(Oleh : M.Tahir
Wailissa)
Kawasan timur
Indonesia merupakan wilayah kepulauan yang diapit samudra pacific, pada
dasarnya aktifitas penduduk setempat menjadikan sector laut sebagai kawasan
untuk memperoleh komoditi perikanan, Namun belum menjadikannya sebagai sumber
pendapatan ekonomi secara primer diakibatkan kondisi geografis kepulauan yang
membutuhkan alat indutri canggih untuk dapat menjadikan sector kelautan sebagai
ekonomi unggulan dikawasan timur Indonesia, paradigma kemaritiman memiliki
relasi dengan ekonomi perdagangan.
Dalam konteks demikian kawasan laut begitu
menjanjikan bagi para pialang modal yang memiliki relasi dengan pusat kekuasaan
maupun kekuasaan local, aspek ini megakibatkan wacana Negara induk dan Negara
pheri-pherial menjadi potret bagi Negara postcolonial, paradigma kemaritiman
menjadi bagian dari domain Negara yang berorientasi perdagangan atau Negara
kapitalisme hingga kekayaan alam yang dimiliki di kawasan timur Indonesia hanya
menjadi domain pemodal dengan standar konglomerat, kondisi geografis seperti
ini menjadi bagian penting atas keterlibatan Negara agar hokum alam tidak
menjadi kendala dalam membangun percepatan pertumbuhan ekonomi bangsa.
Sejak reformasi
Indonesia mengalami perubahan mendasar terhadap sistim pemerintahan ditandai
dengan amandemen konstitusi. Melalui amandemen konstitusi berdampak terhadap
perubahan sistim pemerintahan darisentralisme kedesentralisasi, namun belum
membawa damapak signifikan terhadap perekonomian local utamanya kawasan timur
Indonesia, justru melahirkan dinasti ekonomi baru, yang tumbuh akibat
pergeseran kekuasaan.
Otonomi daerah
merupakan suatu bentuk pergeseran sistim pemerintahan dari sentralisme
kedesentralisasi, di dalamnya terdapat semangat pemerintahan untuk memajukan
daerah dalam aspek ekonomi. Kemajuan aspek ekonomi ini merupakan ruh otonomi
diikuti dengan percepatan pembangunan hingga tersedia akses kesetaraan ekonomi
antara kawasan timur Indonesia dan wilayah barat. Diketahui bahwa sumber daya
Alam yang melimpah dikawasan timur Indonesia masih belum dijamah dengan baik
dikarenakan lemahnya peran pemerintah. Lemahnya peran pemerintah dikarenakan
kebijakan pemerintah daerah masih mengandalkan sector ekonomi developmentalisme
hingga jarang melibatkan ekonomi menengah kebawah, potret ekonomi kawasan timur
Indonesia menjadi bagian dari domain elit dan memiliki relasi dengan elit
ekonomi pusat.
Padahal pada awal tahun 2018 kementrian keuangan telah mengeluarkan
Kebijakan Akselerasi Ekonomi Berkeadilan yang didalamnya membahas APBN 2018
disusun lebih produktif, efisien, dan tetap berdaya tahan. Pembangunan
infrastruktur, program perlindungan sosial, dan penguatan desentralisasi fiskal
menjadi komitmen pemerintah guna mengakselarasi pertumbuhan ekonomi yang adil
dan merata. Namun faktanya Elit ekonomi local dan pusat berkolaborasi dengan
elit politik local hingga menjadi oligarki politik dan ekonomi. Akibatnya
wajah pemerintahan daerah menjadi ajang pembajakan terhadap sumberdaya ekonomi
di kawasan timur Indonesia, padahal kekayaan SDA Indonesia timur lebih
khususnya Maluku memilikikekayaan alamd ari sector laut maupun darat cukup
tersedia dan sangat berpotensi dikembangkan menjadi penyanggah ekonomi nasional
namun terkendala akses baik dari aspek infrastruktur jalan maupun dermaga
penyangga.
Fakta social
masyarakat kepulauan Maluku dalam aspek sumber daya alam memiliki lahan
persawahan yang cukup memadai namun terkendala dalam aspek pendukung sector
persawahan dikarenakan lemahnya sarana irigasi, sementara status Maluku secara
nasional dari aspek kelautan menjadi lumbung ikan nasional namun hingga kini
belum terlihat arah kebijkan pemerintahan daerah yang mengarah ke aspek
percepatan pertumbuhan ekonomi baik dari sisi kelautan dan perikanan maupun
dari aspek pertanian, kondisi ini sangat terasa dikarenakan belum tersedianya
sarana irigasi dan sarana perikanan yang dapat menunjang ekonomi menengah
kebawah.
Padahal
sama-sama kita ketahui bahwa Pertumbuhan produktivitas-output per unit input adalah
penentu. (KT-Rls)
0 komentar:
Post a Comment