FOTO : Kuasa Hukum Marga Besan matarumah Bamarei dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) dan Hak Asasi Manusia (HAM) Maluku, Barbalina Matulessy, SH.,M.Hum |
Ambon,
Kompastimur.com
Diduga dibeking oleh
anggota TNI berinisial OR yang bertugas sebagai Babinsa Desa Waelo, Kecamatan
Waelata, Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Buru telah melakukan penyerobotan
terhadap lahan adat milik Besan matarumah Bamarei.
Tak terima dengan aksi penyerobotan itu,
pemilik lahan melalui sejumlah kuasa hukumnya yang terdiri dari Barbalina Matulessy, SH.,M.Hum, Jenci E Ratumassa, SH,
Akbar. F. A. Salampessy, SH dan Fransiska Matulessy, SH yang bernaung di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH)
dan Hak Asasi Manusia (HAM) Maluku pun angkat bicara.
Matulessy yang mewakili YLBH dan HAM
Maluku kepada Kompastimur.com menceritakan
bahwa aksi penyerobotan itu bermula ketika Distan Kabupaten Buru Pada tahun
2017 telah mengusur lahan milik kliennya seluas 50 Ha di Desa Debowae/Unit 18,
Kecamatan Waelata, Kabuppaten Buru dan terkait itu, pada tahun 2017 telah
dilakukan keberatan oleh masyarakat adat Bamarei, namun Distan tetap menjalankan
proses penggusuran.
Tidak hanya
berhenti pada tahun 2017 saja, tetapi pada tahun 2018 Distan kembali melakukan
penggusuran atas lahan kliennya seluas 105 Ha di Desa Waeleman/Unit R, Kecamatan
Waelata, Kabupaten Buru dan aktivitas ini diduga untuk pembuatan sawah;
“Terhadap 2 kali
pergusuran dengan tempat yang berbeda ini adalah milik klien kami yang
tergolong tanah adat yaitu milik marga Besan, dalam hal ini matarumah Bamarei,
dan semuanya mengatas namakan program pemerintah, tapi tidak sedikitpun
melakukan kordinasi ataupun meminta persetujuan dari masyarakat adat Bamarei,”
kata Matulessy.
Lanjutnya,
tindakan penggusuran tanpa ijin dilakukan oleh Distan Kabupaten Buru, dengan
menggunakan kekuatan TNI yakni Babinsa dari Desa Waelo, Kecamatan Waelata
berinisial OR, untuk melakukan pengawasan. Tindakan penggusuran ini diinformasikan
seluas 105 Ha yang terletak di Desa Waeleman, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru.
“Yang membuat
klien kami tidak terima adalah, perampasan atas hak adat matarumah Bamarei ini,
merupakan hal yang sangat tidak berperikemanusian sama sekali, dimana tanpa
seijin klien kami, Distan dengan arogannya demi kepentingan yang tidak jelas
kepentingan untuk siapa dan buat apa hal itu dilakukan, dan bagi kami ini dapat
dikategorikan sebagai tindakan penyerobotan,” paparnya.
Penyesalan kliennya,
yakni bukan hanya karena tidak ada ijin dari kliennya saja, namun lahan yang
telah digusur pada tahun 2018 ini, merupakan hutan kayu produksi kliennya.
FOTO : Sasi Adat dilakukan oleh keluarga pemilik lahan yang diserobot oleh Distan Kabupaten Buru |
Tak hanya itu,
lanjutnya lagi, lahan yang telah digusur itu juga merupakan lahan adat dan
merupakan tempat Keramat matarumah Bamarei.
“Maka, dengan
secara tidak langsung Distan Kabupaten Buru telah melakukan pelecehan terhadap
adat dan istiadat klien kami,” tegasnya.
