Oleh:
Jelvianto Gunawan S.Tr
Prakirawan Stasiun Meteorologi
Amahai
Email: jelgunawan@gmail.com
Pada tanggal
4 Mei 2016 sekitar pukul 13.00 - 14.00 WIB lalu, dimana pesawat terbang jenis
Airbus A330-243 milik Etihad Airways EY-474 rute Abu Dhabi - Jakarta yang
mengalami kecelakaan akibat turbulensi kuat mengakibatkan 31 orang luka ringan
hingga patah tulang, di duga akibat turbulensi di sekitar pulau Sumatera Bagian
Selatan diberitakan ketinggian pesawat sekitar 37.000 kaki.
Selang 2
hari tanggal 7 Mei 2016 kembali giliran pesawat Hongkong Airways dengan nomor
penerbangan HX-6705 mengalami hal yang sama 3 orang korban luka berat dan 17
penumpang mengalami luka ringan.
Terjadi di
sekitar pulau Kalimantan, pada saat itu diberitakan pesawat terbang kira-kira
pada ketinggian atau flight level 41.000 kaki. Di tahun 2019 tepatnya pada
Selasa, 12 Februari 2019 kini giliran pesawat Lion Air jenis Boeing 737-900ER
dengan nomor penerbangan JT-780 yang melayani rute dari Bandar Udara
Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan (UPG) menuju Bandar
Udara Mutiara Sis Al-Jufri, Palu, Sulawesi Tengah (PLW), juga mengalami
turbulensi hebat. Untungnya semua penumpang selamat dalam penerbangan ini.
Lalu apa
sebenarnya turbulensi itu? Turbulensi adalah fenomena aliran udara yang
bervariasi pada jarak pendek. Fenomena di atmosfer ini akibat perbedaan atau
ketidak aturan kondisi suhu dan tekanan udara. Turbulensi dapat diakibatkan
oleh awan-awan konvektif atau awan –awan yang terbentuk akibat proses pemanasan
seperti Cumulonimbus, sedangkan turbulensi akibat cuaca cerah atau disebut
dengan istilah CAT (Clear Air Turbulence).
CAT menang
sulit untuk dideteksi atau diprediksi menggunakan peralatan konvensional, model
cuaca, atau satelit. CAT biasa di sebabkan oleh gelombang gunung atau
Jetstream. Penyebab umum dan sumber CAT adalah aliran Jetstream biasanya dekat
dengan tropopause dan dihasilkan sebagai akibat dari gradien suhu antara massa
udara.
CAT secara
umum terjadi pada lapisan atas atmosfer kira-kira sekitar 30.000 – 50.000 kaki
(feet) kecepatannya bisa mencapai 100-400 km/jam. Karakteristik
Jetstream Sama seperti sungai berarus deras yang berputar-putar terhadap tepi
sungai. Pesawat yang mengalami kondisi seperti ini akan mengalami kerusakan
struktural sebagai akibat dari turbulensi.
Dalam kasus
ekstrim atau turbulensi moderat ini dapat menyebabkan pecahnya pesawat.
Meskipun
tidak semua aliran jet memiliki CAT, namun ada yang signifikan dari Angin geser
vertikal dan horisontal di tepi aliran jet. CAT biasanya terkuat di sisi dingin
dari aliran jet dimana geser angin terbesar. CAT biasanya terjadi pada daerah
sedikit awan bahkan clear, gampangnya jika kita mau mendeteksi itu turbulensi
yang disebabkan oleh awan konvektif atau disebabkan oleh CAT bisa kita melihat
ketinggian pesawat, biasanya jika melebihi 10 km maka kemungkinan disebabkan
oleh CAT. CAT terjadi akibat adanya perbedaan arah dan kecepatan pada lapisan
atas pesawat dan dibawah pesawat dalam istilah Meteorologi disebut dengan
vertikal “wind shear”, angin pada lapisan 10 km akan cenderung mempunyai
kecepatan yang tinggi walaupun tidak tergolong Jetstream.
Pada umumnya
turbulensi akibat awan konvektif mampu diantisipasi oleh Pilot dengan adanya
instrument atau radar yang ada pada pesawat tersebut. Pesawat akan berusaha
menghindari awan Cumulonimbus yang dideteksi oleh radar. Namun untuk CAT memang
sulit di prediksi. Memang eksistensi data cukup sulit untuk diperkirakan maupun
dideteksi, namun untuk menentukan langkah preventif, BMKG mempunyai tugas untuk
menyediakan analisis meteorologi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh
user atau pilot.
Langkah
antisipasi
BMKG
menyediakan peta prakiraan Informasi SIGMET dibuat oleh Meteorological Watch
Office (MWO). Stasiun Meteorologi di Indonesia yang ditunjuk sebagai MWO
adalah Stasiun Meteorologi Soekarno Hatta, Jakarta (WIII) untuk wilayah
Indonesia bagian barat dan Stasiun Meteorologi Hasanuddin, Makassar (WAAA)
untuk wilayah Indonesia bagian timur. SIGMET adalah informasi meteorologi
mengenai adanya fenomena cuaca di rute penerbangan tertentu yang dapat
menganggu keselamatan operasi pesawat terbang yang dikeluarkan oleh Meteorological
Watch Office (MWO) di wilayah tanggung jawabnya. Fenomena cuaca yang
dimaksud adalah Thunderstorm (TS), Tropical Cyclone (TC), Turbulensi, Icing,
Mountain Wave, Dust Storm, Sand Storm, Hail dan Volcanic Ash Cloud SIGWX dibuat
untuk melihat kemungkinan adanya awan-awan konvektif di sepanjang jalur
penerbangan.
Sejauh ini
perlu penting konfirmasi cuaca untuk bidang transportasi udara. Mengingat
fenomena CAT ini sulit dideteksi secara tepat lokasi kejadian diharapkan
maskapai penerbangan untuk meningkatkan awarenessnya. Penumpang dan awak harus
selalu mengunakan sabuk pengaman ketika duduk untuk melindungi mereka dalam hal
turbulensi tak terduga.
Selain itu
menyampaikan PIREP (pilot report) kejadian data dan turbulensi lainnya
kepada unit ATS (Air traffic services) untuk di sampaikan tanpa delay
kepada kantor meteorologi setempat. Sebagai langkah pengurangan dampak
risiko keselamatan penerbangan dan sebagai bahan evaluasi serta perkembangan
model prakiraan CAT.
“Salam Keselamatan
Penerbangan Indonesia”. (KT/Rls-Opini)
0 komentar:
Post a Comment