Ternate, Kompastimur.com
Pembangunan Bandara milik PT. Harita Group yang dalam rencananya dibangun di lahan milik warga Kawasi, kini menimbulkan masalah baru.
PT. Harita Group yang merupakam perusahaan tambang nikel di desa Kawasi Kecamatan Obi Kabupaten Halmahera Selatan ini telah melakukan penggusuran pada September 2018 lalu.
"Saat ini, masyarakat di bungkam dan dibangun opini bahwa lahan itu milik Negara, sehingga hal ini mengakibatkan masyarakat merasa ketakutan dengan situasi yang terjadi saat ini di dalam kehidupan masyarakat Kawasi dan pada umumnya yang ada di pulau Obi, " kata Muhammad Risman koordinator Barisan Pemuda Pelopor (BAPPOR) Pulau Obi kepada awak media Selasa 5 Desember 2018.
Risman katakan, pada prinsipnya hak atas lahan di miliki oleh masyarakat meksipun ada pihak yang mengatakan bahwa lahan yang tidak memiliki sertifikat di kuasai oleh Negara.
Untuk itu, Ia mengingatkan bahwa Negara juga menjamin lahan masyarakat dalam status Ulayat dan iti tidak dapat di ganggu oleh pihak manapun.
"Perlu di ingat sesuai ketentuan bahwa negara masih menjamin atas lahan warga dengan status hak ulayat. Oleh karena itu sangat di harapkan kepada para pihak yang berkepentingan atau pihak perusahaan untuk pertimbangkan apa yang menjadi hak Ulayat warga," ujarnya.
Lanjutnya, BAPOR juga akan melakukan koordinasi dengan pemerinta Maluku utara melalui dinas-dinas terkait untuk memperjuangkan hak warga Desa Kawasi.
"Kami juga akan konfirmasikan kepada Dinas Kehutanan provinsi Maluku Utara atas status lahan yang menjadi rencana pembangunan milik PT. Harita Grup," tegasnya.
Menurtnya, saat rapat akhir oktober lalu bersama pihak direksi PT. Harita Group, pihak perusahaan mengatakan bahwa status lahan yang di gusur berstatus Hutan. Seketika itu membuat kami masyarakat desa Kawasi kaget dengan pernyataan tersebut.
" Mereka nyatakan lahan itu Hutan, seketika kami semua kaget! Bagaimana mungkin itu hutan sementara diatas lahan sangat jelas ada tanaman dan lebih miris bahwa lahan yang di gusur merupakan bekas kampung tua kawasi. Bagaimana bisa di sebut hutan?," imbuhnya.
Ditambahkan, bahwa dari pernyataan Perusahan inilah yang membuat masyarakat melihat ketidakberesan dari proses penggusuran tersebut.
"Menurut kami ada kejanggalan terkait pokok permasalahan, karna pihak perusahaan telah melakukan penggusuran maka seharusnya perusahan wajib bertanggung jawab dengan membayar ganti rugi lahan masyarakat tersebut," tegasnya. (KT/M.Supardi)
0 komentar:
Post a Comment