Matulessy
menjelaskan, selama pergusuran dilakukan, kliennya selalu membuat penolakan,
namun dengan arogannya Babinsa yang ditunjuk sangat membuat kliennya sebagai
masyarakat adat, yang mempunyai lahan adat tersebut sangat merasa terintimidasi
dengan sikap dan kata-kata yang dikeluarkan oleh oknum Babinsa tersebut.
“Terhadap hal ini juga klien kami telah
melakukan sasi adat terhadap tanah adat milik klien kami, yang sementara
digusur oleh Distan (Pihak ke 3 yang ditentukan Distan) di Desa Waeleman/Unit R,
dan sasi adat tersebut ternyata juga tidak diindahkan bahkan sasi adat tersebut
dilanggar oleh oknum Babinsa yang di cek ternyata Babinsa Desa Waelo, Kecamatan
Waelata, Kabupaten Buru,” jelasnya.
Klien kami, lanjut
Matulessy, terhadap hal ini benar-benar harkat dan martabat sebagai mastarakat
adat sudah hilang dan tidak lagi dihargai di tanah sendiri. Bagaimana tidak
dengan nyata-nyata perlawan dari pemerintah dalam hal ini Distan Kabupaten Buru
yang di dukung oleh pihak TNI dalam hal ini Babinsa Desa Waelo, sudah sangat jelas
melecehkan kebudayaan kami, dengan jalan :
Pertama,
dengan
mengatas namakan kepentingan pemerintah, dilakukan penggusuran, tanpa ada
pengecekan terlebih dahulu soal status tanah, apakah tanah adat atau tanah apa;
Kedua,
Penggusuran
tersebut telah menggusur persisr di daerah keramat, yang benar-benar dijaga
oleh klien kami, namun tanpa kordinasi lebih dulu melakukan penggusuran;
Ketiga,
Penggusuran
tersebut telah diajukan keberatan, bagi klien kami yang menghargai keberadaan
mereka sebagai masyarakat adat, dengan cara mediasi atau kordinasi terlebih
dahulu apakah ini lahan dapat digunakan, atau minimal ada ganti rugi, karena
lahan tersebut adalah lahan kayu yang masih produktif;
Keempat,
Selanjutnya yang terakhir, dengan kebudayaan masyarakat adat Buru, jika ada
menyerobotan maka kebiasaan mereka dilakukan sasi adat, dan tujuan sasi adat
tersebut semuanya hanya agar untuk menunggu adanya pendekatan, dari pihak yang
melakukan penyerobotan tersebut (Distan Kabupaten Buru), namun pada
kenyataannya Babinsa Waelo tetap memerintahkan, aktivitas penggusuran berlanjut
di atas lahan milik masyarakat adat Bamarei yang telah dilakukan proses adat
tersebut.
“Bagi kami, ini
merupakan tindakan sewenang-wenang dari Distan, dan juga oknum Babinsa Desa
Waelo tersebut. Oleh karenanya kami, meminta perlu ada tindakan, bukan hanya
Bupati Buru untuk segera memanggil Kepala Distan Kabupaten Buru agar dapat
menghentikan aktivitas, dan segera selesaikan dengan masyarakat Bamarei, namun
juga Pangdam XVI Pattimura Ambon perlu khusus memanggil Oknum Babinsa Desa
Waelo, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru untuk berhenti melakukan aksinya yang
melecehkan masyarakat adat Buru, dengan cara menerobos areal sasi adat mereka,”
tegasnya.
FOTO : Kayu hasil olahan di lahan yang diserobot oleh Distan Kabupaten Buru |
“Namun dengan sikap
seperti ini apakah kehadiran seorang oknum Babinsa ini dapat dijadikan sebagai
sosok pengayom dan pelindung masyarakat? Sebab, oknum Babinsa itu sempat
memarahi klien kami dan mengatakan bahwa dia hanya menjalankan tugas. Pertanyaannya,
tugas dari siapa dan menurut kami, hal ini hanya dapat dijawab oleh Pangdam XVI
Pattimura,” tuturnya. (KT-01)
0 komentar:
Post a Comment