Namlea, Kompastimur.com
Dinas PUPR
Kabupaten Buru anggarkan rumput lokal termahal menghabiskan dana Rp.542 juta
pada areal MTQ Propinsi Maluku di hamparan seluas 1,2 ha.
Kadis PUPR
Kabupaten Buru, Sifa Alatas yang hendak dikonfirmasi belum berhasil ditemui. Wartawan
mengalami kendala mengkonfirmasinya lewat telepon, karena oknum pejabat ini
alergi memberikan nomor kontaknya kepada para kuli tinta.
Sementara itu,
informasi yang berhasil dihimpun wartawan dari sumber terpercaya,
mengungkapkan, proyek MTQ di Kabupaten Buru sudah memasuki pembangunan tahap
kedua di TA 2019 dengan total dana yang terserap mencapai Rp.20 milyar rupiah.
Dalam dua kali
lelang proyek, Pokja selalu memenangkan salah satu perusahan milik bos toko
liang Ambon, yakni PT Cipta Inti Persada.
Rumor yang
beredar di kalangan kontraktor dan wartawan, bahwa ada kong kalikong. Bahkan
dibumbui kabar, soal comitmen fee proyek yang dinikmati oknum tertentu di
proyek tersebut. Hanya infonya masih samar dan kurang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Namun info kong
kalikong sangat berhembus kencang, karena proyek TA 2018 lalu dan proyek TA
2019 ini, tidak dikerjakan rekanan pemenang tender, melainkan oleh pihak kedua,
yakni Bos PT Pemalut Utama dan Group, Arnis Kapitan alias Hai.
Satu sumber
terpercaya mengungkapkan, dari awal perencanaan, proyek MTQ ini bila rampung akan menjadi arena MTQ
Propinsi Maluku paling terbagus di Maluku.
Namun akibat
kong kalikong, beberapa item pekerjaan
sengaja dirobah ikut maunya rekanan, sehingga keinginan awal menjadikan lokasi
MTQ termegah di Maluku akan sirna.
Kontraktor juga
dinilai tidak becus. Buntutnya, MTQ Tingkat Propinsi Maluku yang diagendakan
dibuka tanggal 21 April nanti, terpaksa molor karena pekerjaan tidak selesai
tepat waktu.
Sumber ini lalu
mencontohkan keinginan awal perencanaan yang harus menanam rumput jepang dan
dilakukan tahun anggaran 2018 lalu, ternyata diam-diam telah direvisi oleh
Dinas PUPR Kabupaten Buru.
Pengadaan
rumput baru muncul di proyek TA 2019 di
areal seluas 1,2 ha dengan dana yang terserap mencapai Rp.512 juta.
"Hanya
rumputnya sudah diganti dengan rumput lokal dengan menggunakan anggaran rumput
jepang," beber sumber ini.
Kata sumber ini,
contoh kasus rumput, hanya sebagian
kecil dari kong kalikong di proyek tersebut. Ada lagi item-item lainnya yang
berobah ikut maunya Bos PT Pemalut Utama dan Group.
Ketika wartawan
koran ini menyambangi lokasi proyek, Arnis Kapitan alias Hai tidak berhasil
ditemui. Menurut orang kerjanya di lokasi proyek, bosnya sedang berada di
Belanda.
"Pa Hai
lagi berobat ke luar negeri," tutur seorang pegawas lapangan.
JP, orang
kepercayaan Hai di lokasi proyek yang ditanyai perihal rumput jepang yang
diganti dengan rumput lokal, buru-buru menangkis tuduhan itu.
"Di kontrak
Rp.9,7 milyar lebih, ada termasuk item rumput, dan tertulis rumput lokal dan
bukan rumput jepang," tangkis dia seraya memperlihatkan isi kontrak kepada
wartawan.
Menurut orang
kepercayaan Hai, dalam proyek ada kewajiban pengadaan rumput lokal total
seharga Rp.542 juta untuk areal seluas 1,2 ha.
Dengan rincian,
biaya pengadaan rumput dihargai Rp.30 ribu per meter dan biaya angkutan Rp.14
ribu per meter.
"Total
Rp.44 ribu per meter,"aku JP.
Ketika
dipermasalahkan kalau harga sedemikian besar itu layaknya harus rumput jepang?
sang pengawas lapangan ini mengaku hanya bekerja berpedoman kontrak dengan
Dinas PUPR.
Kicauan orang
lapangan di lokasi proyek ini, semakin membuka borok kong kalikong dugaan
adanya pemahalan pengadaan rumput lokal.
Dari hasil
penelusuran, terbukti kalau Hai mendapatkan rumput lokal itu dari pihak lain
dengan harga sangat murah.
Satu sumber
lainya mengungkapkan, Hai membeli rumput gajah hanya seharga Rp.1,2 juta per
ret mobil.
Satu ret mobil
itu dapat memasok rumput gajah seluas 8 meter x 10 meter yang telah dipotong
ukuran 30 cm x 30 cm.
"Kita tawar
Rp.1,5 juta per ret. Namun pak Hai maunya hanya Rp.1,2 juta per ret, atau Rp.15
ribu per meter dan terima barang di lokasi proyek," beber sumber ini.
(KT/10)
0 komentar:
Post a Comment