Namrole,
Kompastimur.com
Inspektorat Kabupaten Buru Selatan (Bursel)
bakal melaporkan dugaan penyalagunaan dana tak terduga sebesar Rp. 450 juta Tahun
2018 yang oleh Bagian Pemerintahan Setda Kabupaten Bursel ke pihak kepolisian.
Pasalnya, dana tak terduga yang
dipimpinjam oleh Bagian Pemerintahan Setda Kabupaten Bursel dibawa kepemimpinan
Ridwan Nyio dan Bendaharanya Harun Siompo dari Dinas Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah dibawa kepemimpinan Iskandar Walla itu belum diketahui mengalir ke
siapa saja karena tak bisa dipertanggung jawabkan oleh Harun Siompo.
“Nanti
kasus ini katong akan tingkatkan ke kepolisian,” kata Inspektur Kabupaten
Bursel Z. A. Bantam kepada wartawan di kantor Bupati Bursel, Rabu (02/01/2019).
Menurut Bantam, langkah itu akan
ditempuh pihaknya lantaran setelah dilakukan pemblokiran terhadap rekening
milik Harun Siompo dan istrinya Hariasi Wanci, ternyata dana yang diisukan
berada di rekening tersebut sebesar Rp. 600 juta tidaklah benar.
“Supaya katong mau cari tahu aliran
dananya itu kamana, supaya katong tahu permasalahannya dimana. tapi ternyata
juga di rekening harun yang diblokir seng ada dana itu, seng ada dana apa-apa
disitu, dia rekening samua kosong,” terangnya.
Menurut Bantam, dana sebesar 450 juta
itu haruslah dikembalikan ke kas daerah, namun hingga kini belum bisa
dikembalikan oleh Bagian Pemerintahan Setda Kabupaten Bursel sehingga Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Bursel, Iksnadar Walla meminta pihak Bank Maluku untuk memblokir
Rekening Harun Siompo dan istrinya.
“Ia itu Bendahara Umum Daerah (BUD)
terkait dengan Harun sebenarnya katong tidak perlu bilang akang dolo karena ini
masih dalam proses penyelesaian dengan Dia. Jadi ada ketekoran uang di dong (Bagian
Pemerintahan-red) yang mana dana itu harus dikembalikan ke kas daerah. Dana ini
sebenarnya tidak bisa dibilang. Itu besarannya Rp. 450 juta entah kemana, itu
yang mahu dicari aliran dananya kemana, makanya rekening si Harun itu diblokir
sementara, itu tujuannya,” jelas Bantam.
Lanjut Batam, lantaran di rekening Harun
dan istrinya tak sesuai harapan, maka rekening itu akan kembali dibuka.
“Hari ini, dibuka blokirannya karena
seng ada dana, itu bukan blokir tapi ditahan sementara untuk kita mau cari tahu
dananya kemana, sebetulnya bukan di blokir, kalau di blokir tidak buka lagi,
makanya katong cari tahu tidak ada Dia punya dana juga makanya akan
ditingkatkan ke kepolisian,” tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, Bank Maluku
Cabang Pembantu Namrole melakukan pemblokiran terhadap nasabahnya, Harun Siompo
(mantan Bendahara Bagian Pemerintahan Setda) Kabupaten Buru Selatan (Bursel)
dan istrinya Hariasi Wanci lantaran adanya surat permintaan tanpa dasar hukum
dari Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bursel,
Iskandar Walla yang juga Calon Sekda Kabupaten Bursel Nomor 900/15 tanggal 23
Januari 2019, perihal permintaan pembekuan rekening.
Apa yang dilakukan oleh pihak Bank Maluku Cabang Pembantu
Namrole dibawa kepemimpinan Yusnawati
Werman ini tentu saja bertentangan juga dengan visi bank yang
didirikan sejak 25 Oktober 1961 itu
untuk menjadi bank berpredikat baik, yakni ‘Terwujudnya Bank berkembang secara
wajar, berpredikat sangat baik, mandiri, profesional serta terciptanya nilai
tambah bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat’.
Terkait
masalah itu, Kepala Bank Maluku Cabang Pembantu Namrole, Yusnawati Werman yang
dikonfirmasi wartawan di ruang kerjanya, Senin (28/01)/2019) mengaku belum tahu
soal adanya pemblokiran rekening tersebut.
