• Headline News

    Thursday, March 21, 2019

    Turbulensi Menghantui Dunia Penerbangan


    Oleh:
    Jelvianto Gunawan S.Tr
    Prakirawan Stasiun Meteorologi Amahai

    Pada tanggal 4 Mei 2016 sekitar pukul 13.00 - 14.00 WIB lalu, dimana pesawat terbang jenis Airbus A330-243 milik Etihad Airways EY-474 rute Abu Dhabi - Jakarta yang mengalami kecelakaan akibat turbulensi kuat mengakibatkan 31 orang luka ringan hingga patah tulang, di duga akibat turbulensi di sekitar pulau Sumatera Bagian Selatan diberitakan ketinggian pesawat sekitar 37.000 kaki.

    Selang 2 hari tanggal 7 Mei 2016 kembali giliran pesawat Hongkong Airways dengan nomor penerbangan HX-6705 mengalami hal yang sama 3 orang korban luka berat dan 17 penumpang mengalami luka ringan.

    Terjadi di sekitar pulau Kalimantan, pada saat itu diberitakan pesawat terbang kira-kira pada ketinggian atau flight level 41.000 kaki. Di tahun 2019 tepatnya pada Selasa, 12 Februari 2019 kini giliran pesawat Lion Air jenis Boeing 737-900ER dengan nomor penerbangan JT-780 yang melayani rute dari Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan (UPG) menuju Bandar Udara Mutiara Sis Al-Jufri, Palu, Sulawesi Tengah (PLW), juga mengalami turbulensi hebat. Untungnya semua penumpang selamat dalam penerbangan ini.

    Lalu apa sebenarnya turbulensi itu? Turbulensi adalah fenomena aliran udara yang bervariasi pada jarak pendek. Fenomena di atmosfer ini akibat perbedaan atau ketidak aturan kondisi suhu dan tekanan udara. Turbulensi dapat diakibatkan oleh awan-awan konvektif atau awan –awan yang terbentuk akibat proses pemanasan seperti Cumulonimbus, sedangkan turbulensi akibat cuaca cerah atau disebut dengan istilah CAT (Clear Air Turbulence).

    CAT menang sulit untuk dideteksi atau diprediksi menggunakan peralatan konvensional, model cuaca, atau satelit. CAT biasa di sebabkan oleh gelombang gunung atau Jetstream. Penyebab umum dan sumber CAT adalah aliran Jetstream biasanya dekat dengan tropopause dan dihasilkan sebagai akibat dari gradien suhu antara massa udara.

    CAT secara umum terjadi pada lapisan atas atmosfer kira-kira sekitar 30.000 – 50.000 kaki (feet) kecepatannya bisa mencapai 100-400 km/jam. Karakteristik Jetstream Sama seperti sungai berarus deras yang berputar-putar terhadap tepi sungai. Pesawat yang mengalami kondisi seperti ini akan mengalami kerusakan struktural sebagai akibat dari turbulensi.

    Dalam kasus ekstrim atau turbulensi moderat ini dapat menyebabkan pecahnya pesawat.

    Meskipun tidak semua aliran jet memiliki CAT, namun ada yang signifikan dari Angin geser vertikal dan horisontal di tepi aliran jet. CAT biasanya terkuat di sisi dingin dari aliran jet dimana geser angin terbesar. CAT biasanya terjadi pada daerah sedikit awan bahkan clear, gampangnya jika kita mau mendeteksi itu turbulensi yang disebabkan oleh awan konvektif atau disebabkan oleh CAT bisa kita melihat ketinggian pesawat, biasanya jika melebihi 10 km maka kemungkinan disebabkan oleh CAT. CAT terjadi akibat adanya perbedaan arah dan kecepatan pada lapisan atas pesawat dan dibawah pesawat dalam istilah Meteorologi disebut dengan vertikal “wind shear”, angin pada lapisan 10 km akan cenderung mempunyai kecepatan yang tinggi walaupun tidak tergolong Jetstream.

    Pada umumnya turbulensi akibat awan konvektif mampu diantisipasi oleh Pilot dengan adanya instrument atau radar yang ada pada pesawat tersebut. Pesawat akan berusaha menghindari awan Cumulonimbus yang dideteksi oleh radar. Namun untuk CAT memang sulit di prediksi. Memang eksistensi data cukup sulit untuk diperkirakan maupun dideteksi, namun untuk menentukan langkah preventif, BMKG mempunyai tugas untuk menyediakan analisis meteorologi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh user atau pilot.

    Langkah antisipasi
    BMKG menyediakan peta prakiraan Informasi SIGMET dibuat oleh Meteorological Watch Office (MWO). Stasiun Meteorologi di Indonesia yang ditunjuk sebagai MWO adalah Stasiun Meteorologi Soekarno Hatta, Jakarta (WIII) untuk wilayah Indonesia bagian barat dan Stasiun Meteorologi Hasanuddin, Makassar (WAAA) untuk wilayah Indonesia bagian timur. SIGMET adalah informasi meteorologi mengenai adanya fenomena cuaca di rute penerbangan tertentu yang dapat menganggu keselamatan operasi pesawat terbang yang dikeluarkan oleh Meteorological Watch Office (MWO) di wilayah tanggung jawabnya. Fenomena cuaca yang dimaksud adalah Thunderstorm (TS), Tropical Cyclone (TC), Turbulensi, Icing, Mountain Wave, Dust Storm, Sand Storm, Hail dan Volcanic Ash Cloud SIGWX dibuat untuk melihat kemungkinan adanya awan-awan konvektif di sepanjang jalur penerbangan.

    Sejauh ini perlu penting konfirmasi cuaca untuk bidang transportasi udara. Mengingat fenomena CAT ini sulit dideteksi secara tepat lokasi kejadian diharapkan maskapai penerbangan untuk meningkatkan awarenessnya. Penumpang dan awak harus selalu mengunakan sabuk pengaman ketika duduk untuk melindungi mereka dalam hal turbulensi tak terduga.

    Selain itu menyampaikan PIREP (pilot report) kejadian data dan turbulensi lainnya kepada unit ATS (Air traffic services) untuk di sampaikan tanpa delay kepada kantor meteorologi setempat. Sebagai langkah pengurangan dampak risiko keselamatan penerbangan dan sebagai bahan evaluasi serta perkembangan model prakiraan CAT.

    “Salam Keselamatan Penerbangan Indonesia”.  (KT/Rls-Opini)

    Jangan Lewatkan...

    Baca Juga

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Turbulensi Menghantui Dunia Penerbangan Rating: 5 Reviewed By: Kompas Timur
    Scroll to Top