus hubungan selamanya. Dalam pilpres tahun 2004, saya berkompetisi dengan Ibu Megawati, Pak Hamzah Haz, Pak Wiranto, dan Pak Amien Rais. Dalam Pilpres tahun 2009 saya berkompetisi dengan Ibu Megawati-Pak Prabowo dan dengan Pak Jusuf Kalla-Pak Wiranto. Sekarang saya tetap bersahabat dengan beliau semua sering pula bertemu di berbagai forum. 

    Kalau kemarin saya berada di Jakarta dan diundang oleh Presiden Jokowi, saya pasti datang. Sama dengan kedatangan Pak Habibie dan Ibu Megawati. Sebenarnya, hampir bersamaan dengan pertemuan Presiden Jokowi dengan AHY, sudah direncanakan pertemuan saya dengan Pak Prabowo di Singapura, juga atas permintaan beliau. Saya sudah sangat siap untuk menyambut dan bertemu dengan Pak Prabowo. Namun sayang, secara mendadak beliau batalkan pertemuan tersebut.

    Pelajaran yang lain, akan baik dan juga mendidik jika pertemuan-pertemuan seperti itu dibuka di hadapan publik tak perlu bersembunyi dan lewat pintu belakang karena bisa menimbulkan fitnah padahal pertemuannya barangkali juga baik sifatnya. Pesan dan harapan saya, melalui mimbar ini adalah akan sangat baik dan mulia jika pada saatnya nanti, Bapak Prabowo bisa bertemu dengan Bapak Jokowi secara langsung. 

    Pertemuan antara dua tokoh nasional yang keduanya memiliki pendukung dan konstituen yang besar, yang keduanya saya yakini memiliki cita-cita yang baik untuk negeri ini. Dalam pertemuan tersebut tidak harus terjadi kesepakatan apa pun, jika Pak Prabowo masih melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, saya yakini Pak Jokowi juga akan menghormati jalan konstitusional yang ditempuh Pak Prabowo tersebut.

    Jika pertemuan itu dalam waktu dekat belum memungkinkan, tidaklah berarti tidak ada hari esok yang lebih indah indahnya kehidupan bangsa yang penuh dengan kedamaian, persaudaraan, dan kerukunan. Demikianlah para kader Demokrat dan sahabat sekalian kontemplasi saya di bulan Ramadhan ini, semoga menjadi renungan bersama. Mari kita sempurnakan ibadah kita, kepribadian kita, dan pengabdian kita kepada Indonesia tercinta. Wasalamualaikum warahmatullahi 
    wabarakatuh,

    Singapura, 27 Mei 2019, Susilo Bambang Yudhoyono.  (KT-Rls-W)
    Jangan Lewatkan...

    Baca Juga

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Luntungan: Partai Demokrat Tak Ingin Ditinggal Koalisi Pemerintah Rating: 5 Reviewed By: Kompas Timur
    Scroll to Top