Ambon, Kompastimur.com
Selaku pengacara
yang tugasnya untuk membela klien guna keluar dari jeratan hukum atau
memberikan pendampingan hukum yang baik, malah sebaliknya melakukan perbuatan pidana yang akhirnya merugikan diri
sendiri.
Inilah Mourits
Latumeten,(40), seorang pengacara di Kota Ambon, Provinsi Maluku, yang harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya di Pengadilan Negeri (PN) Ambon akibat
didakwa terlibat pemalsuan surat penetapan
eksekusi tiga dusun dati
masing-masing, Dusun dati Warhutu, dusun dati Rostantetu dan dusun dati Papikar
yang berada di kawasan Desa Tawiri,Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon,yang
diterbitkan Kepaniteraan Perdata Pengadilan Negeri (PN) Ambon.
Pantauan media
ini, sekitar pukul 12.00 Wit, dengan berbaju putih lengan panjang dan celana
jeans hitam, Mourits digiring dari Lapas kelas II A Ambon mengunakan Mobil
Tanahan berwarna hijau tua bersama-sama dengan
para pelaku tindak pidana lainnya untuk mengikuti persidangan.
Berselang
beberapa jam kemudian, Mourits bersama satu rekannya didampingi Penasihat
Hukumnya yang diketuai Fileo Phistos Noija Cs, masuk ke ruang sidang untuk menjalani sidang perdana yang diadili
ketua majelis hakim, R.A Didi Ismiatun dibantu Jenny Tulak dan Lucky R.Kalalo
selaku hakim-hakim anggota, pada sidang, Rabu (12/9) siang.
Ketika sidang
perkara yang menyeret perhatian khalayak ramai itu dibuka majelis. secara spontan ruang sidang dipadati pengunjung sidang
bersama-sama awak media.
"Selamat
siang Pak Mourits?,"sapaan awal membuka sidang oleh hakim ketua R.A. Didi Ismiatun, saat pengetuk palu
sidang, sambil menebarkan senyum sebelum dia membacakan identitas kedua
terdakwa.
Menurut majelis
karena surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah dipegang oleh terdakwa
melalui kuasa hukumnya maka pembacaan dakwaan dianggap sudah dibacakan.
"Dakwaan
terdakwa sudah pegang kan? Berarti dakwaan JPU anggap saja sudah dibacakan ya?
bagaimana tanggapan terdakwa!,"tanya ketua majelis hakim kepada kedua
terdakwa.
"Iya yang
mulia, dakwaan anggap sudah dibacakan dan akan kami ajukan eksepsi terhadap
dakwaan JPU tersebut,"jawab Mourits kepada majelis hakim.
Sidang pun
langsung ditunda Senin pekan depan dengan agenda mendengarkan eksepsi dari
terdakwa melalui kuasa hukumnya yang berjumlah lebih kurang 40 orang itu.
Perkara ini
terdakwa Mourits Latumeten bertindak sebagai pengacara untuk kedua kliennya,
Elkiopas Soplanit dan Thomas Soplanit melawan Betty Pattikaihattu.
Mourits mewakili
kedua kliennya (terdakwa) mengajukan
permohonan eksekusi terhadap putusan Pengadilan Negeri Ambon Nomor :
120/Pdt.G/1990/PN.AB, tanggal 28 Januari 1990 yang dimenangkan Soplanit, Jo
putusan Pengadilan Tinggi Maluku Nomor : 35/PDT/1991/PT. Mal tanggal 9 Desember
1991 Jo putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor : 796 K/PDT/1992 tanggal 27 Pebruari
1993 yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht van gewijsde).
Dari permohonan
tersebut, Ketua Pengadilan Negeri Ambon lalu melakukan anmaning atau peneguran
terhadap pihak terkait, baik yang masuk dalam perkara gugatan antara Soplanit
melawan Betty Pattikaihattu, maupun pihak-pihak yang di luar perkara tersebut,
termasuk Oktovianus Hatulely alias Ming selaku pemilik tanah, yang berbatasan
dengan lahan milik klien terdakwa Mourits Latumeten.
Setelah
anmaning, semua pihak termasuk PN Ambon melakukan peninjauan lokasi.
Setelah itu pada
19 Oktober 2017, Ketua Pengadilan Negeri Ambon mengeluarkan surat penetapan
eksekusi nomor 120/Pdt.G/PN.AB, dan memerintahkan panitera Pengadilan Negeri
Ambon segera melakukan eksekusi terhadap tiga dusun dati, yakni Dusun dati
Warhutu, dusun dati Rostantetu dan dusun dati Papikar.
Pada, 9 November
2017 tanpa sepengetahuan Oktovianus Hatulely selaku pemilik salah satu lahan
yang dieksekusi, dan beberpaa pihak lainnya yang keberatan dengan eksekusi
tersebut. Keberatan itu, tidak dipedulikan pihak pengadilan, dan melalui juru
sita, tetap bersikeras melakukan eksekusi.
Dalam eksekusi
tersebut, ternyata objek yang dieksekusi tidak sesuai dengan objek sengketa,
sebagaimana termuat dalam putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap.
Hal ini terjadi
diduga adanya kongkalikong antara terdakwa Mourits yang berprofesi sebagai
pengacara dengan pihak PN Ambon. Objek yang diekseskui termasuk dusun dati
Papikar adalah hak milik Oktovianus Hatulely sebagaimana tertuang dalam
Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor : 1111, SHM Nomor 1112, SHM Nomor.1113.
Tindakan Mourits
cs ini kemudian dilaporkan Betty Pattikaihattu ke Polda Maluku dengan dugaan
melakukan penyerobotan dan kekerasan. Setelah dilakukan pengembangan oleh pihak
kepolisian, akhirnya Maurits Latumeten ditetapkan sebagai tersangka bersama
kedua klienya itu.
Perbuatan
terdakwa diatur dan diancam denga pasal 262 dan 263 KUHP dengan ancaman paling rendah enam tahun penjara dan paling
tinggi delapan tahun penjara. (KT/DS)
0 komentar:
Post a Comment