Oleh
Said Moksen Almahdaly
Pegiat
Demokrasi
Sudah 73 tahun
Bangsa terus mengalami perkembangan dan kemajuan. Salah satu yang terus
mengalami perkembangan adalah sistem demokrasi yang menjadi acuan dalam
menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari tahun ke tahun, periode ke
periode, sistem demokrasi terus mengalami perkembangan. Demokrasi di Indonesia
pun pernah mengalami masa gelap saat rezim Orde Baru berkuasa selama hampir 32
tahun, namun seiring perjalanan waktu, demokrasi mengalami kebangkitan.
Singkatnya, bangsa Indonesia saat ini sudah bisa memilih wakil rakyat secara
langsung. Bahkan, kini juga dapat memilih pemimpin negara secara langsung di
dalam bilik suara. Pemilihan umum atau pemungutan suara langsung untuk memilih
presiden dan anggota DPR/DPRD adalah refleksi kedaulatan rakyat. Pemilu secara
langsung, merupakan pesta demokrasi yang harus dirayakan dengan gembira.
Maka
implementasi kedaulatan rakyat itu harus diwujudkan dalam suasana penuh
kegembiraan dan memberi kebebasan seluas-luas bagi setiap pemilih untuk
menentukan pilihannya. Tentu saja suasana pesta demokrasi yang menggembirakan
itu bisa terlaksana jika semua elemen masyarakat mampu mewujudkan suasana
kondusif. Pemilihan Presiden dan pemilihan Anggota Legislatif secara langsung
selalu menghadirkan konsekuensi berupa perbedaan pilihan. Perbedaan pilihan
itu, yang dikhawatirkan malah merusak persatuan dan kesatuan bangsa.
Tetapi, saya
optimis akar budaya masyarakat Indonesia dan khussnya provinsi Maluku sudah
mengajarkan bahwa beda pilihan bukan masalah yang harus diperdebatkan atau
dipertentangkan. Beda pilihan telah diterima sebagai sebuah keniscayaan, karena
setiap orang akan selalu punya cara pandang dan penilaian yang tidak sama
dengan orang lain, termasuk dengan teman atau dengan ayah-ibu serta anggota
keluarga lainnya.
Pesannya adalah
beda pilihan tidak boleh merusak kondusivitas yang sejatinya selalu menjadi
kebutuhan semua orang, masa saat ini di mana Pemilu 2019 sudah tak lebih dari
sebulan Pemilu bakal terselenggara secara serentak antara pilpres dengan pileg.
Tahun politik,
itulah sebutan masa saat ini yang sudah melewati masa pendaftaran bahkan
kampanye baik untuk Pileg maupun Pilpres. Tahun politik 2019 benar-benar harus
mencerminkan pesta demokrasi. Seluruh lapisan masyarakat didorong untuk
bergembira melaksanakan kedaulatannya memilih wakil rakyat, serta memilih
presiden periode lima tahun berikutnya. (Rls/Opini)
0 komentar:
Post a Comment