Ternate, Kompastimur.com
Eksplotasi Sumber Daya Alam (SDA) melalui industri pertambangan, merupakan salah satu industri yang secara finansial sangat menguntungkan untuk perekonomian negara.
"Apalagi sangat memiliki daya jual yang tinggi dipasaran global. Namun setiap eksplotasi SDA yang di lakukan ini menimbulkan dampak terhadap lingkungan, baik secara fisik maupun sosial," ungkap Yufita Tuhuteru, salah satu mahasiswa Magister di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada disiplin ilmu mineral, dan juga aktif sebagai anggota Forum Akademisi Kepulauan Obi (FORAPO) Maluku Utara.
Melalui rilisnya yang diterima media ini, Yufita Tuhuteru selaku putra daerah yang berasal dari Desa Soligi Kecamatan Obi Selatan, menuturkan bahwa, Kegiatan pertambangan umumnya di lakukan di kawasan hutan, hal ini dapat menyebapkan kerusakan lingkungan secara keseluruhan, baik dalam bentuk pencemaran air, tanah maupun udara.
"Menurut saya Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan yaitu tanah, udara, dan air dan mengancan manusia maupun hewan, dan tumbuhan yang disebabkan oleh sampah, limbah, industri, minyak, logam berat yang berbahaya dari aktifitas pertambangan Nikel laterit yang mengakibatkan lingkungan tidak berfungsi seperti semula,"jelasanya.
Lanjutnya, Pertambangan yang berada di Kabupaten Halmahera Selatan merupakan salah satu pertambangan Nikel yang di miliki PT. Harita Grup memiliki empat furnance.
Menurutnya dari informasi yang diperoleh dari salah satu pekerja PT. Harita Group yang enggan nammanya disebutkan mengatakan satu furnance perusahan tersebut mampu memproduksi sampai mencapai 200 ton.
"Untuk itu, berdasarkan perhitungan saya, dimana kapasitasnya perhari Furnance mampu memproduksi 200 ton/hari, maka dalam 4 furnance jika 4 × 200 ton/hari berartai dapat memproduksi 800 ton/hari
hitung dalam kapasitas produksi satu perbulan : 800 to/hari × 30 hari 24000 ton/bulan. Trus kapasitas produksi dalam satu tahun : 12 bulan × 24000 ton/bulan sebanyak 288.000 ton / tahun," tuturnya Tuhuteru.
Sehingga secara otomatis kapasitas produksi pabrik PT.Harita Grup di Desa Kawasi sebesar 288.000 ton/tahun. Maka limbah padat dan cair yang di hasilkan dari produksi nikel oleh PT. Harita Grup di Desa Kawasi, Kabupaten Halamera Selatan, sangat besar dan penting untuk menjadi perhatian semua pihak.
Bahkan menurut keterangan warga kawasi pada awalnya mereka menyambut baik kehadiran perusahaan tersebut, karena bagi mereka perusahan dapat membawa angin segar. Hal ini karena, masyarakat di desa setempat dijanjikan akan mendapatkan lapangan pekerjaan yang layak.
"Akan tetapi, semua ini bertolak belakang dan membuat banyak yang kecewa karena faktanya sampai saat ini, PT. Harita Grup menggunakan peraturan sendiri dan itu tidak seperti aturan yang di berikan oleh Disnakertrans," gubrisnya.
Selain itu, ada pula warga yang lainnya, mengatakan bahwa dirinya beserta ratusan keluarga yang sudah lama mendiami Desa Kawasi kepulauan Obi, sekarang merasa kesulitan untuk mencari sumber penghidupan.
Sebab semakin banyaknya limbah perusahaan yang mengotori laut (Pesisir), dan cabang aliran sungai (Das). Selama ini.
Kata dia, ada beberapa masyarakat disana yang kesehariannya hanya menghidupi keluarga dari hasil laut dan olahannya, namun dalam beberapa tahun belakangan ini, rasa gundah menghampiri warga Kawasi lantaran lingkungan tempat tinggal tercemar limbah tambang nikel.
"Untuk kepulauan Obi sendiri terdapat dua perusahaan nikel laterit yaitu, PT. Harita Group dengan beberapa kontraktor lainnya dan Wanatiara Persada yang saat ini juga di pertanyakan oleh Alwi La Masinu," ungkapnya. (KT/ MS)
0 komentar:
Post a Comment