Jakarta, Kompastimur.com
Ketua Umum
Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menyatakan bahwa tindakan Budi
(42) Kepala Sekolah SDIT Bina Mujtama di Bojonggede Kabupaten Bogor Jawa Barat
yang menghukum siswanya GNS (11) dengan cara push up 100 kali lantaran belum
mampu melunasi uang Sumbangan Pembinaan Pendidikan atau SPP yang mengakibatkan
Putri Malang warga Depok Jawa Barat itu mengalami kejang di perut dan trauma
berat.
Dikatakan,
perbuatan menghukum Siswa sampai mengalami kejang dan trauma berat merupakan
perbuatan atau tindakan kekerasan terhadap anak.
Dijelaskan, berdasarkan
ketentuan pasal 81 undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang
perubahan dari undang-undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
kepala sekolah SDIT Bina Mujtama itu terancam pidana penjara paling lama 15
tahun dan paling sedikit 3 tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000 dan paling sedikit Rp. 60.000.000.
"tidak ada
toleransi terhadap kekerasan. Siapapun pelakunya harus berhadapan dengan
hukum, apalagi dilakukan oleh guru dan
kepala sekolah yang seyogianya wajib memberikan rasa nyaman dan perlindungan
bagi anak sebagai peserta didik,” tegas Sirait, Rabu (30/01/19).
Lanjutnya, adalah
tidak tepat dan tidak dibenarkan apa yang dilakukan kepala sekolah SD IT
sebagai tindakan "syock therapy". Bagaimana tindakan menghukum push
up dinyatakan sebagai rindakan
"shock therapy" namun faktanya GNS mengalami kejang di perut, dan
trauma dan saking traumanya GNS tidak lagi mau melanjutkan sekolah itu lagi dan
keluarganya berencana untuk memindahkan ke sekolah lain.
“Sesungguhnya
kejadian serupa pernah alami GNS hanya saja hukuman sebelumnya jauh lebih
ringan yakni pusat 10 kali. Namun peristiwa
Senin 28 Januari membuat GNS trauma berat dan ketakutan serta disinyalir pula
bahwa penghukuman terhadap siswa dan siswi yang telat bayat SPP dengan cara
push up sering terjadi dilingkungan
sekolah DDIT,” ujarnya.
Untuk memastikan
informasi tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan SD IT Bina Mujtama ini
dan untuk memberikan dampingan psikologis dan pendampingan hukum bagi GNS dan
keluarganya, Tim Investigasi Komnas Perlindungan Anak segera menyiapkan waktu
untuk bertemu korban dan keluarganya di Depok dan mengunjungi SDIT Bina mujtama
di Bojong Gede guna mendapatkan keterangan dan informadi yang akurat.
"Yang
pasti, jika Budi benar-benar dan dengan
sengaja melakukan tindakan kekerasan tehadap GNS hanya lantaran telat bayar SPP
kepala sekolah SDIT itu dipastikan
terancam pidana minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun penjara dengan denda Rp.
300.000. 000 rupiah maksimal dan paling rendah Rp. 60 juta", demikian
disampaikan Arist Merdeka Sirait di kantornya di Bilangan Pasar Rebo, Jakarta
Timur. (KT/Rls/ASM)
0 komentar:
Post a Comment