Saparua,
Kompastimur.com
Siswa-siswi Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Ouw,
Kecamatan Saparua Timur, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) hingga saat ini
masih melestarikan budaya “Cucu Atap”.
Kendati hampir punah termakan zaman, namun
budaya “Cucu Atap” tetap terpelihara dengan baik di dalam tatanan budaya negeri
di ujung pulau Saparua itu.
Upaya terus mempertahankan dan melestarikan
budaya “Cucu Atap” ini terbukti dengan dimasukannya budaya tersebut kedalam pelajaran
Muatan Lokal dengan tujuan demi menjaga dan melestarikan budaya orang Maluku termasuk
permainan tradisional, dan lagu-lagu daerah Maluku.
Kepala SD Negeri 1 Ouw Maria Irene Hehakaya.
S.Pd saat dihubungi Kompastimur.com mengatakan, untuk permainan tradisional dan
lagu-lagu daerah Maluku diajarkan pada semua kelas.
“Sementara teknologi sederhana salah satunya “Cucu
Atap” diberikan di kelas besar 4, 5 dan 6. Hal ini bertujuan untuk tetap
mempertahankan nilai-nilai budaya kearifan lokal di Maluku dan lebih khusus di Negeri
Ouw agar tetap menjadi budaya turun temurun, walaupun generasi saat ini adalah
generasi Milenial yang telah terkontaminasi dengan kemajuan saman dan
teknologi, tetapi dengan hal ini, akan menumbuh kembangkan kecintaan mereka
terhadap budaya sendiri,” kata Kepsek, (21/03/2019).
Hehakaya menjelaskan, untuk pembuatan atap
biasanya dipakai narasumber dari luar Sekolah (masyarakat Negeri Ouw), walaupun
begitu, upaya melestarikan budaya “Cucu Atap” ini mendapat support positif dari
masyarakat Negeri Ouw, bahkan ada orang tua murid yang suka relah mengajarkannya
kepada mereka (Siswa) di rumah.
“Masyarakat Negeri Ouw sangat antusias dengan
kegiatan-kegiatan seperti ini karena mereka berharap anak-anak mereka akan
menjadi pekerja-pekerja yang kuat untuk menjawab masa depan dalam arti kalau
tidak berkesempatan menjadi ASN, namun bekal hidup mereka sudah ada dan mampu
bertahan hidup di desa-desa terpencil, karena selain melestarikan budaya
leluhur, atap juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi jika dikerjakan dengan
baik dan tidak mengecewakan para pembeli,” ucap Hehakaya.
Dirinya optimis, selain melestariakn
pembuatan atap dari daun pohon sagu, Ia juga akan terus melestarikan budaya
lainnya yakni cara pembuatan sejenis bubu berukuran kecil dan Sempe yang kini
menjadi icon Negeri Ouw.
“Selain atap, ada juga kamboti dan amanisal
yang akan di ajarkan bagi siswa-siswi, sehingga mereka lebih mencintai apa yang
menjadi kebanggaan negeri ini pada waktu dahulu. Begitu juga dengan proses
pembuatan Sempe yang akan dimasukan dalam kegiatan ekstra kurikuler dengan
tujuan supaya budaya ini tidak hanya bisa diceritakan tapi dapat dikerjakan
oleh generasi Milenial yang ada di Negeri Ouw manis ee,” terangnya.
Ia berharap, pelestarian budaya Negeri Ouw
ini bukan saja menjadi tanggung jawab dan perhatian dari pihak sekolah, namun dapat
menjadi perhatian bersama baik itu orang tua, masyarakat, pemerintah desa, Pemda
Malteng maupun Pemprov Maluku.
“Ini budaya kita bersama yang membutuhkan
perhatian serius dari semua pihak demi melestarikan budaya leluhur agar tidak
punah termakan saman. Untuk itu kepada kita semua khususnya kepada para siswa, mari kita tingkatkan life skill kita agar memiliki daya saing di masa mendatang tanpa
menghilangkan budaya. Belajarlah dari hal-hal sederhana menuju hal-hal yang
luar biasa.,” himbaunya. (KT/02)
0 komentar:
Post a Comment