Namrole, Kompastimur.com
Kepala Kantor
Bahasa Maluku Badan Pengembangan Bahasa dan Pembukuan Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Dr. Asrif menyebutkan bahwa Bahasa asli pulau Buru saat ini terancam
punah.
Penyampaian
Asrif ini disampaikan ketika melakukan penyuluhan Bahasa Indonesia bagi ASN,
TNI dan Polri di aula lantai dua kantor Bupati Buru Selatan, Jumat (24/05).
Dikatakan bahwa
dirinya telah berkelana ke daerah-daerah di Pulau Buru mulai dari Kayeli, Rana,
Leksula dan beberapa daerah lain dalam rangka merampung kosa kata yang akan
dijadikan rujukan bagi kosa kata Bahasa Indonesia, namun setelah melakukan
penelitian di Pulau Buru banyak sekali kata-kata dalam bahasa Pulau Buru yang
mulai hilang dan tak dugunakan lagi oleh masyarakat setempat.
“Untuk diketahui,
kami telah melanglangbuana di Pulau Buru ini dan melakukan
penelitian-penelitian bahasa sejak tahun 2016. Kami meneliti bahasa-bahasa
daerah dan fakta yang mengejutkan kita semua adalah bahasa daerah Pulau Buru merupakan
salah satu bahasa yang terancam punah,” ujar Asrif.
Dirinya
menyebutkan tidak ada orang lain yang menjadi penyebab punahnya bahasa asli Pulau
Buru tersebut melainkan masyarakat Pulau Buru itu sendiri.
“Siapa yang
membunuhnya? Orang Buru sendiri bukan
orang lain. Karena sekian lama meneliti dan menemukan fakta tersebut,”
jelasnya.
Dikatakan, seharusnya
Kabupaten Buru selatan dengan masyarakatnya yang kental dengan adat dan budaya
khususnya dalam bahasa asli daerah harus mencontohi kabupaten Kepualauan
Tanimbar yang sudah menggunakan Bahasa Asli Kei (Veveu Evav) untuk
berkomunikasi baik di masyarakat maupun di perkantoran.
“Keinginan kami,
penggunaan bahasa asli Pulau Buru bisa digunakan di kantor-kantor yang ada di Buru
Selatan, itu jika pemerintah menghormatinya. Sebab hanya Kabupaten Kepulauan Tanimbar
dengan bahasa khas daeranya yaitu bahasa Kei atau disebut Veveu Evav yang baru diterapkan
disetiap SKPD setiap hari Jumat. Dan untuk Maluku baru Kabupaten Kepulauan
tanimbar yang melakukannya,” sebutnya.
Menurutnya, jika
ada bahasa asli daerah yang mulai menghilang itu bertanda bahwa identitas adat
dari daerah tersebut mulai terkikis.
“Kalau bahasa Buru
hilang dari masyarakat buru itu sendiri, itu berarti identitas adat masyarakat Buru
akan hilang ditelan bumi. Saya sampaikan ini supaya menjadi pengingat sekaligus
cubitan bagi kita semua agar dapat memelihara identitas kita. Tidak memakai
bahasa daerah sama saja meracuni budaya sendiri dan membuat erosi pada bahasa
sendiri,” paparnya.
Seharusnya,
masyarakat yang memiliki bahasa daerah seperti masyarakat Buru harus berbangga
diri dan mau memeliharanya serta menggunakannya di manapun ia berada, bukan
malu menggunakannya.
“Contohnya saja
kita lihat mereka yang dari Buru ke Ambon, sudah tidak menggunakan bahasa Buru
lagi tapi sudah menggunakan logat Ambon,
hal ini harus menjadi perhatian kita bersama karena bahasa daerah adalah
kekayaan budaya kita,” tambahnya.
Dirinya berharap
Pemda Buru Selatan dapat mencintai budaya khususnya bahasa daerah dan mampu
menerapkannya bagi setiap pegawai pada setiap SKPD yang ada di Buru Selatan.
“Peran Pemda
dalam menerapkan bahasa daerah di setiap SKPD juga penting karena secara tidak
langsung sudah melestarikan adat dan budaya daerah ini. Semoga bahasa daerah dapat
diterapkan di seluruh SKPD yang ada di Buru Selatan,” pungkasnya. (KT/02)
0 komentar:
Post a Comment