“Ia,
beta belum tau, belum dapat laporan dan pelaksana tugas harian dari Cabang
Namlea, Hasan Toisuta, Staf dari Cabang Namlea yang ditugaskan disini
(Namrole-red) menggantikan beta yang ditugaskan ke Ambon,” kata Yusnawati.
Namun,
Ia mengaku bahwa jika apa yang sudah dilakukan oleh pihaknya itu bisa
dibenarkan. Padahal tidak ada dasar hukumnya.
“Secara
resmi itu tertulis, misalnya rekening bermasalah, ada surat perintah atau
permintaan resmi bisa kita blokir,” ujar Yusnawati yang juga mantan Kasie PMR Bank Maluku.
Kendati
demikian, Ia mengungkapkan proses pemblokiran itu dilakukan harus dengan
sepengetahuan pemilik rekening atau nasabah.
Pimpinan
Bank ini juga nampaknya bukan pimpinan yang baik, karena tidak
memahami secara baik aturan perbankan.
“Kalau
ijin dari Bank Indonesia, beta juga tidak terlalu pahami. Kalau sudah berkaitan
dengan hukum harus dengan kita punya orang hukum, dan setahu beta pemblokiran
harus seijin pemilik rekening. Coba nanti saya konfirmasi, saya kroscek dulu,
ini kan saya baru disini baru tiba, nanti saya konfirmasi dengan pihak
keuangan,” ucapnya.
Sementara
praktisi hukum Jakcy Wenno yang dihubungi terpisah soal masalah ini mengatakan
secara hukum untuk meminta pemblokiran rekening baik dalam perkara pidana
maupun perkara perdata harus ada dasar hukumnya.
“Misalnya
Pasal 29 ayat (4) UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang mengatakan Penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat meminta
kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa
yang diduga hasil dari korupsi,” kata Wenno Melalui Pesan Whatsappnya, Senin
(28/01/2019).
Lanjutnya,
Pasal 71 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang menjelaskan bahwa Penyidik, penuntut umum, atau
hakim berwenang memerintahkan Pihak Pelapor untuk melakukan pemblokiran Harta
Kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dari,
setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik, tersangka, atau
terdakwa.
“Bank
Indonesia sendiri dalam Pasal 12 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor
2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah Atau Izin
Tertulis Membuka Rahasia Bank (“PBI 2/19/2000”) menyebutkan bahwa Pemblokiran
dan atau penyitaan simpanan atas nama seorang Nasabah Penyimpan yang telah
dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa oleh polisi, jaksa, atau hakim,
dapat dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa
memerlukan izin dari Pimpinan Bank Indonesia,” ujarnya.
Berdasarkan
pengaturan tersebut tampak bahwa terkait dengan perkara pidana pihak bank atas
permintaan polisi, jaksa atau hakim dapat memblokir rekening seorang tersangka
atau terdakwa tanpa perlu mendapat izin dari Pimpinan Bank Indonesia.
“Menurut
hemat kami permintaan pemblokiran rekening oleh bank atas permintaan beberapa
lembaga (Polisi, Jaksa atau Hakim) berwenang pada saat bersamaan dimungkinkan
terjadi karena mereka memang memiliki kewenangan untuk itu,” paparnya.
Akan
tetapi, lanjutnya, jika berbicara mengenai eksekusi terhadap rekening tersebut,
sesuai Pasal 1137 KUH Perdata, hak didahulukan adalah milik negara, kantor
lelang dan badan umum lain yang diadakan oleh penguasa. Dengan pemahaman bahwa
dalam perkara pidana aset/rekening tersebut bisa saja kemudian diputus menjadi
milik negara.
“Artinya,
bila pengadilan menyatakan rekening tersebut disita menjadi milik negara, maka
hak negaralah yang didahulukan. Oleh karena itu, permintaan pemblokiran
rekening terkait eksekusi perkara perdata tidak bisa serta merta dilakukan
sebelum putusan pidana mencabut penetapan pemblokiran rekening tersebut,” tutur
Wenno. (KT-02)
0 komentar:
Post a Comment