Oleh : Dodi Lapihu
Direktur Kajian Kebijakan Institute for
Indonesia Local Policy Studies (ILPOS)
Opini, Kompastimur.com
Calon presiden dan calon wakil presiden baik dari
paslon nomor urut 01 maupun paslon nomor urut 02 telah menyampaikan ucapan
selamat merayakan hari raya Natal bagi umat Kristen di seluruh Indonesia.
Ucapan ini dimaknai sebagai wujud dari toleransi dan komitmen kebangsaan setiap
pasangan calon.
Namun, di media sosial, ucapan selamat Natal tersebut
justru dipelintir dan dijadikan sebagai bahan kampanye hitam oleh oknum-oknum
tidak bertanggungjawab. Terdapat video hoax ucapan selamat Natal dari KH. Ma'ruf
Amin dengan menggunakan kostum Sinterklas. Di lain pihak, pasca Prabowo
menyampaikan selamat Natal, beredar pesan yang menyatakan bahwa Prabowo sudah
memeluk agama Kristen dan setiap Minggu beribadah di gereja.
Beredarnya informasi dan pesan hoax ini menjadi
paradoks dan ambigu. Di satu sisi para pasangan calon berusaha menunjukkan diri
mereka di publik sebagai sosok yang toleran, inklusif, dan menjaga keberagaman.
Namun di sisi lain, pendukung dan simpatisan masing-masing paslon masih
berupaya menjatuhkan paslon lainnya dengan alasan identitas agama.
Sebaiknya masing-masing paslon tidak hanya beradu
ucapan, namun juga tindakan yang nyata untuk menunjukkan komitmen kebangsaan
mereka. Paslon seharusnya mengingatkan dan menegur tim sukses ataupun simpatisan
yang masih menggunakan narasi identitas agama sebagai bahan kampanye.
Selain itu menyatakan sikap yang tegas terkait
peristiwa-peristiwa intoleran yang terjadi di berbagai daerah pada beberapa
bulan terakhir ini. Agar spirit keberagaman jangan hanya pada tataran elit
namun juga merambat ke akar rumput.
Sayangnya, tidak ada satupun paslon yang berani
menunjukkan sikap terkait peristiwa intoleran yang terjadi, antara lain
penyegelan tiga Gereja di Jambi, ataupun peristiwa yang terjadi di Yogya, Pangandaran,
dan yang terbaru di Cilacap. Pada akhirnya isu toleransi dan merawat
keberagaman hanya menjadi narasi politik, minim tindakan yang seharusnya bisa
menjadi inspirasi dan teladan bagi masing-masing pendukung.
Masing-masing paslon seharusnya sadar bahwa kampanye
berdasarkan identitas agama adalah bom waktu yang dapat mengorbankan identitas
kebangsaan kita.
Dibutuhkan keberanian dari setiap paslon untuk
menunjukkan sikap yang tegas terkait pandangan kebangsaan dan tidak bermain di
ruang abu-abu. Masih ada waktu, sebelum kondisi toleransi kehidupan berbangsa
semakin parah dan semakin marak terjadi segregasi di tengah masyarakat kita.
Jakarta,
28 Desember 2018
Lembaga
Studi Kebijakan Lokal di Indonesia (LSKLI)
Institute
for Indonesia Local Policy Studies (ILPOS)
0 komentar:
Post a Comment