Namlea, Kompastimur.com
Mantan
pesepakbola nasional, Elly Idris alias Idris Kau, menghentikan aktifitas
pekerjakan proyek MTQ senilai Rp.9 milyar lebih, karena proyek itu dibangun di
atas lahan miliknya tanpa ganti rugi.
Selain proyek
MTQ yang dihentikan aktifitasnya, maka dua kantor pemerintah yakni Dinas PUPR
dan Dinas Tatakota juga ikut dipalang, karena tidak ada itikad dari Pemkab Buru
membayar lahan perkantoran yang dibangun pula di atas tanah miliknya.
Akibat aksi
palang di lokasi MTQ, maka aktifitas di lokasi kegiatan tersebut sementara
dihentikan pada Kamis siang (25/20/2018).
Demikian halnya
dengan Dinas PUPR dan Dinas Tatakota, tidak lagi ada aktifitas perkantoran
setelah pukul 11.00 WIT, karena pintu masuk kantor bagian depan dan pintu
belakang telah dipalang dengan papan dan rep.
Saat aksi palang
di tiga lokasi itu terjadi, pihak pejabat Pemkab Buru yang menangani masalah
tanah ini tidak ada yang muncul di TKP.
"Lahan dua
hektar yang sudah ada dibangun kantor telah dipakai 15 tahun. Pemkab Buru hanya
janji meluluh dan hingga kini belum membayar lahannya," beber Elly Idris.
Demikian halnya
lahan yang sedang dibangun proyek MTQ seluas 4 ha, tak ada negosiasi dengan
Elly Idris. Karena itu, ia bersama keluarganya datang mencegat dihentikan
kegiatan proyek di sana.
Saat melakukan
aksi di Dinas PUPR dan Dinas Tatakota, tidak terlihat kadis dari kedua OPD itu
berada di sana.
Karena itu
dengan leluasa keluarga pemilik lahan meminta pegawai mengosongkan kantor dan
pintunya dipalang.
Saat pintu
belakang di Dinas PUPR juga mau dipalang, terlihat Kabag Cipta Karya, Ilham
Mahedar yang meminta kebijakan agar ditunda dahulu sampai sore hari.
Menurut Mahedar,
banyak staf PUPR sedang berada di lapangan dan mereka baru kembali dari
desa-desa pada sore hari. Sementara peralatan kantor kerja mereka masih berada
di ruangan.
Untuk itu ia
meminta waktu agar peralatan kerja milik mereka itu bisa dikeluarkan nanti sore
hari setelah balik dati lapangan.
Lebih jauh
dilaporkan, saat Elly Idris melakukan pencegatan siang hari di lokasi proyek
MTQ, rencana mereka itu sempat ditentang oleh seorang pengusaha dari Ambon yang
sering dipanggil dengan nama Ko Hai.
Belakangan baru
ketahuan kalau oknum bernama Ko Hai ini yang mengerjakan proyek Rp.9 milyar
lebih itu. Ternyata ia meminjam bendera perusahan milik pengusaha bernama Kim
Fui.
"Kim Fui
itu keluarga saya dan saya yang menangani proyek ini," dalih Ko Hai.
Saat Elly Idris
dan keluarga datang di lokasi proyek, beberapa keluarga Elly Idris sempat debat
kusir dengan Ko Hai.
Ko Hai berdalih,
walau dicegat tapi ia akan tetap melanjutkan proyek itu. Elly Idris dan
keluarga diminta berurusan dengan Pemkab Buru.
Salah satu
pegawai Dinas PUPR sempat ditelepon Ko Hai. Kemudian pegawai itu muncul di TKP dan
membujuk agar Elly Idris dan keluarga bertemu dengan Asisten II, Drs Abas Pelu.
Namun ditolak Ely
Idris, karena negosiasi dengan pemkab Buru terkesan selalu diabaikan, sehingga
ia terpaksa mencegat di TKP.
Dari debat di
lapangan itu baru terungkap dan diungkap Ely Idris perihal dugaan mafia tanah
di Pemkab Buru yang berpotensi merugikan negara milyaran rupiah.
Ternyata di
obyek lahan milik Ely Idris, diam-diam telah ada ganti rugi dari tahun 2006
lalu, kepada tiga nama dengan total dana mencapai Rp.2.201.267.500.
Total dana itu
dibayarkan kepada M.Ali Kau sebesar Rp.1.276.267.500, kepada Amir Buton sebesar
Rp.825.000.000 dan kepada Santoso Umasugi sebesar Rp.100.000.000.
Dengan bukti
itu, Ely Idris dan keluarga lalu mendatangi Amir Buton yang kini tinggal di
Namrole. Mereka memasalahkan ketiga nama yang terdaftar menerima ganti rugi
itu, karena bukan pemilik lahan.
Amir sendiri
sempat berdalih kalau lahan itu milik ortunya almarhum Abdillah Buton yang
didapat dari orang tua keluarga Ely Idris.
Namun disangkal
kalau ia menerima ganti rugi sampai Rp.825 juta.
"Amir
mengaku hanya terima Rp 80 juta. Tapi di bukti ganti rugi tertulis Rp.825 juta.
Ini kan mafia dan ada korupsi yang merugikan negara," ungkap Madi, salah
satu ponakan Ely Idris.
Selain Ely Idris
yang memasalahkan lahan proyek MTQ, maka Santoso Umasugi juga mengklaim kalau
dua hektar diantaranya lahan miliknya.
Santoso sudah
punya bukti kepemilikan lahan dua hektar itu yang dibeli dari seseorang bernama
Saleh Kau, orang tua dari keluarga Ely Idris.
Karena itu, ia
juga menuntut Pemkab memberi ganti rugi atas lahan ini.
Semula Pemkab
berjanji akan membayar ganti kerugian pada tanggal 20 Oktober lalu. Namun
diingkari oleh pihak Pemkab.
Perihal dokumen
ganti rugi sebesar Rp.100 juta tetera atas nama Santoso Umasugi, hal itu
dibantah pihak santoso.
"Mungkin
ada mafia ganti rugi di Pemkab Buru. Santoso belum satu senpun menerima ganti
rugi," ungkap Abdillah, kakak sepupuh Santoso.
Sampai berita
ini dikirim belum ada tanggapan apapun dari pihak Pemkab Buru soal aksi palang
di tiga lokasi itu.
Namun sehari
sebelumnya. Asisten II, Abas Pelu turut membenarkan kalau lahan MTQ seluas dua hektar diklaim milik Santoso Umasugi.
Ia juga mengakui
kalau sudah ada kegiatan ganti rugi lahan civic centre dari tahun 2006 lalu dan
kini sebagian lahan digunakan untuk proyek MTQ.
Termasuk pula
membayar kepada Santoso Umasugi, sebesar Rp.100 juta. (KT/11)
0 komentar:
Post a Comment