M. Damin Rumatella |
SBT, Kompastimur.com
Pegawai Tidak
Tetap (PTT) tenaga kesehatan di Seram Bagian Timur (SBT) berada pada stege
and error, karena belum ada Perda yang mengatur tentang kesejahteraan perawat
tenaga profesi kesehatan di SBT seperti PTT Daerah.
Demiian diungkapkan Sekretaris
Gerakan Nasional Perawat Honor Indonesia (GNPHI) Korda. SBT, M. Damin Rumatella,
Jumat (8/02) di Bula.
Menjemput PP
Nomor 49 tahun 2018 tentang Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK)
sampai saat ini juga tidak ada kepastian, sehingga para tenaga kesehatan belum
melakukan aktifitas rutin (Pelayanan Kesehatan) dan aktifitas lainnya.
Semua ini
dilakukan karena dikhawatirkan jangan sampai terdapat penggunaan data fiktif
yang biasanya dipakai untuk pelaporan kegiatan operasional kegiatan BPJS dan BOK
diinstansi terkait.
Selain itu,
dilingkup pemerintahan Kabupaten SBT saat ini, harus menjadikan Regulasi PPPK
sebagai pintu masuk para sarjana muda untuk menyiapkan diri mengabdi Sebagai
Aparatur Sipil Negara.
Namun sampai
saat ini, Juknis terkait mekanisme tahapan, dan penjadwalan rekrutmen belum
juga disiapkan, sehinngga menambah ketidakpastian kepada para tenaga kesehatan
di SBT dan ini salah satu sebabnya para pelamar juga belum bisa menyiapakan
diri, dari segi adaministrasi maupun lainnya.
"PPPK belum
ada kejelasan, bagaimana nasib kami sebagai tenaga kesehatan," katanya.
Sesuai amanat
Konstitusi, tenaga Guru dan kesehatan menjadi prioritas, dan saat ini, masyarakat
mengeluh tentang kondisi kesehatan sehingga Pemerintah Daerah harus jelih dan
responsif melihat problem ini.
Dijelaskan, pada
Tahun 2018 SBT menyumbang angka gizi buruk mencapai 42 jiwa yang terdata di
RSUD Bula, dan ini merupakan angka yang fantastis serta Kejadian Luar Biasa di SBT.
Gizi buruk awalnya dikatakan hanya 1 orang disebut kejadian luar
Biasa apalagi dengan jumlah yang banyak,
“Saya pastikakan
1 Orang berbanding 100 orang Gizi buruk, kenapa demikian?? Karna sampai saat
ini belum ada para dokter spesialis Anak. Tahun 2018 SBT terkena dampak luar
biasa akibat gizi buruk, apalagi di 2019 ini belum ada dokter spesialis anak sehingga
harus menjadi perhatian serius," kata Rumatella.
Dirinya
menambahkan, Pada tahun sebelumnya, tidak melakukan swiping gizi buruk
disemua wilayah kecamatan atau Desa di Kab.SBT.
Selain itu,
Pemerintah Daerah diharapkan menganggarkan tenaga dokter untuk melakukan
swiping gizi buruk maupun keluhahan sakit lainnya di daerah ini, sehingga dapat
mengetahui data rill dilapangan.
Sementara,
lanjutnya, tantangan satuan dunia luar seperti klinik, rumah sakit pemerintah
atau swasta berapa banyak di Negeri ini??. jumlah Puskesmas 20 dan 1 RSUD
di ibu kota Kabupaten, Sementara asas kebutuhan untuk Negeri ini sangat
tinggi/banyak.
Untuk itu, Pemda
lewat instansi terkait harus mampu melihat SDM dibidang ilmu kesehatan yang ada
di negeri ini.
"Harus ada
penganggaran, swiping gizi buruk sehingga ada data riil. Instansi terkait harus
memperhatikan dengan baik SDM kita, terkhusus di tenaga kesehatan," tutupnya.
(KT/FS)
0 komentar:
Post a Comment