Ambon, Kompastimur.com
Diduga lakukan
penganiayaan terhadap seorang ibu rumah tangga berinisial DO, hingga babak
belur dan 5 (lima) hari dirawat di RS Bhayangkara Tantui Ambon, Briptu La Argam
belum juga diproses hukum, baik secara kode etik maupun pidana.
Padahal, sudah 5
(lima) bulan pasca kejadian penganiayaan yang terjadi 20 Januari 2019 dan
dilaporkan ke Polda Maluku pada 15 Maret 2019 dengan nomor laporan
LP-B/142/III/2019/MALUKU/SPKT, tanggal 15 Maret 2019.
Polda Maluku
justru memindahkan terduga Pelaku, La Argam ke Polres Pulau Buru tanpa
menindaklanjuti kasus penganiayaan tersebut.
Terkait dengan
itu, Korban kepada wartawan, Sabtu (11/05) kemarin mengaku kecewa dengan tidak
profesionalnya pihak Polda Maluku dalam penanganan kasus tersebut.
"Saya sudah
di BAP, dan mungkin pelaku juga sudah di BAP saya tidak tahu, karena tidak
pernah ada pemberitahuan. Saya hanya dengar informasi. Dan sampai sekarang
belum ada perkembangan dalam penanganan kasus ini. Saya lapor pidana dan juga
kode etik," tutur korban.
Padahal sesuai
surat pemberitahuan hasil penyelidikan yang diteribtkan Polda Maluku tertanggal
25 Maret 2019, telah disampaikan, bahwa Unit PPA Polda Maluku akan
menindaklanjuti kasus tersebut selama 14 hari kerja, dan akan memberitahukan
kembali jika terdapat kendala dalam proses penyelidikan. Namun hal itu tidak
dilakukan oleh Iptu Irma Masloman sebagai penyidik PPA yang diberi tugas untuk
melakukan penyelidikan terhadap kasus ini.
Korban juga
mengaku pernah mendatangi pihak Krimum Polda Maluku untuk mempertanyakan
perkembangan penanganan kasus tersebut, dan jawaban pihak Krimum bahwa tidak
ada saksi yang menguatkan dari pihak korban, bahwa pelaku benar-benar dianiaya.
Hal ini berkaitan dengan pernyataan pihak Ditpropam Polda Maluku, bahwa pelaku
mengaku tidak menganiaya korban.
Sementara
informasi lain yang diperoleh Korban dari pihak kepolisian, bahwa saat pelaku
di BAP, pelaku telah mengaku menganiaya korban.
"Jadi
singkat cerita, saya mendatangi pihak Propam Polda Maluku. Ternyata hasil
laporan saya di Propam tidak pernah naik ke Kabid Propam. Padahal saat itu
polisi atas nama Karman Abdullah yang menerima laporan saya pada 15 Maret 2019
itu. Ini ada apa, apakah karena polisi, lalu mau dilindungi? Jangan seperti
itu," ujar Korban kesal.
Korban juga
menyesalkan keputusan pihak Polda Maluku yang telah memindahkan pelaku ke luar
Ambon (informasi ke Polres Buru), sementara kasusnya tidak ditindaklanjuti.
Untuk itu korban
meminta agar Pelaku ditarik ke Ambon guna kelancaran proses terkait kasus
penganiayaan yang melibatkan pelaku sebagai anggota polisi.
"Saya
merasa ada yang janggal sejak awal. Saat dipenyidik, depan Ibu Irma itu, pelaku
mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas pada saya, bahkan pelaku
menunjuk-nunjuk saya didepan penyidik, tapi penyidik diam saja, bahkan saya
diledekin. Sama halnya ketika saya ke Ditpropam, saya dibilang "tante
girang". Dan itu sangat melecehkan harga diri saya. Karena anak-anak saya
juga adalah Polisi," katanya.
Untuk diketahui,
penganiayaan itu terjadi pada 20 Januari 2019, sekitar pukul 20.00 Wit. Korban
yang saat itu mendatangi rumah pelaku di Waiheru, berniat untuk menagih hutang.
Korban memiliki
usaha kredit barang, dan pelaku telah mengambil sejumlah barang, seperti
Televisi, Kulkas dan lainnya yang ditotalkan berjumlah Rp. 7 juta.
"Saat beta
datang, dia (pelaku) ada deng parampuang satu duduk dalam rumah. Lalu Beta
datang, beta bilang "belum bayar utang lai, katanya Remon cair mau
bayar". Langsung laki-laki (pelaku)
badiri dan pukul beta," tutur korban dengan dialeg Ambon.
Saat
penganiayaan tu, Korban meminta pertolongan kepada perempuan yang saat itu
berada bersama pelaku. Namun wanita itu tidak mau menolong dan lari ke arah
kamar dalam rumah itu.
Akibat dari
penganiayaan itu, korban sempat terjatuh karena ditunjuk dari bagian wajah.
Korban terjatuh dan kepalanya mengenai Lantai. Akibatnya, korban mengalami
memar dan bengkak dibagikan bawa mata, memar ditangan. Dan sampai saat ini
sering mengalami sakit kepala yang diduga akibat benturan saat terjatuh saat
itu.
Untuk diketahui,
selain dirawat 5 hari di RS Bhayangkara, korban juga sempat dirujuk ke RSU Kuda
Mati Ambon karena mengalami sakit kepala yang tidak kunjung hilang yang diduga
akibat benturan pasca terjatuh saat penganiayaan.
Sehubungan
dengan itu, korban meminta keadilan atas apa yang dialami dirinya akibat ulah
Oknum Polisi Polda Maluku tersebut.
"Saya mohon
Kapolda Maluku bantu saya dalam kasus ini. Mereka (anak buah bapa) diduga
berupaya untuk melindungi pelaku dengan memindahkan pelaku ke Namlea. Saya
hanya meminta keadilan," tandas korban.
Terkait kasus
ini, korban mengaku pernah mendatangi Komnas HAM untuk meminta petunjuk, namun
salah satu Komisioner Komnas mengatakan, bahwa "sepatu tidak mungkin buang
sepatu". (Polisi tidak mungkin buang polisi). (KT/08)
0 komentar:
Post a Comment