Ambon, Kompastimur.com
Yospina Kostantina Sapteno salah satu guru
SMP Negeri 7 Saparua timur aakan dipanggil untuk dilakukan pemeriksaan terkait
kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan dirinya.
Pemeriksaan Yospina Kostantina Sapteno
(YKS) yang juga Pejabat Desa Ouw Kecamatan Saparua Timur, Kabupaten Maluku
Tengah ini telah ditingkatkan ke tahap penyidikan.
“Penyidik juga telah melakukan pemanggilan
terhadap 2 saksi lain. Sudah tiga orang yang diperiksa. Dan juga pemanggilan
terhadap terlapor YKS untuk dilakukan pemeriksaan pada, Kamis, 14 Februari 2019
di ruang Sat Reskrim Unit PPA Reserse Kriminal Polres Pulau Ambon dan Pp
Lease,” ungkap Kasubag Humas Polres Pulau Ambon dan Pp Lease Ipda
Julkisno Kaisupy kepada Kompastimur.com, Rabu, 13 Februari 2019.
Kasus ini dilaporkan ini dilaporkan orang
tua korban, Martha Pelupessy, dengan Laporan Polisi Nomor:
LP-B/05/I/2019/SPKT, tanggal 27 Januari 2019.
“YKS ini juga seorang guru di SMP Negeri 7
Negeri Ulath-Ouw. Perkara kekerasan terhadap anak. sebagaimana
dimaksud dlm Pasal 80 UU RI Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan anak,”
ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Penjabat Kepala
Desa Ouw, Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) Yospina
Kostantina Sapteno dilaporkan kepihak kepolisian.
Yospina yang adalah guru SMP Negeri 7
Saparua Timur dilaporkan oleh orang tua siswa, Martha Pelupessy, Kamis
(24/01/2019) lantaran diduga melakukan penganiayaan kepada sejumlah siswa-siswi
kelas IX SMP Negeri 7 Saparua Timur.
Salah satu korban yang dianiaya oleh
Yospina ialah Madha Thisya Pelupessy yang adalah anak dari Martha Pelupessy.
Martha kepada media ini via telepon
selulernya, Rabu (30/01/2019) menjelaskan kejadian penganiayaan tersebut baru
diketahui ketika anaknya Madha meminta minyak panas (minyak urut-red) dari
dirinya untuk mengoles luka bekas cubitan Yospina lantaran karena bekas cubitan
itu luka dan sakit.
“Anak saya mengeluh sakit dan merasa demam
sehingga dia minta minyak untuk gosok lukanya, Saya tanya itu kanapa, ternyata
dia bilang itu dicubit guru Yospina karena tidak mengerjakan soal Matematika.
Saya kaget juga kenapa guru bisa lakukan itu, bukannya guru hanya ditugaskan
untuk mendidik,” kata Martha.
Martha menceritakan, kejadian penganiyaan
yang terjadi pada Rabu 23 Januari 2019 sekitar Pukul 11.00 WIT itu kemudian
dilaporkannya ke Polsek Saparua pada Kamis 24 Januari 2019 untuk ditindak
lanjuti sesuai hukum yang berlaku.
Namun yang anehnya, laporan tersebut tak
langsung diproses karena berbagai alasan, hingga pada Rabu, 31 Januari 2019,
laporan itu baru diregistrasi oleh Polsek Saparua dengan Nomor
STPL/05/01/2019/SPK, sk.
Tak hanya itu, kendati apa yang dilakukan
oleh pelaku ini merupakan pelanggaran hukum, tapi anehnya, ada upaya intervensi
dari pihak-pihak tertentu ntuk melindungi pelaku dari permasalah ini,
diantaranya Camat Saparua Timur Halid Pattisahusiwa dan Kepala UPTD Saparua
Timur E M Saimima.
Hal ini terlihat, dengan kemunculan Camat
di Kantor Polsek Saparua untuk mempertanyakan kejadian itu kepada korban dan
keluarganya serta Kepala UPTD yang menyambangi pihak korban dirumahnya untuk
meminta agar masalah ini dihentikan, sedangkan pelaku tak terlihat batang
hidungnya.
Namun, intervensi dari Camat dan Kepala
UPTD tak mengugurkan keseriusan keluarga korban untuk memproses masalah ini
hinggah ke meja hijau agar ada efek jerah bagi pelaku.
“Saya sebagai orang tua korban tidak
terima apa yang dilakukan pelaku terhadap anak saya. Ini penganiayaan dan
sangat bertolak belakang dengan tanggungjawabnya sebagai seorang guru yang
seyogyanya harus mendidik anak-anak, bukan menganiayanya. Anak kami ke sekolah
untuk menuntut ilmu, bukan untuk dianiaya dan kejadian ini akan kami proses
hukum sampai selesai,” tegasnya.
Kepala sekolah SMP Negeri 7 Saparua Timur,
Sarce Sopacua yang dikonfirmasi, Kamis (31/01/2019) terkait sikap arogan pelaku
yang menganiaya para siswa-siswi di sekolah itu tak membantah dan membenarkan
kejadian itu.
Sopacua juga menjelaskan bahwa pasca
kejadian ini dirinya langsung melaporkan ke Kepala UPDT.
“Untuk kejadian itu, sudah saya lapor
kejadian tersebut ke Kepala UPTD Saparua Timur, dan saya selaku penanggung
jawab merasa malu atas kejadian tersebut. Semoga kedepan tidak ada lagi
kejadian yang serupa di sekolah kami. Permasalahan hukum saya serahkan ke pihak
berwajib saja,” ucap Sopacua.
Sedangkan, Kapolsek Saparua Kompol Fredi
Djamal, Kamis (31/01/2019) ketika dihubungi mengaku telah menerima laporan dari
Martha, tetapi kasusnya sudah dilimpahkan ke Polres Pulau Ambon & PP. Lease.
“Pak kasusnya dilimpahkan ke Polres Ambon
di Unit PPA Polres Pulau Ambon,” kata Kapolsek.
Sementara itu, informasi yang diterima
hasil penelusuran media ini dari salah satu sumber di Desa Ouw sangatlah
mengejutkan, dimana sumber yang enggan namanya dipublikasikan ini membeberkan
kejadian yang menimpah Madha Thisya Pelupessy bukanlah yang pertama tetapi
sudah pernah terjadi kepada siswa yang lain, namun orang tuan siswa takut untuk
melaporkannya kepihak yang berwajib lantaran Yospina Sapteno saat ini menjabat
sebagai Penjabat Kepala Desa di Negeri Ouw.
“Ini bukan pertama Pak, sudah pernah
terjadi bahkan ada siswa yang ditampar hingga mulutnya berdarah, tapi orang tua
siswa tak berani melaporkannya karena Yospina itu sekarang Penjabat Kepala Desa
disini,” ungkap sumber.
Untuk diketahui, akibat tindakan penganiayaan
ini, pelaku dapat dijerat dengan pasal 80 ayat 1 undang-undang nomor 35 tahun
2014 tentang Perlindungan Anak, yang berbunyi: ‘Setiap orang yang melakukan
kekejaman, kekerasan, atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda
paling banyak Rp72.000.000,- (tujuh puluh dua juta rupiah).’ (KT-02)
0 komentar:
Post a Comment